PROLOG

450 Words
    "Neng Vio, tunggu mamang atuh!"     Gadis cantik berbusana kebaya lengkap dengan sanggul di kepala itu berlari menyusuri pematang sawah. Kedua tangan memegang sendal jepit, dengan langkah kesusahan. Kaki terus berlari secepat mungkin menuju jalan raya. Sementara di belakang, beberapa pengawal nampak mengejar.     Violetta Prasetya. Nama indah pemberian sang ayah, sempat membuatnya bangga. Ia bahkan bisa melakukan apapun karena marga keluarga yang tersemat pada namanya itu, memang bukan sembarang marga.      Gadis dengan kebaya biru itu terus berlari, hingga di ujung, bertemu jalanan kecil yang langsung mengarah pada jalan raya atau biasa disebut jalan besar oleh warga desa.      "Neng Vio, berhenti!"      Teriakan itu tak ia dengar. Gadis itu masih berlari, berusaha menghindar dari kejaran dua ajudan orangtuanya, dan seorang pembantu, hingga akhirnya...      Brugh!      ~Argh!      Seorang pemuda yang tengah berusaha menghubungi seseorang dengan ponselnya itu, tertabrak oleh Viola. Ponsel mahal miliknya jatuh di aspal, dan pecah tak terbentuk lagi.     "Handphone gue!" pemuda itu menatap ponselnya yang sudah tak terbentuk. Terlebih setelah sempat terlindas truk dan beberapa kendaraan lain yang melintas.      Violet merasa tak enak hati. Dipungutnya ponsel tersebut. Ah, sial! Mati. Lagi pula apa yang kau pikirkan Violet?      "Ganti rugi!" pemuda itu nampak serius dengan ucapannya.      Violet membulatkan mata. Dari mana ia bisa mengganti rugi? Dompet dan seluruh isinya masih ada di rumah, tertinggal ketika ia berusaha melarikan diri dari acara pernikahannya sendiri. Sial memang. Kenapa keberuntungan tak kunjung datang padanya?       Air muka gadis itu berubah, murung. Ia memelas, memohon agar diberikan keringanan. Setidaknya permintaan maafnya cukup untuk mengganti ponsel mahal yang telah rusak itu.      "Tolong aku. Aku kabur dari rumah karena nggak mau nikah sama orang yang nggak kucintai. Aku kabur nggak bawa apa-apa, kecuali kebaya ini. Jadi, maukah kamu memaafkan aku? Aku janji, akan melakukan apapun, asal bisa terbebas dari rasa bersalah,"      Pemuda itu mengusap wajah dengan sebelah telapak tangan. Sepertinya, dia sedang frustasi. Itulah sekiranya yang berhasil Viola tangkap dari mimik wajahnya yang tak bersemangat.     Jika ditaksir, pemuda ini sepertinya baru berusia tiga puluh tahun. Tampan, dan dilihat dari gaya berpakaiannya, dia pasti bukan orang sembarangan.     "Oke, aku maafin kamu. Lagi pula, aku sudah tidak membutuhkan ponsel itu lagi. Tetapi, kesalahan kamu, harus tetap mendapat hukuman. Jadi pembantu di rumahku, dan layani aku selayaknya kamu istriku!"     Hah?      Apa?     Fiks! Kehidupannya yang mewah dan glamour itu akan berubah drastis dalam sekejab, hanya karena bertemu seorang pemuda. Mustahil. Kenapa semua harus terjadi?     Menjadi seorang pembantu bukanlah impiannya. Lagi pula, dirinya sama sekali tidak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga dengan baik. Memasak dan mendekor ruangan, hanya itu keahliannya, selain mempercantik diri tentunya. To Be Continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD