Malam pertemuan

1204 Words
Malam itu bingar, hiruk pikuk klub malam yang menyenangkan. Lalu Cleine larut di dalamnya. Meski sahabatnya, memutuskan untuk tak datang karena sibuk adu nafsu dengan kekasihnya di ranjang. Lima belas menit ia berada di sana dan sudah habiskan beberapa sloki yang terus saja dituang oleh bartender. Tubuhnya bergerak ikuti alunan musik dunia barat memang kerap terbiasanya dengan euforia pesta pora untuk menyenangkan hati melepaskan penat dari segala macam rasa lelah akibat hidup dan pekerjaan. Seorang pria di belakang Cleine mendekat, lalu bergerak seraya menggesekkan tubuhnya, tak nyaman. Cleine bergerak menghindar, lalu ia terus di desak. Ia merasa dilecehkan, tidak! Sebenarnya dia memang dilecehkan hanya saja kesadarannya nyaris tinggal setengah. Gadis itu memutar tubuhnya, menatap pria yang kini menatap, menantang. Cleine tak mau cari ribut hingga ia putuskan untuk segera meninggalkan tempat itu saja. Lalu duduk dan minum-minum. Gadis bertubuh tinggi kurus itu memang mabuk, tapi ia masih sadar. Sementara pria tadi berjalan mendekat, genggam tangan Cleine. "Lepaskan!" seru Cleine marah, memberontak. Sang pria botak dengan bola mata biru itu malah tersenyum. "You're drunk, baby," ucapnya kemudian. Cleine mendorong, seraya kemudian meronta minta dilepaskan genggamannya. Tak ada pergerakan dari pria itu, pun Cleine seolah kehilangan tenaganya. Ia masih sadar, tapi tak memiliki tenaga cukup untuk melawan. "Excuse me. She's my baby." Seorang pria dengan topeng yang ia kenakan mendekat, meminta si penggoda melepas cengkraman tangannya. Cleine menatap, dia tampan meski tak terlihat wajahnya. Jelas tampan, Cleine tekankan itu dalam hati. Dari garis rahang yang tegas dan manik mata grey yang terlihat jelas, lalu yang paling luar biasa adalah suara baritonnya yang memikat. Well, itu bisa menjadi alarm pagi yang menyenangkan dan membuatmu ingin memeluknya. Cleine menggelengkan kepala terkesiap, setelah lamunan sesaat ketika mendengar suara yang ia dengar barusan. Saat ini malah tak ada siapapun selain dirinya. Ia menoleh melihat pria bertopeng itu berdiri ke arah tengah klub memastikan tak ada lagi yang mengganggu gadis itu. Cleine ingat ini adalah pesta topeng dan ia memegang wajahnya. "Aah, good," berucap lega setelah mendapati topeng miliknya masih terpasang di wajah. "Kamu aman," suara bariton itu lagi. Langkah pria itu baru saja akan bergerak sebelum Cleine memegangi tangan si pahlawan yang menyelamatkannya, lalu menoleh pada Cleine setelah ia terhenti. "Hmm, mau minum? Anggap saja aku berterima kasih karena kamu menolongku, hmm?" Suara Cleine mendadak imut dan manja. Pria itu tersenyum, merasa gemas sepertinya, dengan apa yang ia dengar. "Sure," jawabnya. Keduanya minum dan menikmati malam. Cleine bukan peminum handal hingga ia coba tahan diri untuk tak minum lagi. Yang paling membahayakan adalah tubuhnya yang mulai terasa hangat dan ingin disentuh. Jantungnya bergemuruh riuh, sensasi gemelitik di tubuh yang buat ia mendesis sendiri. Cleine memalingkan wajahnya, agar pria itu tak melihat. "Boleh tau nama kamu siapa?" tanyanya setelah sekian lama mereka duduk berdua. Cleine menggelengkan kepala. Lalu menatap pada si pemilik suara bariton, mencoba bersikap seduktif dengan menopang wajah dengan satu tangan. Nampaknya mabuk buat ia hilang akal. "Tidak boleh," jawabnya. Pria itu jelas terlihat coba tahan senyum. Lalu menganggukan kepala. "Aku Will," ia memperkenalkan diri. "Oke, Will," sahutku. Cleine kemudian memalingkan wajah menatap ke arah lemari kaca yang berisi banyak botol minuman. Tak mungkin ia menatap pria itu terus-terusan meski garis wajah dan bentuk tubuhnya menggoda, seolah lambaikan tangan untuk disentuh. Sial! Batin Cleine meruntuki dirinya sendiri yang mulai berpikiran m***m. "Mau mengobrol?" Will bertanya, dari balik topengnya jelas ia menatap Cleine, terpikat. Dalam sudut pandang Will, Cleine sama menggodanya. Itu alasan ia tadi nekat mendekat dan menyelamatkan gadis itu dari para pria m***m. Cleine mengangguk dan kini mulai memalingkan wajah dan mencoba menjadi lawan bicara yang baik. Tentu saja wanita itu tak ingin jika merasa tak dihargai. Will tersenyum ketika lawan bicara kini mulai serius dengan pembicara mereka. "Kamu bilang mau ngobrol?" tanya Cleine. Will terkesiap nampaknya lupa jika ingin adu bicara. "Ah, iya. Kamu sudah punya kekasih?" "Sudah punya cucu tiga," jawab Cleine asal. Dia terkekeh, suara baritonnya benar-benar menggoda di telinga. Cleine jadi membayangkan mendengarkan deep voicenya saat ia baru saja bangun tidur. Hmm, menarik batin Cleine. "Aku serius." Will berujar sedikit terkekeh mendapati kelakuan Cleine yang sedikit menyebalkan. "Kalau sudah punya kenapa? Kalau belum kenapa?" tanya Cleine coba tanyakan kepastian atas pertanyaan yang Will ajukan. "Kalau belum, aku ingin berkenalan." jawabnya menggantung. Kini giliran Will yang menatap seraya menopang dagu dengan tangannya, menggoda. Menunjukkan sisi wajahnya yang terlihat tampan dari segala sisi. "Kalau sudah punya kekasih?" "Mau kenalan juga," jawaban kemudian terdengar dari bibir Will. Well, Will mungkin pengecualian bagi Cleine tentang perihal pria sok tampan dan menyebalkan. Pasalnya, Will memang tampan dan godaan yang pria itu lontarkan sama sekali tak terkesan murahan. Karena apa? Hmm, entahlah. Cleine hanya terpesona, atau karena ia merasa mabuk? Yang dilakukan Cleine malah mendesis, bukan karena apa tapi karena dirinya sendiri. Sudah dikatakan tadi, hasratnya meningkat setiap kali ia merasa hangat karena alkohol yang ia minum. Cleine malah mempoutkan bibir. Bisa ditebak reaksi selanjutnya adalah Will yang gemas sendiri. "Jangan seperti itu." "Seperti itu bagaimana?" tanya Cleine bingung. Will menunjukkan cara Cleine berdecih tadi lalu mempoutkan bibirnya. "Seperti itu," katanya. Cleine tersenyum, lalu meneguk minuman, lagi. "Bukankah kamu dan aku sudah berkenalan?" "Aku belum tau nama kamu." katanya. "Panggil aku sweet? Baby? Cutie?" Jawab Cleine menggoda, dengan sengaja mengigit bibir bawahnya. Batin Will merintih gemas, tergoda, meronta ingin cengkram dan peluk Cleine. Hanya saja ia tau Cleine bukan gadis seperti itu meski sikapnya sedikit centil dan tak tau diri. Itu karena dia mabuk. "Hmm, baby maybe?" "Yes Daddy?" "Ah s**t! Stop." Cleine tertawa, ia senang mempermainkan dan Will bukan hanya yang pertama. Tentu saja kekasihnya dulu juga pernah menjadi gemas sampai akhirnya berubah menjadi muak karena Cleine terlalu independen, tak suka diatur, keras kepala. Kemudian seperti kisah cinta Cleine yang lain. Semua berakhir menyedihkan, ya mereka putus. "Tak masalah aku suka digoda. Dan kamu cantik." Will mengatakan itu seraya merapikan jas yang ia kenakan. Cleine mendekati wajahnya, nyaris bersentuhan. Ia bahkan bisa mencium aroma black musk. Aku suka aromanya lembut tapi kuat. "Ini make up," bisik Cleine Lalu menjauhkan wajah, Will melirik lalu terkekeh. Sepertinya ia tak percaya dengan apa yang Cleine katakan tadi. Yang terjadi kemudian keduanya mengobrol sepanjang malam. Hanya bersama Will dan rasanya itu cukup mengusir kesendirian Cleine malam ini. Keduanya larut dalam obrolan malam yang semakin lama semakin membuat mereka terasa dekat. Bukan obrolan berat hanya hal umum dan enggak penting sebenarnya. Will menyenangkan dan Cleine suka suara seksinya saat ia bicara dan tertawa. Cleine suka bibir kotaknya saat ia tersenyum. Bukan berarti ini cinta, hanya saja ini menyenangkan sebagai teman. "Wanna do something?" tawar Cleine seraya menunjuk bibirnya. Will menatap, bertanya. Hasrat menggebu dari pria muda menuju 30 tahunan. Cleine mendekat, ia sudah mabuk sekali ia mendekati bibirnya ke telinga Will. Hingga menyentuh dengan tepian hidungnya. "Kamu tau maksudku." "Ah, please." Will berujar, baginya Cleine begitu manis dan liar dalam waktu yang bersamaan. Tak mungkin pikiran akan baik-baik saja setelah semua yang dikatakan wanita itu. Baginya saat ini adalah tentang sensualitas. Tentu saja penawaran ini brilian! Will tak ingin menyia-nyiakan. Ia berdiri dan menggandeng tangan Cleine yang berjalan seolah kehilangan gaya gravitasi. Wanita itu terkekeh geli lihat pria yang kini membawanya dengan begitu bernafsu. Bahkan ia sempatkan diri mencium bibir Cleine secara liar saat ia sampai di depan lorong, belum benar-benar keluar dari klub.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD