Gazain percaya bahwa Gia masih cukup akal sehat. Harusnya mereka bisa bicarakan semuanya tanpa emosi naik. Di atas ranjang begini, rebah berdampingan, dan bertukar tatap begitu dekat. Sekali lagi Gazain tegaskan, “Aku serius. Kamu boleh memintaku. Hakmu.” Gazain sebenarnya tak rela, tapi ia mau tak mau harus utuh pertanggung jawaban lahir batin, dunia akhirat untuk Gia. “Jika malu mengatakannya kamu bisa menggunakan cara lain. Bisa juga menyepakati sebuah kode.” Gia menemukan kesungguhan Gazain. Meski enggan, tapi ada kesan tanggung jawab utuh yang disediakannya. Dia mungkin memang lelaki baik, tapi sudah jelas menyebalkan. “Medina juga punya kode? Seperti apa?” Gazain mendadak diam. Sepanjang perjalanan dengan Medina, Gazain mengenang sosok istrinya. Rasanya belum pernah Medina memint

