bc

GAZAIN : Suami Dua Istri

book_age18+
93
FOLLOW
2.1K
READ
love-triangle
one-night stand
HE
love after marriage
badboy
kickass heroine
stepfather
single mother
blue collar
drama
bxg
lies
polygamy
brutal
like
intro-logo
Blurb

Sesuai sumpah yang pernah diucapkannya, Gazain akan menikah pada hari pemakaman sang ayah dan berbahagia atas kematiannya. Namun sayang, Gazain yang hingga usia 35 tahun masih setia perjaka dan jomblo itu tak punya calon untuk dinikahi dalam waktu mendadak.Pada saat semua orang sudah kembali dari pemakaman, Gazain baru datang. Di ujung pemakaman itu ada insiden lain terjadi. Seorang perempuan yang terikat di pohon. Dialah jodoh sehari yang Gazain temukan untuk tumbal sumpahnya.***"Maafkan aku, Medina!""Mau bagaimana lagi? Ini bukan surga yang di dalamnya tujuh puluh bidadari seatap denganmu aku tetap baik-baik saja. Kita masih hidup di dunia. Aku pun perempuan biasa, Gazain. Tetap ada rasa sakit bagiku selama kamu mendua."***"Bagaimana bisa kamu yang tak punya apa pun memilikinya secara utuh?!""Ini disebut seni memenangkan hati suami," balas dia manis. "Mau kubagi resepnya?"NOTE : SPIN OFF > Ambisi Pewaris Istimewa X Permata Bernoda

chap-preview
Free preview
Kabar Gembira
“Urus bersamaku jenazah ayah kita.” Suara permohonan saudarinya terdengar sedih dari ujung panggilan. Jantung si penerima panggilan itu mencelos. “Dia ... mati?” tanyanya tergugu. “Meninggal, Gazain,” ralatnya pilu. “Sepertinya ayah ---“ “Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmush sholihaat!” serunya memotong kalimat sang saudari. Ini adalah ungkapan rasa syukurnya untuk kabar berbahagia tersebut. “Gazain!” tegur suara perempuan di sana menyentaknya. “Di mana hatimu! Harusnya ---“ “Harusnya kamu ikut bahagia sepertiku. Akhirnya dia mati!” ujar lelaki yang dipanggil Gazain penuh kebencian. “Sialan! Apa kamu benar-benar tidak punya rasa belas kasih kepada ayahmu sendiri?! Dia ... meninggal, Gazain. Haruskah kamu masih membencinya juga, padahal ini saat terakhir kali kamu bisa melihat dan memaafkannya.” Gazain sekedar menyunggingkan senyuman miring. Sedikit pun tak ada peduli, apalagi belas kasih yang tersisa untuk lelaki yang sedang mereka bicarakan. “Di mana dia akan dimakamkan?” Suara perempuan di sana terdengar seperti menyeka air mata dan ingusnya. Dia lalu menyebutkan alamat yang tak asing di telinga Gazain. “Setidaknya kamu bisa datang ketika raganya di kebumikan,” desah saudarinya lega. “Tidak, aku tidak akan datang. Tidak untuk menyolatkan, tidak juga untuk ikut menyaksikan dia dimasukkan ke liang lahatnya. Terserah apa katamu. Urus saja sendiri pemakamannya tanpa melibatkanku sedikit pun,” jelasnya benar-benar lepas tangan. “Lalu untuk apa kamu menanyakan alamat pemakamannya?!” Gazain tersenyum malas, “Kamu tidak perlu tahu, saudariku.” Kemudian Gazain memutuskan panggilan itu tanpa pamit sama sekali. Jantungnya berdebar sangat riang. Sempat bingung, merasa belum sepenuhnya percaya bahwa hari kebebasan ini akhirnya tiba menyapa. Sampai-sampai Gazain menampar pipinya sendiri lalu tertawa meski perih pipinya. Hal pertama yang dilakukannya setelah yakin bahwa sosok paling dibencinya di muka bumi telah pergi selamanya adalah menarik turun rolling door tokonya. Belum tersusun harus apa setelah ini, tapi Gazain perlu melakukan perayaan syukur untuk dirinya sendiri. “Pak, tunggu!” teriak seorang perempuan berlari mencegahnya. “Saya mau beli perhiasan. Kemarin saya ---“ “Maaf, Bu. Toko sudah tutup. Datanglah besok lagi.” “Tapi ini baru jam berapa, Pak. Biasanya masih buka sampai sore.” “Yang punya toko ini saya atau Ibu?!” tanyanya tajam. Perempuan itu terdiam. Gazain pun kembali melembutkan suaranya, “Saya ada urusan mendesak. Besok silakan datang lagi. Terima kasih.” Kemudian Gazain langsung mengunci total toko perhiasan miliknya. Dengan langkah besar lelaki berusia tiga puluh lima tahun itu meninggalkan pusat perbelanjaan secara tergesa-gesa. Namun, ketika masuk ke dalam mobilnya, ia bingung, tak ada tujuan akan ke mana atau apa yang hendak dilakukannya. Dia mati! Apa yang harus Gazain lakukan untuk menyambut kebebasan mutlak dirinya yang dimulai hari ini? Mendadak satu sumpahnya terkenang di kepala. Pernah saudarinya bertanya kapan Gazain akan menikah dan waktu itu Gazain menjawabnya saat sang ayah meninggal dunia. Jantung Gazain berdegup kencang. Ia saat ini sama sekali tidak terikat dengan perempuan mana pun, bahkan ia tak punya satu pun nama yang bisa diajak menikah. Haruskah ia mengumbar sayembara gila seperti saudarinya dulu? Gazain memukul kepalanya sendiri. Ia bukan orang yang bisa menganggap remeh ucapan yang telah keluar dari lisannya. “Argh! Di mana bisa kudapatkan istri?!” Gazain mendekam dalam mobilnya beberapa saat. Mengingat begitu banyak perempuan yang pernah hadir dalam kehidupannya. Lebih dari lima nama yang pernah Gazain punya ketertarikan khusus, tapi ditepisnya semua ketertarikan itu karena sang ayah masih hidup. Namun, sekarang lima perempuan itu telah menikah semua dan masing-masing hidup bahagia dengan pasangan mereka. Azan zuhur berkumandang nyaring. Gazain pun lebih dulu berniat menggapai panggilan pemilik alam itu daripada hajat sumpahnya. Lepas dari masjid pikiran Gazain masih sama, menemukan istri detik ini juga. Gazain merenung di depan masjid. Mendadak turun seorang dari pintu khusus perempuan. Ingin Gazain dekati, tapi kemudian ada anak kecil berlari dan memanggilnya ibu. Gazain menggaruk kepalanya yang tak gatal karena malu sendiri. Betapa putus asa dirinya, terjebak sumpah sendiri. Hidup sang ayah telah mengekangnya, tapi kematian dia tetap masih menyiksanya. Gazain benar-benar membenci lelaki durjana itu. Lelah tak menemukan solusi apa pun Gazain mengunjungi gerai makanan cepat saji untuk makan dan mendapatkan inspirasi. Ia perlu menikah sebelum jam 12 malam ini, itulah sumpahnya. Gazain akan menikah pada hari ayahnya mati. Gazain tak tahu harus apa dia jika sumpah itu tak bisa terlaksana, yang jelas ia harus mengusahakannya dulu sebelum tenggat waktu habis baginya. Ponselnya berdering. Panggilan datang dari saudarinya lagi. “Ada apa?” “Kamu sungguhan tak datang, ya,” gumamnya kecewa. Gazain tak bicara karena mengunyah makanannya. “Aku benci kamu, Gazain! Jangan datang ke rumahku. Jangan main dengan putra-putriku dan jangan lagi anggap aku saudarimu!” Panggilan diputuskan sepihak setelah larva meletus dari amarah saudarinya. Gazain santai saja mengangkat bahu singkat lalu meletakkan lagi ponsel di samping piring makannya. Ia tak khawatir dengan ucapan saudarinya sama sekali karena Gazain tahu kesal dan sedih sedang mengambil alih logikanya. Yang tetap jadi masalah Gazain adalah menemukan seorang perempuan untuk dijadikan istri hari ini juga. Gazain mengumpat saat pikirannya buntu. Itu adalah salah satu warisan abadi peninggalan sang ayah atas ikatan darah mereka. Sebaik apa pun Gazain dekatkan diri dengan Tuhan, tetap saja marahnya sama seperti keturunan darah haram mereka. Kini makanannya sama sekali tak enak dinikmati. Kemudian lelaki berwajah tampan itu bangkit dan memacu kendaraannya menuju alamat pemakaman tempat jasad sang ayah dikuburkan. Gazain masuk pekarangan sepi itu tanpa siapa pun lagi yang tertinggal di sana. Lelaki itu membawa sebuah kantung hitam di tangan kanan. Didekatinya sebuah undakan tanah yang masih segar baru di tinggalkan. Jejak banyak peninggalan kaki-kaki mereka yang tadi mengantar. Ada pula taburan bunga di atas makam baru itu dan bekas dibasahi siraman air. Gazain tak bersuara, hanya memandangi papan nisan bertuliskan nama yang paling dibencinya di dunia. Ia rasa akan sulit baginya mengeluarkan kalimat tanpa kata-kata umpatan. Semua ingatan kebencian, siksa, dan apa saja kenangan buruknya dengan sang ayah datang menerjang, memprovokasi naiknya amarah. “Aku ... masih mencoba segala macam ingatan di kepalaku. Adakah satu hari atau satu detik saja ... ingatan baik yang pernah terukir di antara kita?” Monolognya dingin. Lelaki itu menggeleng dengan wajah keras karena kebencian. “Tidak ada. Demi Allah, memang tidak ada satu pun hal yang membuatmu pantas kupanggil ayah!” Gazain melepaskan ikatan dari kantong yang dibawanya. Dihamburkannya isi benda itu tepat di atas makam sang ayah. Uang koin rupiah bergemerincing turun, menghujani taburan bunga di atas tanah kuing itu. “Totalnya lima ratus ribu rupiah. Ini tanda suka citaku. Belum selesai di sini, aku juga akan menuntutmu di akhirat nanti!” Kembali senyap situasi di sekitarnya setelah itu. Hanya ada sengatan sinar matahari dan udara panas yang dibawa angin berembus. Gazain rela ditemani semua itu sampai setengah jam berlalu untuk merutuki jenazah ayahnya. Semua kesaksian buruk tentang sosok itu Gazain keluarkan dari ingatannya. Ia benar-benar ingin menyeret lelaki itu ke neraka. Tubuh Gazain terlonjak saat suara bergemeresik mengejutkannya. Makin lama ia simak, semakin menyeramkan suara itu di pendengaran. Selama ini Gazain bukan penakut, lagi pula ia lelaki dewasa bertubuh atletis dan maskulin. Mana bisa hantu datang di waktu petang yang masih siang dan mencoba menakutinya?! Gazain sempat akan angkat kaki dari pemakaman itu, tetapi tak sengaja matanya tertuju pada sebatang pohon besar di ujung area pemakaman. Rindangnya pohon itu mampu menyembunyikan tubuh seseorang, hingga Gazain melihat kaki terikat dan menyentak, menyembul dari baliknya. Dengan rasa penasaran Gazain dekati ujung gaun putih yang telah kotor itu. Gazain temukan seorang perempuan putus asa menatap matanya. Mata basah, mulut tertutup lakban, tangan terikat, kaki terikat, dan tubuhnya pun diikat.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

TETANGGA SOK KAYA

read
52.2K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.6K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
187.5K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.2K
bc

Setelah Tujuh Belas Tahun Dibuang CEO

read
1.2K
bc

TERNODA

read
198.0K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook