2. Wedding

1757 Words
"Saya terima nikah dan kawinnya, Violetta Prasetya binti Daniel Prasetya dengan maskawin seperangkat alat sholat dan uang tunai sebesar lima belas juta, dibayar tunai."   Dengan begitu lantang, Ammar mengucapkan ijab qobul di hadapan penghulu, kemudian menandatangani sebuah surat perjanjian di atas materai, diikuti pula oleh Violetta. Resmi sudah, gadis itu menjadi istrinya. Miliknya seutuhnya dan bisa ia suruh berbuat apapun sesuai keinginan dan kehendaknya. Sekarang ia berkuasa atas diri Violetta.   Violet menatap hamparan rumput gading luas yang tumbuh subur di depan rumah, tempat tinggal Ammar itu. Usai acara pernikahan, pria itu menguncinya di dalam kamar. Menyuruhnya istirahat sejenak. Nanti malam ada kejutan untukmu, aku tak ingin melihatmu kelelahan di acara kejutan yang sudah kupersiapkan. Begitulah kalimat terakhir yang keluar dari bibir Ammar. Setidaknya itu yang mampu ia dengar sebelum pria itu mengunci dirinya di kamar ini.   Gadis itu masih menatap keluar jendela. Rumput gading tumbuh subur, namun tanaman hias disekitar tanaman rumput itu, nampak begitu gersang. Ia pikir, suaminya adalah seorang CEO perusahaan ternama. Apa mungkin, dia tak mampu menggaji seorang tukang kebun? Ataukah dia memang begitu pelit? AH, kenapa juga ia harus memikirkan hal tidak penting. Kalau ingin menanam bunga, nanti ia bisa saja menyingkirkan tanaman mati itu, dan menggantinya dengan bunga yang jauh lebih indah dan segar. Tetapi sebelumnya, ia ingin mengganti dekorasi rumah ini.   Sungguh, rumah ini terkesan menyeramkan dan membosankan menurutnya. Sofa yang berdebu, meja dan semua perabot juga nampak begitu kotor seolah tak pernah terjamah. Lihat saja kamar ini. Dekorasinya kuno. Sungguh, kamar pembantu di rumahnya sepertinya jauh lebih bagus dari pada kamarnya saat ini. Luas tapi memuakkan.   Gadis itu melempar tubuhnya di atas kasur yang empuk. Menatap langit-langit kamar, berusaha menghilangkan bayangan wajah kedua orang tuanya yang tiba-tiba saja muncul. Pasti mereka menghawatirkan dirinya.   Pandangannya kini beralih pada sisi kanan ranjang. Sebuah lemari kayu yang masih berdiri kokoh, namun sedikit usang. Ia bangkit dan membuka lemari tersebut. Beberapa potong gaun nampak tertata rapi. Sepertinya, sengaja disiapkan untuknya. Ia meraih salah satu gaun, dan mengganti kebaya pernikahannya di kamar mandi.   Usai mandi dan berganti pakaian, gadis itu kembali duduk di ujung ranjang. Ia tak menemukan meja rias disini. Ah, tak masalah. Cukup menyisir rambut dengan jari, lalu berbaring dan menutup mata. Istirahat. Hidup itu sesimpel itu. Lagi pula, suaminya tidak akan berani memprotes karena memang keberadaannya di rumah ini, hanya sebagai pembantu dan istri sirri. Tak lebih dari itu.   Baru saja gadis itu akan memejamkan mata, sebuah ketukan membuatnya mengurungkan niat untuk sekedar beristirahat. Dengan langkah gontai, ia menuju depan pintu dan membukanya. Nampak seorang pria baya berdiri di hadapannya, dengan sebuah kotak merah di tangan.   Mata pria itu nampak menyalang, menatap Violet dari ujung kaki sampai ujung kepala. Seolah terpikat pada kecantikan alami yang dimiliki gadis itu. Ah, tidak. Tatapan itu sepertinya bukan perasaan suka, tetapi sebaliknya.   "Siapa yang menyuruhmu membuka lemariku?" tanya Ammar. Suaranya bergetar menahan amarah. Ia memang tak menyukai seorang pun berani membuka barang pribadinya, tanpa ijin. "Dan gaun itu, lepaskan sekarang juga!"   Violet mematung. Ia tak mengerti apa kesalahannya. Bukankah ruangan ini seharusnya sudah menjadi miliknya, lalu kenapa membuka lemari saja, tidak boleh?   "Baiklah, biasa aja lagi bicaranya. Aku tahu diri kok. Lagi pula, masa iya, aku harus tidur dengan gaun pengantin. Makanya, tadi aku coba buka lemari dan menemukan gaun ini." Violetta berusaha menjelaskan semuanya. Namun, pria di depannya tak peduli, dan melempar sebuah tas ke arah ranjang, lalu melangkah keluar kamar tanpa mengucap sepatah kata pun.   "Dia itu kenapa sih?" gumam Violetta seraya menutup kembali pintu kamarnya.   Gadis itu memungut tas yang tadi sempat dilemar Ammar ke arah ranjang, namun terjatuh ke lantai. Ia mengeluarkan isinya. Beberapa potong kaos, pakaian dalam dan celana jeans serta dua pasang sepatu kets. Ah, sepertinya masih ada beberapa barang lain. Gadis itu hanya mengambil kaos dan celana, lalu masuk kembali ke kamar mandi. Mengganti gaun nista yang baru saja membuat masalah dalam hidupnya.   Sungguh, beginikah kehidupannya sekarang?   Hanya karena sebuah gaun usang, ia harus rela harga dirinya terinjak-injak. Ah, lupakan saja. Sejak menerima perjanjian itu, bukankah harga dirinya memang sudah... Lupakan saja.     Ammar meraih salah satu album photo. Meniup debu yang mengotori sampul album photo, yang merekam kenangan indahnya bersama seorang gadis itu. Perlahan dibukanya halaman demi halaman. Aura kecantikan terpancar dari wajah gadis yang sempat mengisi ruang kosong dalam hatinya, namun dalam sekejap juga mampu melukainya. Ah, kenapa pula dia harus membuka memori lama.   Pria itu menaruh kembali album lawas di tempatnya sempula, kemudian duduk di kursi ruang kerjanya. Ia membuka laptop, mengecek beberapa pesan masuk yang dikirimkan pegawainya. Rupanya banyak sekali E-mail yang masuk, dan menyangkut perusahaan. Dari beberapa pesan yang masuk, ia tertarik pada salah satu pesan gelap.   Dari seorang gadis, tetapi ia tak mengenal sama sekali nama e-mail nya. Sepertinya, dia bukan bagian dari perusahaan. Pesan yang masuk, hanya kiriman gambar sebuah dress berwarna abu-abu, dengan sebuah pita dibagian pundak. Ah, mungkin dia hanya ingin bekerja sama dalam periklanan.   Bosan. Pria itu memilih keluar dari ruang kerjanya, dan melangkah menuju ruang tamu di lantai bawah. Matanya terbelalak ketika mendapati Violetta tengah berdiri di atas kursi kayu, berusaha melepas korden usang di ruang tamu.   Gadis itu nampak begitu cantik, mengenakan sebuah kaos pendek berwarna putih dengan list kotak kecil dibagian tengahnya, yang dipadukan dengan celana jeans yang membalut kaki jenjangnya. Ia nampak begitu manis. Rambut yang sengaja diikat seadanya dengan sebuah karet, semakin mempertegas kecantikan alami gadis itu.   "Aku menyuruhmu istirahat, bukan bermain-main dengan kain usang itu," tegur Ammar seraya duduk di salah satu sofa.   Violet menghentikan sejenak aktifitasnya, menurunkan sebelah tangan. Ujung korden masih tersangkut di tempatnya.   "Aku bosan. Lagi pula, aku tidak mengerti, kenapa orang sepertimu bisa segini betahnya tinggal di rumah kotor dan pengap seperti ini. Aku yang baru dua hari tinggal disini saja, begitu muak melihat seluruh perabot dan...,"   "Lakukan saja apa yang kamu mau, jangan banyak berkomentar mengenai rumahku,"   Ck!   Gadis itu berdecak sebal. Lagi pula apa maksudnya bertanya, kalau toh hanya untuk mengomel. Sepertinya pria itu memiliki kepriabadian ganda. Mengerikan.   Gadis itu kembali melanjutkan tugasnya. Setelah berhasil melepas semua korden di ruang tamu, ia lalu membuangnya ke gudang. Tempat yang cocok untuk menyimpan seluruh barang tak berguna di rumah itu.   "Oke, aku sudah selesai dengan tugasku. Boleh pinjam ponselmu? Aku tahu, kamu memiliki banyak ponsel. Aku hanya meminjam sebentar untuk membeli beberapa furniture untuk rumah ini."   Ammar bangkit, menuju lemari kaca yang menjadi skat pembatas antara ruang tamu dan ruang tengah. Ia membuka salah satu laci. Sebuah ponsel tergeletak disana.   "Ambil ponsel ini. Mulai sekarang, itu jadi milikmu. Tenang saja, aku sudah isi kartu perdana di dalamnya. Lagi pula, wifi disini masih aktif. Kamu hanya butuh kuota saat sedang keluar rumah saja," Ammar mengulurkan ponsel di hadapan Viola. Gadis itu menerimanya dengan senang hati.   Violetta baru selesai membersihkan diri, dan sedang mengeringkan rambutnya ketika tiba-tiba matanya terantuk pada sebuah kotak di atas ranjang. Lama ia memandanginya, sebelum pada akhirnya membuka kotak itu.   Sebuah gaun berwarna merah menyala, dan sebuah high heels berwarna senada. Ia juga membaca sebuah pesan pendek di atas gaun tersebut.   Dariku, untukmu   Malam ini, kenakan gaun itu! Aku akan mengajakmu ke suatu tempat. Jam delapan malam, kutunggu di ruang tamu.   Ammar Atmajaya   "Dasar lelaki aneh! Suka seenaknya saja sih," gumamnya kesal. Ia meraih gaun di dalam kotak dan kembali ke kamar mandi.   Tak lama, ia keluar dari kamar dan langsung menuju ruang tamu, dimana Ammar sudah menunggunya. Pria itu langsung menarik lengannya dan membawanya masuk ke dalam mobil . "Ingat, di depan teman-temanku, kamu harus bersikap semanis mungkin. Anggap saja kita sudah lama saling mengenal, dan perlihatkan bahwa hubungan kita begitu harmonis,"   Gadis itu mengangguk, meski sebenarnya ia tak begitu memahami apa maksud ucapan Ammar. Ia hanya harus menuruti saja apa yang pria itu inginkan. Asal tidak merugikan dirinya.   Ammar tersenyum, dan mulai menyalakan mesin mobil.   Mobil sport berwarna silver itu, melaju dengan kecepatan sedang, meninggalkan halaman luas rumah mewah Ammar. Sementara itu, Viola tak banyak bicara, ia diam memperhatikan lalu lintas kendaraan.     Sebuah rumah makan mewah dengan design dan interior khas Eropa berdiri begitu gagah di depan. Usai memarkirkan mobil, Ammar segera menggamit lengan Violet, memasuki rumah makan berbintang itu. Lampu hias yang tergantu tak jauh dari pintu utama, menyambut kehadiran mereka. Beberapa pelayan nampak menunduk begitu melihat Ammar masuk. Sementara Viola, tak bisa menghilangkan rasa penasarannya. Punya pengaruh besar apa, pria itu, sampai semua orang menunduk hormat padanya? Seorang pelayan menggiring mereka menuju ruang VIV, disana beberapa tamu sudah menunggu kedatangan pengantin baru itu. Mereka adalah Andre, dan beberapa kawan Ammar yang juga turut hadir, ketika pria melontarkan janjinya untuk menikah tahun ini. Semua orang memandang Violet dengan tatapan takjub. Gadis itu tampil dengan polesan make up sederhana, rambut yang sengaja di sanggul tak terlalu tinggi dengan hiasan bunga berukuran sedang. Cantik dan menawan. Sementara sebuah gaun merah nampak membalut tubuhnya yang ramping. Sepasang high heels juga begitu pas menutup kakinya yang begitu indah. "Hai, namaku Andreas. Tetapi, kamu bisa memanggilku, Andre saja." Andre mengulurkan tangannya dan Violet membalasnya, gadis itu tersenyum ramah. Tak butuh waktu lama untuk Violet, agar bisa akrab dengan teman-teman Ammar. Gadis itu bahkan tak canggung lagi, untuk bercengkrama dan bercanda, meski diantara ketuju pria itu, dirinya satu-satunya perempuan. Tak heran jika mereka begitu nyaman berada pada satu forum dengan gadis berparas cantik itu. Ammar yang duduk tepat di samping Violet, merasa terabaikan. Padahal dirinya yang telah merancang sebuah kejutan untuk Violet, tetapi kenapa gadis itu justru mengerjainya? Tak benar. Pria itu bangkit, memperbaiki letak jas nya, kemudian menarik Violet secara tiba-tiba dan mengajaknya berdiri di atas panggung yang tersedia pada ruang VIV tersebut. Pria itu mendekatkan microfon pada bibirnya, dan... "Dia Violetta Prasetya, putri dari Daniel Prasetya sang pengusaha kaya raya, yang kerajaan bisnis nya tentu sudah dikenal banyak orang. Dan asal kalian semua tahu, gadis ini bukan hanya istriku, tapi dia juga rela menjadi pembantu di rumahku. Dia sendiri yang mengucapkannya padaku, sebelum kami menikah dan dia juga rela mem…," Viola menutup bibir dengan kedua belah tangan. Matanya terasa begitu panas dan mulai berembun. Ia tak sanggup lagi mendengar penghinaan ini. Kenapa Ammar begitu jahat padanya? Padahal, dirinya telah rela melakukan apa saja. Bukan tanpa alasan, ia tiba-tiba mau dijadikan pelayan. Ini semua juga karena dirinya benar-benar sudah tak memiliki apapun, karena dompet dan seluruh isinya tertinggal di rumah. Kejam, pria itu benar-benar tak punya hati. Gadis itu turun dari panggung, berlari keluar resto. Ammar tertawa licik, namun melihat teman-temannya menatapnya kesal, pria itu memilih turun juga dari panggung. "Maksud lo apaan sih, Mar? Lo mau bikin tuh cewek malu, itu bukan salah satu perjanjian kita. Dia juga nggak ada sangkut pautnya sama masalah lo dan bokapnya. Ah, lo emang jahat, Mar. Nggak punya nurani, lo!" Andre berlari keluar Resto, berusaha mencari keberadaan Violetta. Ia berusaha bertanya pada beberapa pengunjung, tetapi nihil. Pria itu akhirnya memilih untuk mencari Violet dengan mengendarai sebuah motor, agar lebih cepat. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD