Chapt 1. Chandly's Past 1

2685 Words
---**--- East Village Apartment By Sudha, New York, USA., Kamar Chandly., Siang hari.,             Seorang wanita yang hanya mengenakan tanktop dan hotpants hitamnya. Dia masih terus melamun dalam posisi duduknya diatas kursi belajarnya. Menekuk kedua lututnya di atas kursi. Dengan pandangan masih menghadap ke laptopnya yang masih menyala.             Dalam diamnya, pikirannya masih terus tertuju pada masa lalunya yang sudah mulai hilang dari ingatannya. Tetapi, lagi-lagi masalah baru menghampiri hidupnya lagi seakan tidak ada habisnya.             Masalah yang membuatnya takut untuk tinggal di New York dan melanjutkan kembali study spesialisnya serta pekerjaannya yang baru saja sebulan dia jalani sebagai dokter umum di salah satu Rumah Sakit ternama di kota New York, Presbyterian New York Hospital of Columbia and Cornell.             Masalah yang melibatkan dirinya kepada para Bandit yang ternyata menjual Ganja dan Heroin. Berawal dari dirinya bertemu dengan mobil mewah yang ternyata adalah kesialaannya. Dan dia menyesal telah membuka dan melihat isi di dalamnya. Bahkan melapor kepada pihak kepolisian untuk segera mengangkut mobil mewah itu.             Dia mulai bergumam dalam lamunannya yang tidak berkedip. “Kenapa kau sebodoh ini, Chandly…” Gumamnya pelan dengan kedua matanya mulai memerah.             Yah! Wanita itu adalah Chandly Yuria Afnan.             Dia menyesali perbuatan bodohnya yang kembali terperangkap ke dalam masalah yang melibatkan seseorang pada masalahnya satu bulan yang lalu. Tepat sebelum dia pergi ke New York untuk melanjutkan study spesialisnya.             Sejenak dia mengalihkan pikirannya dari kejadian beberapa hari yang lalu itu. Kini ingatannya dengan pria itu, masih terus menghantui pikirannya. Dan seakan mengajak otaknya untuk kembali memutar memori itu. Memori satu bulan yang lalu. ---**--- Satu bulan yang lalu., Rumah Zhakaria Afnan, Jakarta, Indonesia., Dapur., Pagi hari.,             Seorang wanita tengah sibuk memasak di dapur. Seperti biasa, dia selalu membuat makanan khas keluarga Zhakaria. Bukan khas, mungkin lebih tepatnya adalah makanan favorit putri dan cucu satu-satunya keluarga Zhakaria Afnan, yaitu Chandly Oyuri. Saat wanita itu melihat seseorang mulai berjalan menuju dapur, wanita berusia 46 tahun itu lalu membuatkan segelas teh manis hangat untuk Mama mertuanya yang sudah berusia 74 tahun, Arisha Cantara. Mama mertuanya yang baru saja sampai di dapur dan hendak membantu dirinya memasak. Yah! Chandani Oyuri. Tugasnya di rumah ini menggantikan posisi Mama mertuanya untuk mengurus segala keperluan di rumah ini. Mulai dari masalah yang terkecil hingga masalah yang terbesar sekalipun. Sejak meninggalnya Eyang mereka, Ghayda Hamrah. Arisha mulai mengajari menantu satu-satunya, Chandani Oyuri untuk bisa mengatur segala yang ada di rumah ini. Dan Chandani tentu saja menerima itu. Mengingat kedua mertuanya sudah berusia senja. Dan dia harus paham dengan rumah ini beserta seisinya. Dan Chandani memutuskan untuk tidak memakai jasa pelayan di dapur lagi. Hal itu dia putuskan sejak pengunduran diri Bi Atik dan Bi Susi dari rumah mereka karena usia mereka yang sudah senja.             Awalnya Arisha mencoba untuk berbicara kepada menantunya, Chandani agar menyewa pembantu baru, namun Chandani menolaknya. Dan dia mengatakan, dia bisa mengurus dapur seorang diri. Karena untuk kebersihan rumah ini, sudah dilakukan oleh para pelayan yang lain. Chandani, setelah selesai membuat teh manis hangat untuk Mama mertuanya, dia lalu berjalan menuju meja makan dimana Mama mertuanya berada. Dia meletakan satu gelas teh manis hangat buatannya di atas meja makan. Dia lalu membuka suaranya. “Ini, Ma. Di minum dulu. Mumpung masih hangat. Biar hangat perut Mama.” Ucap Chandani dengan suara lembutnya, sebagai suara khasnya, lalu mencium pipi Mama mertuanya. “Terima kasih, Sayang.” Jawab Arisha dan memberikan pipinya kepada menantunya, Chandani Oyuri.             Begitu lah mereka. Mencium pipi sudah menjadi kebiasaan mereka setiap pagi. Dan hal itu Chandani biasakan sejak putrinya, Chandly berusia 3 tahun.             Mama mertuanya, Arisha juga menyetujui kebiasaan yang dia lakukan itu. Demi menjaga keharmonisan keluarga dan kehangatan keluarga kecilnya. Dia, Arisha juga bahagia karena sejak kedekatan dan hubungannya dengan menantu satu-satunya itu menjadi lebih dekat. Dan dia seperti merasa memiliki seorang putri kandung. Hari tuanya yang semakin bahagia. Selain memiliki putra yang pengertian, cucu yang cantik dan pintar, dan sudah bergelar sebagai dokter umum di usianya yang masih 24 tahun. Juga memiliki seorang menantu semata wayang yang sangat perhatian, lembut, penyayang dan juga bijaksana dalam mengambil keputusan dan juga mendidik cucunya, Chandly. Chandani, dia kembali ke meja dapurnya untuk melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai. Arisha, dia mulai membuka suaranya. “Sini, Nak. Biar Mama bantu.” Ucap Arisha seraya menawarkan diri bahwa dirinya akan membantu menantunya memasak.             Chandani lalu mengangguk iya. “Iya, Ma. Sebentar, Chandani ambil bahan-bahannya dulu.” Jawab Chandani yang mengerti lalu mengambil bahan-bahan atau bumbu  yang akan disayur.             Setelah dia siapkan, dia lalu berjalan menuju Mama mertuanya. “Ini, Ma. Dan hari ini kita masak makanan kesukaan anak itu lagi. Dia sudah request tadi malam sebelum tidur.” Ucap Chandani seraya menjelaskan kepada Mama mertuanya.             Arisha, mendengar hal itu dari menantunya. Membuatnya tertawa pelan. “Tidak ada bosannya cucuku itu memakan udang setiap hari.” Ucap Arisha menggelengkan pelan kepalanya dan direspon cepat oleh Chandani. “Iya, Ma. Chandani saja hampir muak memasaknya setiap hari. Untung Chandani  tidak ada riwayat cholesterol, dan masih sehat jantungnya. Kalau tidak, kan bisa gawat, Ma. Setiap hari harus mencicipi makanan yang berkadar lemak tinggi.” Ucap Chandani sedikit tertawa pelan sambil memainkan pisau yang ada di tangannya, memotong ikan di wastaple.             Arisha kembali membuka suaranya. “Iya, Sayang. Tapi setelah itu kamu harus rajin minum air hangat ya Sayang. Biar sehat jantungnya.” Ucap Arisha seraya menasehati dan masih melanjutkan kegiatannya memotong bawang dan diangguki iya oleh Chandani. “Iya, Ma.” Jawab Chandani singkat.             Dia kembali melanjutkan kalimatnya. “Daddy nya apa tidak marah, Nak ? Setiap hari dia makan udang terus ?” Ucap Arisha seraya bertanya sambil sesekali melirik menantunya yang masih sibuk membersihkan ikan di wastaple.             Mendengar pertanyaan Mama mertuanya, membuat Chandani menghela panjang nafasnya. “Uda hampir setiap hari, Ma. Mas Zhain menasehatinya. Tapi Mama tahu sendiri bagaimana Chandly, dia pasti akan merajuk, wajahnya cemberut. Dan ujungnya dia tidak mau makan, Ma.” Jawab Chandani lagi.             Arisha hanya menggelengkan pelan kepalanya mengingat sifat cucu semata wayangnya itu yang begitu keras kepala. “Dia sendiri seorang dokter. Tapi malah tidak menjaga makanannya.” Ucap Arisha sedikit tertawa kekeh.             Chandani, mendengar kalimat Mama mertuanya membuatnya ikut tertawa pelan juga.             Arisha, dia kembali membuka suaranya. “Oh ya, Sayang. Apa hari ini dia tidak jadi pergi sama Mas Gilangnya ? Katanya dia mau minta ditemani ke toko buku, sebelum berangkat ke  Rumah Sakit ?” Tanya Arisha kepada menantu satu-satunya Chandani.             Chandani terdiam sebentar. Mengingat apakah putrinya itu menyampaikan pesan untuknya tadi malam, agar membangunkannya pagi ini atau tidak. “Apa dia ada janji sama Gilang hari ini, Ma ? Kok Chandani lupa ya ?” Ucapnya serya bertanya kepada Mama mertuanya dan beralih menatap Mama mertuanya yang sedang duduk di kursi meja makan.             Saat Arisha hendak menjawabnya, suara seseorang membuyarkan pembicaraan mereka. Dan membuat mereka mengalihkan pandangan ke sumber suara. “Hari ini kami ada jadwal, Tante Chan.” Ucap orang itu berjalan menuju dapur.             Chandani tersenyum melihat siapa yang datang, begitu juga dengan Arisha. “Sudah sarapan kamu Mas Gilang ?” Tanya Chandani kepada keponakannya, Gilang Santoso, anak tiri dari adik angkatnya Sinta dan Ivan.             Arisha juga ikut membuka suaranya. “Sini duduk dekat Eyang, Nak.” Ucap Arisha dengan suara lembutnya sambil menepuk kursi yang ada di sebelahnya.             Gilang lalu salim kepada Arisha. Dan mendekati Chandani, juga salim kepadanya. Dia lalu duduk di kursi sebelah Arisha. Chandani kembali membuka suaranya. “Mau minum apa Mas Gilang ? Biar Tante buatin.” Tanya Chandani hendak mengambil gelas untuk keponakannya yang tampan itu.             Gilang menyengir. “Tante, tidak usah. Gilang sudah sarapan di rumah tadi, Tante. Papa beli lontong diluar saja tadi disuruh sama Mama.” Jawab Gilang seraya menolak halus dan menjelaskan, lalu diangguki iya oleh Arisha dan Chandani.             Arisha melanjutkan kalimatnya. “Mau pergi sama adik kamu ?” Tanya Arisha lagi seraya menegaskan apakah dia akan pergi bersama dengan Chandly atau tidak.             Gilang langsung menjawabnya dengan detail. “Iya Eyang, Tante. Chandly ada jadwal di Rumah Sakit siang nanti. Tapi dia minta ditemani dulu ke toko buku. Katanya ada yang mau dibeli.” Ucap Gilang seraya menjelaskan.             Arisha dan Chandani kemudian mengangguk iya.             Chandani kembali bersuara. “Adik kamu saja belum bangun, Gilang. Sana kamu bangunkan dia.” Ucap Chandani seraya menyuruh Gilang untuk membangunkan putrinya yang selalu bangun siang jika jadwal masuk kerjanya di siang hari. Dia kembali melakukan kegiatan memasaknya.             Gilang lalu beranjak dari duduknya. “Iya, Tante. Dasar dokter pemalas. Jam segini malah belum bangun!” Ucap Gilang sambil tertawa kekeh dan berjalan menuju lantai atas. “Chandly!! Mas Gilang datang!” Teriak Gilang sambil berjalan menuju tangga lantai dua.             Arisha dan Chandani hanya menggelengkan pelan kepalanya melihat tingkah Gilang yang menganggap Chandly sebagai temannya sendiri.             Yah! Begitu lah Gilang terhadap Chandly. Dia sangat menyayangi adik perempuannya itu. Walau hanya sebatas adik sepupu, tapi dia sudah menganggapnya sebagai adik kandungnya sendiri. … Kamar Chandly., Ceklek!             Pintu kamar terbuka. Gilang masuk ke kamar mewah dan luas, dengan nuansa kamar serba pink itu. “Ya Allah Chandly. Ini anak tidur uda macam kebo aja!” Ucap Gilang sedikit bernada tinggi, lalu berjalan menuju ranjang tempat dimana Chandly tidur seperti mayat.             Saat dia hendak menjangkau selimut itu. Terpikirkan olehnya untuk membuka tirai terlebih dahulu. Agar cahaya matahari masuk ke dalam.             Dia berjalan menuju tirai panjang yang ada  disana. Dan membuka secara penuh. Srreeekkkkk!! “Nah. Begini kan segar. Cahaya matahari masuk ke dalam.” Gumam Gilang pelan lalu mengikat tirai itu pada ujung jendela.             Dia lalu berbalik badan kembali berjalan menuju ranjang dengan desain Hello Kitty itu.             Tangannya menjangkau selimut tebal berwarna pink bergambar Hello Kitty itu. Dan menyibakknya ke samping. Sreeettttt!!! “Aaaawwww Mas Gilang!!!!” Teriak Chandly menutup wajahnya yang terkena pancaran sinar matahari dari jendela transparannya. Dia lalu membungkukkan tubuhnya menghadap ke kanan.             Gilang tertawa terbahak-bahak. “Wooiii! Bangun!! Habis sholat shubuh itu dibiasakan jangan tidur lagi!! Ntar jodoh lu semakin dekat!!” Teriak Gilang lalu naik ke atas ranjang itu, dan merebahkan tubuhnya disana. “Haaahhhh!!!!” Desah Gilang merentangkan kedua tangannya ke samping, hingga tangan kanannya  menimpa kasar tubuh Chandly. “Mas Gilang!!!!” Teriak Chandly lagi sambil mengibas kasar tangan abang sepupunya dari tubuhnya. Dan menggoyang-goyangkan kasar kedua kakinya seraya menunjukkan rasa kekesalannya. Dia masih tetap meringkuk, seraya ingin melanjutkan tidurnya lagi, dan tidak menghiraukan abang sepupunya itu.             Gilang kembali tertawa terbahak-bahak. Karena ini adalah hobinya. Membuat adiknya sebal. Dia hanya memiliki satu adik. Dan itu laki-laki. Jadi sangat sulit bagi Gilang untuk bercanda dengannya. Hanya dengan Chandly, dia bisa mengeluarkan sifat aslinya yang jahil.             Gilang, mendengar kalimat sebal dari adik sepupunya itu. Dia kembali membuka suaranya. “Kamu tahu Mas datang. Tapi kamu malah diam saja. Cepat bangun Chandly! Atau aku pergi sekarang!” Ucap Gilang seraya mengancam adik sepupunya yang masih tetap meringkuk membelakangi  dirinya.             Mendengar kalimat abang sepupunya, Chandly kembali bersuara. “Yauda sana pergi! Ganggu orang tidur aja!” Ucap Chandly bersuara serak masih dengan posisinya meringkuk ke kanan. Menutup wajahnya dengan sprei ranjang yang dia tarik ke atas. Dan masih membelakangi Gilang tanpa memperdulikannya lagi.             Gilang, mendengar balasan kalimat dari adik sepupunya. Membuatnya yakin, kalau adik sepupunya pasti lupa dengan jadwal mereka yang hendak pergi ke toko buku yang dia tuju hari ini.             Dia melihat ke samping. Adik sepupunya yang masih meringkuk membelakangi dirinya. Dengan piyama pinknya yang hanya sebatas paha. Gilang menggelengkan pelan kepalanya. ‘Untung aku sayang!’ Bathin Gilang seraya ingin mengumpat adik sepupunya itu.             Dia lalu beranjak dari posisi rebahannya. “Okay. Mas Gilang balik! Mas banyak kerjaan. Dan siang ini ada meeting dengan orang-orang di café! Kamu pergi ke toko buku sendiri! Mas gak mau temeni!” Ucap Gilang lalu turun dari ranjang, dan hendak berjalan keluar kamar.             Tiba-tiba suara teriakan itu lagi-lagi memekakkan telinganya. “Mas Gilang tunggu!!” Ucapnya lalu beranjak bangun, dan lompat dari ranjangnya.             Gilang segera menutup telinganya dengan kedua tangannya, dan seketika dia menghentikan langkah kakinya.             Chandly, dia baru ingat. Kalau hari ini dia meminta abang sepupunya untuk menemani dirinya pergi ke toko buku. ‘Kenapa kau lupa! Sial!’ Bathin Chandly seraya mengumpat dirinya sendiri.             Dia segera berlari menuju walk in closetnya. Mengambil handuknya dan ikatan rambutnya, dan segera berlari menuju kamar mandi. “Tunggu aku, Mas!! 15 menit lagi aku selesai!!” Teriak Chandly lalu masuk ke dalam kamar mandi dengan langkah lebarnya, dalam keadaan terburu-buru. Braaaakkk!!!             Dia menutup kasar pintu kamar mandinya dengan tergesa-gesa.             Gilang, dia yang melihat itu hanya bisa menggeleng-gelengkan pelan kepalanya saja. “Astaghfirullahal’azim. Adakah dokter yang seperti ini ?” Gumam Gilang pelan menggelengkan kepalanya sambil memijit-mijit keningnya.             Dia lalu berjalan menuju kamar mandi. Dan kembali membuka suaranya. “Mas Gilang tunggu di luar ya ?” Teriak Gilang berharap adik sepupunya itu mendengarkan teriakannya. “Iya!! Mas Gil!!”             Chandly berteriak dari dalam kamar mandi.             Mendengar teriakan balasan dari adik sepupunya itu, membuat Gilang kembali menggelengkan pelan kepalanya.             Dia lalu melangkahkan kakinya berjalan keluar dari kamar bernuansa pink itu. … Dapur.,             Gilang kembali melangkahkan kakinya menuju dapur. Terlihat di pandangannya, sudah ada banyak orang disana.             Semua orang mengalihkan pandangannya melihat siapa yang datang ke arah dapur.             Seseorang membuka suaranya. “Gimana Lang ? Sudah bangun adik mu itu ?” Tanya orang itu kepada Gilang.             Yah! Orang itu adalah Zhain Afnan, ayah kandung Chandly Yuria Afnan. Dia dan Papa nya, Zhaka sudah tahu kalau Gilang ke rumah mereka pagi-pagi hanya karena mau menepati janjinya menemani Chandly pergi ke  toko buku. Gilang, mendengar pertanyaan dari Om nya. Dia membuka suaranya. “Sudah Om. Tapi yah gitu, harus pakai drama dulu.” Jawb Gilang sambil tertawa kekeh.             Dia berjalan mendekati Zhaka dan Zhain. Kemudian menyalimi tangan mereka. Dia lalu duduk di sebelah Chandani.             Mendengar ucapan Gilang, membuat Chandani mulai membuka suaranya. “Drama lagi ya, Mas Gilang. Jadi dia sudah mandi ?” Tanya Chandani melirik sekilas melihat Gilang, sambil mengupas buah yang ada di piringnya.             Semua orang memakan makanannya masing-masing sambil ikut mendengar percakapan mereka.             Gilang kembali membuka suaranya. “Iya, Tante. Drama. Sekarang dia sedang mandi. Katanya 15 menit lagi, dia selesai.” Jawab Gilang lalu mengambil sepotong kue yang tersedia di atas meja makan.             Sambil memakan cemilannya, Gilang kembali membuka suaranya. “Om, hari ini tidak ke kantor ?” Tanya Gilang melihat Zhain.             Zhain yang sudah selesai dari acara sarapannya. Dia lalu membuka suaranya. “Iya, Lang. Rencana Om. Sebelum ke Rumah Sakit siang ini dengan Chandly. Om mau ke  kantor  dulu.” Jawab Zhain melihatnya sekilas.             Gilang mengangguk iya mendengar jawaban dari Zhain.             Selang beberapa detik, Gilang kembali melanjutkan pertanyaannya. “Oh iya. Om dan Tante mau melanjutkan kuliah dimana untuk Chandly nanti ?” Tanya Gilang kepada semuanya, dan direspon lirikan oleh semua orang.             Gilang yang tadinya menganggap pertanyaan itu biasa saja.        Dia lalu ikut melirik ke yang lainnya. Memandang mereka satu persatu. Glek! “Ada apa ? Apa Chandly belum ada cerita ? Kalau dia mau melanjutkan kuliah spesialisnya di Luar Negeri ?” Ucap Gilang menegukkan salivannya dengan susah payah. … Kamar Chandly.,             Seorang wanita tengah tergesa-gesa dan terburu-buru mengambil semua catatan yang sudah disiapkan untuk pergi ke toko buku. Dan membeli buku yang hendak dia beli. “Aaahh apa lagi yah! Kenapa jadi  blank begini!” Gumam Chandly sebal dengan dirinya sendiri. Sreekkk!! Sreekk!! Sreekkk!!             Dia menyibak-nyibak meja belajarnya. Mengambil semua catatan yang sudah dia tulis tadi malam.             Saat dia menemukannya. “Ah ini dia!” Gumamnya kembali bersemangat menjangkau yang dia cari.             Dia lalu memasukkannya ke dalam tas selempang kecil miliknya. Dan mengambil ponsel miliknya yang masih di charger di atas meja belajarnya. Dia juga memasukkannya ke dalam tas selempangnya.             Dia lalu memakai tas selempangnya, mengalungkannya pada lehernya. Dibiarkan bertengger cantik pada pinggang kirinya.             Mengingat dirinya yang belum berdandan dan rambutnya yang masih berantakan dan belum disisir rapi. Membuat Chandly kembali melangkahkan kakinya menuju meja rias yang terdapat cermin panjang disana.             Dia mengambil sisirnya. Dan membuka ikatan rambutnya. Mulai menyisir rapi rambut pirangnya, yang berwarna sama seperti Mama nya. Dia mengambil sedikit rambutnya, dan menyisirnya rapi. Mengikatnya ke atas dengan pita karet hitam. Membiarkan sisa rambutnya tergerai indah menutupi punggungnya.             Dia mengambil make up nya. Dan memoles wajahnya dengan sedikit make up agar terlihat sedikit segar dan cantik. Dia mengambil maskara waterproof nya. Dan memakainya sedikit, agar mempertegas bulu mata yang memang sudah lentik.             Pandangan matanya kembali tertuju pada lip balm favoritnya. Dan sangat pas untuk warna bibirnya yang memang sudah terlihat merah pink alami. Dia mengolesnya sedikit pada bibirnya.             Setelah dia merasa sudah pas dengan gayanya. Dia kembali mematut dirinya di  cermin yang menampakkan tinggi tubuhnya 1,65 meter. Tubuhnya yang tinggi semampai. Kaos putih ketat dengan lengan pendek. Dan hotpants berwarna biru, sebatas pahanya.             Dia lalu berjalan cepat menuju walk in closet. Dan memilih sandal jepit yang pas untuk penampilannya hari ini. “Hahhh ini saja!” Gumamnya sambil mengambil sandal jepit itu. Dan memakainya.             Dia masih sempat mematut dirinya di cermin rias panjang yang juga ada di sana. “Sudah pas! Okay! Let’s go, Chandly!” Ucap Chandly seraya menyemangati dirinya sendiri.             Dia lalu berjalan keluar disana. Dan melangkahkan kakinya menuju pintu kamarnya sambil bergumam pelan. “Semoga Mas Gilang tidak meninggalkanku.” Gumamnya pelan lalu membuka knop pintu kamarnya. Ceklek!             Dia kembali menutup pintu kamarnya. Dan segera berjalan menuruni anak tangga. Dia yakin, Mas Gilang nya pasti sedang menunggunya di dapur bersama dengan yang lain, pikir Chandly.             Saat dirinya mulai berjalan menuju dapur.             Chandly mengernyitkan keningnya, dengan langkah kakinya menuju dapur. Semua mata tertuju padanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD