1. Perjanjian

715 Words
    Violetta tak mengerti kenapa ia harus mengatakan semuanya. Ucapan yang akhirnya membawa kehidupannya seperti berubah seratus delapan puluh derajat. Tinggal berdua dengan pria yang bahkan baru dikenalnya, dalam kurun waktu tak lebih dari 3600 detik.     Gadis itu menurunkan lengan. Rasa lelah menggelayut. Lengannya yang tak biasa melakukan pekerjaan berat itu, kini harus mulai belajar untuk digunakan bekerja keras hanya demi melunasi sebuah hutang. Ya, hutang karena tak mampu membayar ganti rugi sebuah ponsel. Bisa saja sih, ia meminta papanya membelikan ponsel yang sama, bahkan ratusan pasti bisa ia dapatkan dengan mudah. Tetapi, mengingat dirinya baru saja kabur dari rumah karena perjodohan? Ah, miris sekali nasibnya.    "Wah, hebat sekali nona besar ini. Pekerjaan belum selesai, dan kamu sudah berleha-leha disini!"     Ah~     Gadis itu terperanjat mendapati pria pemilik rumah yang notabennya merupakan bos nya saat ini, tengah berdiri tepat di depannya yang baru saja duduk di atas sofa. Hah, tak bisakah dia melihatnya senang sedikit? Baru sehari jadi pembantu, sudah seperti ini nasibnya. Bagaimana dengan hari esok?     "Ini, surat perjanjian buat kamu dan aku. Pasal pertama, aku mau kamu jadi pembantuku selama satu tahun. Pasal kedua, selain jadi pembantu, kamu juga akan menjadi istriku."      Hei, apa tadi katanya, istri?     "Apa kamu sudah gila? Kamu pikir, aku cewek apaan? Menikah sama orang yang baru kukenal, dan lagi, aku bahkan belum tahu siapa nama kamu,"     Gadis itu bersungguh-sungguh. Ia memang belum mengenal nama pemuda yang langsung membawanya pulang ke rumah itu. Setelah berjanji akan melakukan apapun untuknya, pria itu langsung menyuruhnya masuk ke mobil dan disinilah mereka sekarang.     "Oke, namaku Ammar. Aku...,"     "Apa, Ammar? Maksudnya Ammar zoni, gitu?" Violetta terkikik geli. Namun ia terdiam seketika begitu mata Ammar menatapnya tajam.    "Namaku, Ammar Zidni Atmajaya. Putra tunggal Atmajaya, yang bekerja dengan kakinya sendiri tanpa bantuan orang tua. Oke, perjanjiannya adalah, kamu tetap menjadi pembantuku di rumah ini, tetapi saat keluar rumah, kamu adalah istriku. Besok, aku mau kamu sudah harus bangun pagi. Kita langsung ke musholla, untuk melangsungkan pernikahan."     Eh?     "Heh, kamu beneran gila?" Violet mengulurkan tangan dan meletakkan tangannya tepat di kening Ammar."Nggak panas kok. Mungkin tadi kamu kesambet jin, ya?"     Ammar menangkis tangan gadis di depannya, membuatnya meringis. Ia tak peduli. Siapa yang menyuruhnya bersikap tak sopan padanya.     "Jangan lancang!"     "Lagian, kamu emang gila! Siapa juga yang mau nikah dalam waktu sesingkat itu. Memangnya kamu pikir, semudah itu mengurus pernikahan? Memangnya nggak butuh data...,"     Ammar baru akan melangkah menaiki tangga menuju kamar. Langkahnya terhenti sejenak, menatap Violet yang menatapnya bingung.      "Aku sudah mengurusnya. Lagi pula, kita tidak butuh surat resmi. Kita hanya menikah secara sirri. Puas?" Ammar berlalu menuju kamarnya di lantai atas.     Apa?     Dia kabur dari rumah, untuk menolak pernikahan resmi yang diatur orang tuanya. Dan sekarang, ia akan dinikahi seseorang yang baru ia kenal. Nikah sirri pula. Mungkin ini yang namanya hukum karma. Atau, memang ini sebuah hukuman untuknya yang melawan kehendak orang tua?     Gadis itu kembali duduk di atas sofa. Meringankan rasa sakit di kepala, yang tiba-tiba saja berdenyut. Mungkin ia terserang migrain. Benar-benar gila, Ammar itu.     Ammar menatap keluar jendela. Senyum merekah dari bibirnya. Senyum penuh kemenangan yang selalu ia tunjukkan saat mendapatkan kepuasan.     Ponsel di sakunya berdering, ia malas mengangkatnya. Tetapi, karena terus menerus berbunyi dan begitu mengusik, terpaksa ia mengangkatnya. Andre, nama yang terpampang pada layar.     "Hai brow, kemana aja nggak ada kabarnya? Lo nggak akan lupa, kan' sama perjanjian yang sudah kita sepakati bersama?"      Ammar tertawa. "Gue nggak akan lupa. Lagi pula, gue udah dapet ceweknya. Besok gue nikah, dan langsung akan membawa dia ketemu lo dan anak-anak,"      Andre terbahak. Ia cukup mengakui kehebatan seorang Ammar. Pria itu memang memiliki sejuta pesona yang bukan hanya menarik perhatian satu gadis, tetapi ribuan mata yang memandang.     "Okey, kita tunggu. Asal, lo nggak cuma omong kosong doang soal cewek itu,"      Ammar mengangkat sudut bibirnya, tersenyum penuh seringai, lalu menutup panggilan teleponnya secara sepihak. Ia tak sabar menunggu esok hari. Kemenangan sudah di depan mata. Selain itu, ia juga mendapatkan bonusnya. Gadis itu tak terlalu buruk. Cukup cantik, bahkan sepertinya bukan dari keluarga sembarangan.  To Be Continued Nantikan setiap part nya, yang pasti akan banyak kejutan..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD