04. Pengganti

1018 Words
Empat tahun kemudian... Liana menatap Noah yang berlari bersama temannya, Keanu. Liana berhasil melahirkan putranya dengan selamat tiga tahun yang lalu. Sudah empat tahun semua berlalu, namun hatinya masih saja sering memikirkan Aidan. Bagaimana ia tidak memikirkan lelaki itu, wajah Noah dan Aidan sangat mirip. Hanya rambut Noah saja yang seperti milik Liana, berwarna sedikit kecokelatan. Mata, hidung, bibir, dan garis wajah Noah semua mirip dengan Aidan. Oleh karena itu, jika bertatapan dengan Noah, Liana selalu seperti melihat Aidan. Dan merindukan pria itu. "Ma, haus!" Lamunan Liana buyar, kepalanya tertunduk menatap Noah dan Keanu di depannya. "Tante, Kean mau es krim!" pinta Keanu. "Noah juga, Ma!" timpal Noah, ia memberikan puppy eyes andalan-nya pada Liana. Liana menggelengkan kepalanya. "Habis main panas-panas kok minum es sih? Nggak boleh gitu," ujar Liana lalu mensejajarkan tingginya dengan Noah. "Tadi katanya haus, diambilin minum aja ya?" Liana menatap dua bocah yang berbeda generasi dengannya itu bergantian. Noah yang memanglah anak penurut pun mengangguk, "Iya deh." "Sekarang kalian nonton aja gih, nggak capek apa lari-larian di tepi pantai terus?" ujar Liana. Liana memang membiarkan dua bocah ini bermain di tepi pantai asal ia yang memantau, jika ia sedang bekerja. Liana tidak akan membiarkan putranya bermain di tempat yang berbahaya seperti itu. "Setelah ini main di dalem aja, ya? Kasihan kulit kalian nanti hitam." Noah dan Keanu sama-sama menatap Liana dengan sedikit enggan. Mereka masih ingin berlari-lari. "Tapi kulit Noah nggak item, tetep putih. Keanu aja yang item," celetuk Noah polos. Keanu menatap sebal ke arah Noah, "Aku putih juga tau!" "Mana? Coba sini tangannya," ujar Noah. Bocah lelaki itu menyodorkan lengannya dan membandingkannya dengan lengan Keanu yang cenderung sawo matang khas kulit orang Indonesia. "Kulit kamu merah-merah," ejek Keanu lalu tertawa dengan kencang. Noah mencebikkan bibirnya kesal, "Kalau kena panas lama-lama memang mekhah-mekhah, tau!" “Bilang R aja nggak bisa, huuu.” Keanu kembali meledek Noah ketika temannya itu kesulitan mengatakan huruf R. Liana menghela napas. Tentu saja kulit Noah tidak mudah hitam, tapi cenderung akan memerah jika lama terkena sinar matahari yang menyengat. Noah bisa dikatakan anak yang tidak gampang menghitam. Mungkin gen bawaan dari Aidan. Ingat, darah bule London mengalir pada diri Noah. "Udah jangan kelahi, kita pulang!" putus Liana. Liana mengandeng tangan Noah dan Keanu, menggiring kedua bocah itu agar pulang. Sesampainya di rumah, Noah dan Keanu langsung berlarian menuju ruang bermain kecil yang dibuat di rumah ini. "Maaf ya kamu jadi kerepotan ngurus dua anak sekaligus, Keanu nggak minta macam-macam kan, Na?" tanya Tari, teman sekaligus rekan kerjanya sebagai chef di resort ini. Liana menggeleng. "Nggak kok, oh iya udah selesai?" Tari mengangguk. "Bank tadi agak ramai. Tapi untung bisa selesai cepat." Liana menganggukkan kepalanya lega, "Bagus deh. Suami kamu mana? Kok sendirian aja baliknya?" "Udah pulang duluan, aku yakin Kean masih lama di sini. Dari pada dia bosan di sini, mending tidur di rumah katanya." Liana ber-oh ria. Tari memang salah satu pekerja di resort ini, namun ia juga memiliki keluarga dan tinggal bersama keluarganya tidak di rumah yang disediakan pemilik resort. "Oh iya, sebentar lagi bakal liburan akhir tahun. Resort bakal 10x lipat lebih ramai dari biasanya. Kamu sudah siap?" tanya Tari lalu menerawang. Liana mengangguk yakin. "Sudah siap sih, tapi ntar kasihan sama Noah. Nanti sedikit tidak terurus." "Ada aku," celetuk seorang pria tiba-tiba. Liana dan Tari sontak berbalik, menatap pria yang baru saja masuk ke dalam rumah dan menimbrung. “Om Dakhian!” "Om Darian!" Noah dan Keanu sama-sama keluar dari ruang bermain saat mendengar suara Darian. "Om dakhi London yakan? Bawa oleh-oleh buat Noah sama Kean nggak?" Noah langsung mendekati Darian dengan tangan terulur minta digendong. Darian langsung membawa Noah ke dalam gendongannya. "Bawa dong, punya Kean ada di tas warna hitam. Dan punya kamu di tas biru," ujar Darian. "Asik!" Noah mencium pipi Darian kemudian meminta turun dari gendongan Darian dan berlari bersama Keanu menuju tas-tas berisi hadiah mereka. "Kean tidak perlu dibelikan, Dar," ujar Tari tidak enak. Darian menggelengkan kepalanya, "Kalau cuma Noah yang dibelikan ntar dia marah. Lagian aku juga deket sama mereka, nggak boleh dibeda-bedain, Tar." Tari mengangkat bahunya dan menyusul Kean dan Noah. "Udah hampir sore nih, kamu udah makan, Dar?" tanya Liana sambil melirik jam di dinding. Darian menggeleng, "Baru banget tiba di bandara dan langsung ke sini. Belum sempat makan," katanya. Liana menganggukkan kepalanya. "Makan yuk!" Tentu saja Darian tidak ingin melewati makanan yang Liana buat, masakan wanita itu selalu membuatnya ingin nambah terus. Liana mulai menata dan meletakkan makanan yang tadi siang ia masak, ia menatanya dengan rapi di meja makan. Darian mengambil makanannya sendiri. "Nggak ikut makan?" tanya Darian. Liana menggeleng, "Tadi udah makan." Darian ber-oh ria lalu melanjutkan makannya. Diam-diam, beberapa kali ia melirik ke arah Liana. "Pekerja lain memang tidak ingin kembali ke rumah ini lagi ya, Dar?" tanya Liana setelah sekian lama hening. Darian menggeleng, "Mereka udah nyaman di rumah sebelah selatan resort." Liana mendesah kecewa. "Aku jadi tidak enak, aku berasa pemilik rumah ini." Darian terkekeh pelan, "Bagus dong. Bisa leluasa di rumah ini." Liana mendengus sebal. Tetap saja ia merasa tidak enak, terlebih beberapa pekerja tampak tak suka dan beberapa kali tercyduk membicarakan dirinya di belakang karena mendapat perlakuan berbeda dari Darian. Dulu sebelum Noah lahir, Liana tinggal bersama sekitar tujuh pekerja wanita lain. Mereka ada yang bertugas membersihkan Resort dan belanja kebutuhan. Namun, sebulan setelah Noah lahir mereka memilih pindah ke tempat yang lain, dan Darian menyetujui itu. Alasannya satu, tangisan Noah benar-benar mengganggu mereka. Tidak ada yang bisa Liana lakukan saat itu selain meminta maaf. Saat bayi hingga usia satu setengah tahun, Noah sedang dalam masa rewel-rewel nya. Karena pegawai lain yang pergi, Liana jadi seperti pemilik rumah. Hanya tinggal berdua dengan Noah, dan Darian jika lelaki itu mampir untuk bermain bersama Noah. Hilangkan pikiran buruk kalian, Darian tidak pernah sampai menginap. "Pemilik resort akan ganti, bukan Pak Randy lagi," ujar Darian. Tangan lelaki itu mengaduk-aduk nasi di piring dan matanya menerawang. "Eh? Kenapa tiba-tiba?" "Pak Randy bilang resort ini dijual dan sudah dibeli oleh investor luar, dari London. Makanya aku kemarin ke London bersama Pak Randy selama beberapa hari." Liana mengangguk-angguk paham. "Sekarang resort ini bukan milik Pak Randy lagi," ujar Darian lalu menyuapkan makanannya. "Minggu depan pemilik baru akan melihat tempat ini." Liana mengerutkan dahinya melihat Darian yang tampak lesu saat memberitahu kabar tersebut. "Kamu tau orangnya siapa, Na?" lanjut Darian dengan suara yang terdengar ragu. Liana menggeleng, tentu saja ia tidak tahu. Darian belum mengatakannya. "Aidan Winston," lirih Darian. Telinga Liana masih berfungsi dengan baik, tetapi ia berharap ia salah mendengar. Tidak mungkin pria itu ‘kan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD