LYU-1

1015 Words
Indira lahir dari keluarga yang sangat berkecukupan dan merupakan anak bungsu dimana kedua kakaknya sudah menikah semua. Indira siswi yang cukup cerdas semasa putih abu-abu dan mampu menghidupkan suasana di lingkungannya, bahkan teman-teman berada di sekitar Indira memberikan energi positif. Keberuntungan membuatnya masuk ke dalam Fakultas Psikologi di salah satu Universitas favorit di kota kelahirannya walaupun bukanlah bidang yang ingin ditekuni tapi Indira ingin membuktikan bahwa dirinya mampu. Hubungan dirinya dengan sang mantan karena keputusan sepihak atas ketidaksetujuan sang ibunda pada hubungan mereka, hal ini lebih dikarenakan sakitnya Indira meskipun begitu mereka berdua tetap berhubungan baik. Indira bertekad untuk serius belajar selama masa kuliah dan tidak memikirkan seorang pria sama sekali karena biarkan itu menjadi rahasia Tuhan tapi mungkin Tuhan mempunyai cara lain dalam membolak-balikkan hati umatNya dan itu yang Indira alami. "Dira" teriak Rosa sang mama dari lantai bawah dengan segera Indira keluar dan menatap sang mama "ada sahabat kamu Mutia" Indira turun dengan langsung melangkah ke arah Mutia "mau kemana kalian?" "Nongkrong, tante" jawab Mutia santai "sama Gina dan Yuli" mama hanya mengangguk. Indira bersahabat dengan Mutia terlebih dahulu dibandingkan dengan Yuli dan Gina, meski begitu sang mama tetap selalu percaya kepada mereka jika Indira keluar. Penyakit Indira tidak membuatnya manja walaupun masih suka dimanjakan oleh kedua orang tuanya dan sang kakak dimana masih diantar jemput padahal Indira sendiri memiliki kendaraan dan sekarang kendaraan hanya di garasi. "Dimas nanti datang" ucap Mutia melirik Indira "lo gak kangen sama dia?" Indira hanya tersenyum "kangen masa bilang sama lo, terus lo sendiri gimana sama si Alam?" "Ogah gue sama dia" jawab Mutia "pedekate sama mama mulu ada aja yang dibawa" "Bagus itu" jawab Indira sambil tersenyum menatap Mutia "denger ini lagu kita berdua" Di radio sedang diputar lagu Backstreet Boys "Show Me The Meaning" mereka berdua selalu menyanyikan lagu tersebut jika sedang bersama dan terkadang membuat beberapa orang sekitar yang mengenal mereka menjadi bosan. "Kita nanti satu kampus" ucap Mutia yang dianggukin Indira "bakal ketemuan gak?" Indira mengangkat bahu "kalaupun gak ketemu kita bisa komunikasi lewat SMS" Mutia mengangguk "gak berasa kita udah lama bersama bakalan masih seperti ini atau gak? tapi aku berdoa sampai kita tua tetap begini" Mutia mengangguk. Perjalanan mereka berdua cukup memakan waktu karena lokasi pertemuan cukup jauh tapi ini yang mereka inginkan. Hubungan dengan Dimas yang berakhir baik versi Indira dan belum tentu baik versi Dimas membuat Indira bersikap biasa walaupun butuh waktu untuk melupakan semuanya, kehadiran sahabat membuat melupakan faktor segalanya dan Indira menikmati kebersamaan sebelum disibukkan dengan tugas dan kehidupan kampus. "Wajah kamu pucat lebih baik pulang aja" bisik Dimas. Indira menatap Dimas dengan tersenyum "gue gak papa tenang aja" menepuk lengan Dimas pelan "lo buruan cari cewek" Dimas menggenggam tangan Indira membuat tubuh mereka berdua terkejut dan Indira berusaha melepaskan genggaman tangan itu. Dimas semakin erat menggenggamnya "aku membutuhkan waktu untuk mencari wanita seperti dirimu dan kebodohanku adalah tidak mempertahankanmu" Indira tersenyum "lo tidak bodoh hanya saja keadaan yang mengharuskan seperti ini" walaupun hati Indira sakit "kita masih muda dan banyak yang suka sama lo apalagi anak kampus nanti" melepaskan genggaman tangan Dimas "Gina, pulang yuk" "Lo pulang sama gue kali" tegur Mutia. Indira tersenyum tidak enak "maaf kebiasaan sama Gina jadinya melupakan lo" Mutia cemberut mendengar perkataan Indira. Dalam perjalanan Indira berpikir bahwa ini adalah pertemuan terakhir bersama Dimas karena nantinya mereka tidak akan bertemu kembali dengan disibukkannya kegiatan kampus. Satu kampus dengan Gina dan Mutia membuat setidaknya Indira memiliki teman sementara selama berada di kampus, pasalnya Indira sendiri terkadang susah untuk mencoba komunikasi dengan orang baru dan semoga lingkungan baru bisa menerima kondisi Indira. "Lo gak nyesel putus sama Dimas?" tanya Mutia ketika sampai depan rumah Indira "Dimas masih sayang banget sama kamu" Indira tersenyum "gue gak mungkin minta Dimas memilih antara gue dan orang tuanya" Indira menatap Mutia yang tampak berpikir "gak usah terlalu dipikirkan" menepuk lengan Mutia pelan "hati-hati di jalan" Indira tidak akan mau memikirkan Dimas kembali karena semuanya hanya masa lalu dan berharap Dimas paham dengan kondisi mereka berdua yang tidak memungkinkan bersama karena sedalam apapun perasaan mereka berdua akan terhalang dengan restu orang tua, awalnya Indira hanya bermasalah dengan sang kakak namun setelah ibu Dimas tahu mengenai dampak penyakit semua berubah tapi tidak secara terang-terangan seperti sang kakak tapi Indira dapat merasakannya sedangan ayah Dimas tampak tidak peduli dengan hal tersebut, meskipun begitu hubungan Indira dengan keluarga Dimas baik-baik saja bahkan sang ibu masih suka menanyakan Indira kepada Dimas. Dimas Tidak bisakah kita tetap bersama? Satu pesan dari Dimas tidak Indira hiraukan karena memang sudah tidak bisa diperbaiki kembali. Kedepan kehidupan sebagai mahasiswa sudah menanti di depan mata membuat Indira tidak sabar menghadapi apa yang terjadi ke depannya nanti. "Dik" panggil mama ketika melihat Indira akan naik ke atas "sudah siap jadi mahasiswi?" "Siap gak siap harus siap, ma" jawab Indira "Semua berbeda dengan waktu sekolah" Indira mengangguk paham "jangan jadikan status mahasiswa membuat adik semakin tidak karuan karena percuma adik sekolah di sekolahan agama" Indira mengangguk "Dimas bagaimana?" Indira menghembuskan nafas "begitulah" mama tersenyum menatap Indira. "Gak usah dipikirkan siapa tahu nanti di kampus ketemu jodoh yang lebih baik dari Dimas" Indira hanya tersenyum kecut mendengar perkataan mama "ucapan ibu itu biasanya banyak benarnya loh" "Terserah mama aja lah" ucap Indira "masuk kamar dulu ya, ma" sambil mencium pipi sang mama. "Kalau ada yang serius sama adik bakalan mama suruh papa terima" Indira hanya menggelengkan kepala mendengar perkataan sang mama. Indira paham dengan kondisinya dimana tidak mungkin ada keluarga pria yang bisa menerima kondisinya seperti ini, dirinya bisa hidup sampai sekarang adalah keajaiban kata dokter. Indira tahu keajaiban datangnya darimana tidak lain karena doa mamanya yang tidak ada hentinya dan Indira bersyukur mamanya selalu tegar dalam menghadapi permasalahannya. Indira tidak pernah kumat atau konsumsi obat apapun itu namun yang perlu Indira perhatikan adalah kondisi tubuhnya yang suka drop jika sudah terlalu diforsir dengan pekerjaan dan tugas, jika sudah begini nama Dimas tidak akan hilang dari benak Indira. Permasalahan Indira bukan hanya dengan keluarga Dimas tapi juga Erry. Erry adalah orang terdekat sebelum Dimas dan permasalahan dengan Indira adalah keluarga Erry menuduh Indira yang menyebabkan Erry berubah banyak, namun Erry bahkan menghilang sejak kejadian itu dan yang menemani Indira melewati itu semua adalah Dimas dengan Gina dan Yuli serta Bian. Indira hanya berharap Erry tidak datang dikehidupannya nanti tanpa adanya Dimas disisinya saat ini
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD