Gazain menenangkan diri. Ia ingat, seumur hidup belum pernah tangannya menampar seorang perempuan, tapi Gia terus memicu sisi bengisnya untuk itu, sudah sering sekali. Gazain hanya bisa berharap itu tidak akan terjadi selamanya, bahkan kepada Gia yang menyebalkan. Perempuan itu terselamatkan. Nama yang muncul di ponselnya ternyata bukan Medina, tapi Reda. Dengan begitu cibiran Gia salah alamat. Gazain pun beranjak dari tirai tebal bangsal itu sambil menempelkan ponsel di telinga. Dia sama sekali tak menyadari jika Medina melihat kepergiannya itu. "Katanya akan menghubungiku," sindiran terdengar. “Aku belum memutuskan. Sebelum Magrib aku janji akan mengabarimu.” “Aku sudah menunggu sekian jam hanya untuk jawaban yang tidak jelas ini?! Sesulit itu bicara dengan Medina?” “Aku sibuk.”

