Chapter 1

4538 Words
Chapter 1 (Episode Tentang Episode) Barang kali dunia yang kini kau pijaki adalah keberuntungan tiada akhir Barang kali pula hawa panas yang menemai harian mu adalah kenikmatan tiada akhir Barang kali juga sesak pedihnya berjuang untuk menang adalah kekuatan yang tak akan pernah bisa dikalahkan sekalipun oleh diri mu sendiri Jangan ber duka ... Bukan hanya engkau yang terluka atas dunia Tapi aku jua ... -aisyadzahra ** Tuhan punya rencana yang ditulis selama entah ratusan tahun, ribuan tahun, jutaan tahun bahkan miliyara tahun yang bahkan dipikir dengan nalar pun rasanya tak sanggup, Tuhan menuliskan rencananya ke dalam buku harian kepemilikannya atau yang sering di sebut dengan Lahulmahhfuz, dalam bukunya yang ia kasihi itu tertulis banyak hal – hal takjub sekaligus ajaib untuk setiap kaki dan kepala yang ia ciptakan. Tak tanggung – tanggung, Tuhan menciptakan suatu hal penuuh kehidupan bahkan tak absen dalam lingkup sekecil ukuran debu pun ia berikan kehidupan yang mana makna syahdunya adalah sama. World ... Dunia ... Tuhan menciptakan dunia dengan keindahannya, kemegahan, sekaligus meninggalkan jejak dengan skema – skema menajubkan hingga hal – hal di luar nalarnya hanya untuk dinikmati manusia – manusia kecil itu. Terkadang manusia kecil yang bahkan tak lebih besar dari hewan berkaki empat merasa ia yang paling agung, merasa ia yang paling berhak dengan melupakan siapa penciptanya. Tak khayal juga terjadi di desa asri, cuaca dingin dengan iklim tetap sesekali menurun hingga tukul butiran es kristal di setiap titik tumbuh. Desa yang terkenal dengan kesyahduan dan kehangatan sebab di dekap tumbuh – tumbuhan hijau nan besar itu kerap kali di sebut dengan Jenggala Village. Jenggala ... Ia berarti hutan, tapi hutan yang di ciptakan fiksi oleh author ini lain dari pada yang lain. Ia tak punya ilmu sihir atau aliran seperti milik tokoh – tokoh pewayangan atau tokoh fiksi ciptaan tangan manusia, Jenggala ini adalah kehidupan yang benar – benar membuat siapapun di dalamnya hidup termasuk gadis berusia dua puluh tahun, mantan mahasiswa semester tiga sekaligus mantan pemain biola sekaligus hobi dan menyebut dirinya sebagai ballerina. Ia ... Nasya Qanitah, gadis cantik dengan rambut panjang sebahu tanpa ikal lalu poni setengah panjang tepat bertengger lipatan telinganya. Wajah bulat oval dengan berat badan yang tidak cuku ideal karena gadis ini memiliki tinggi badan seratus lima puluh lima sentimeter, dengan berat badan empat puluh delapan. Kali ini gadis dengan tubuh tidak selangsing aktor dan aktris dunialah yang menjadi tokoh utama, hidup di tengah kesederhanaan rumah tangga orang tuanya, berjuang demi menyelamatkan harkat dan martabat dan gadis ini benar- benar gambaran wanita pejuang pada nyatanya ... Di dalam tubuhnya yang berisi itu bertengger sebuah jiwa yang sukmanya begitu periang, lucu, memiliki amarah yang bisa diambil alih oleh pikirannya, dan ia memliki pedih tersembunyi sebab suatu hal yang menjengkelkan. Inilah sepenggal kisah gadis bernama Nasya yang baru saja memulai perjuangan dalam dunia kerja yang benar- benar sempit. ** ** Teriknya sang surya kala menyinari tempatnya berkerja (earth) membuat cuaca pagi pukul sepuluh menyentuh angka dua puluh sembilan derajat celcius di tengah – tengah perkotaan yang padat dengan gedung pencakar langit yang jumlahnya lebih dari lima puluhan. Nasya memberhentikan angkutan umum yang ia tumpangi tepat di depan halte perusahaa tempatnya di wawancarai, lalu berlari dengan cepat setelah menyelesaikan transaksi dengan supir. Kruwuk ... Suara seruling di perutnya menghentikan laju Nasya yang kini berdiri di ambang pintu kantin lalu melirik ke arah kantin mewah dan meneguk ludahnya saat itu juga karena terbius oleh aroma makana yang begitu syahdu di rasakan kenikmatannya. Dengan setelan hitam putih yang tak lagi seputih sebelumnya, gadis itu berjaalan dengan percaya diri dan memesan makanan termurah. Al hasil ia mendapatkan seporsi mie goreng kesukaannya tanpa telor ataupun toping – toping kesukaannya dahulu. Ia makan dengan lahap sebelum di mulainya presentasi meskipun dalam pikirannya ia tengah meneguk ludah imajinasi karena isi dompetnya hanya tinggal selembar kertas biru yang hanya cukup untuk dua hari. Ya ... Ia gadis miskin yang bertekad lain untuk hidupnya yang baru, dengan uang seadanya dan riwayat pendidikan setara sekolah menengah atas namun denga nilai – nilai yang cukup membanggakan, Nasya yakin Tuhan pasti memberikan jalan untuknya bisa membawa semua yang ia cintai keluar dari semak – semak milik lelaki itu. ‘’Huh kenyang ...’’ Gadis ini mengelap mulutnya dengan tissue lalu bangkit dan melajutkan jalanya untuk mencari ruangan seperti yang tertera di emailnya. ‘’Oke, lets try Nasya, you can do it ...’’ bisiknya menyemangati diri sendiri. Ia berjala penuh percaya diri, duduk dengan anggun dan penuh kharisma serta tak ketinggalan nampak seperti pegawai tetap di perusahaan yang tengah ia jajaki untuk menjadi tempatnya mencari nafkah. Gadis ini menanti antrian dengan detak jantung yang berdebar amat kencang sampai – sampai ia gemetar tapi berusaha ia tutupi dengan hal lain yaitu menggoyangka tubuhnya pelan ke kanan dan ke kiri seolah tengah mendengarkan musik. ‘’Peserta nomor tiga puluh satu ...’’ Ya ... Nasya Qanitah terpanggil, ia mengangguk dan tersenyum lalu berusaha sebaik mungkin nantinya ... Nasya ... Ini lah awal untuk memperjuangkan hak keluarga, semangat... Aku pasti bisa Aku yakin ... Oh iya ... Hai guys! Kenalin, aku Nasya Qanitah. Salam kenal semuanya… Aku anak dari Mama Zahro dan Papa Azka, aku lahir secara normal dari rahim mamaku untuk yang pertama kali dalam hidupnya. Saat ini, terhitung 13 Agustus tahun 2000, aku telah hidup selama 20 tahun hampir ganjil 21 tahun di agustus nanti. Dalam kehidupanku, mama dan papa selalu mengajarkan untuk memperkenalkan diriku dengan baik dan sopan. Jadi aku sangat terbiasa memperkenalkan diriku terlebih dalam wawancara pekerjaanku saat ini. Aku berdiri di hadapan tiga orang yang berprofesi sebagai HRD untuk wawancara pekerjaanku dalam posisi administrasi. Gemasnya, mereka tertawa saat aku mengatakan aku adalah anak yang pertama kali keluar dari rahim ibuku, setelahnya ibuku memberiku adik 3 orang. memiliki tiga adik laki-laki, mereka semua tampan. ‘’Cukup perkenalannya, apa pekerjaan kamu sehari hari?” tanya HRD wanita dengan menatapku lembut. Akupun tak kalah bahagianya dan membalas senyumannya sebelum memberikan jawaban. ‘’Pekerjaanku belajar, mempelajari semua yang tidak aku ketahui dengan sangat keras. Aku tau, dalam tes IQ mungkin angka yang menunjukan kecerdasanku tidaklah banyak. Tapi aku adalah orang yang suka sekali berusaha, aku gemar mempelajari hal baru meskipun aku tidak mengerti sampai aku lelah dan akhirnya aku mengerti kesimpulannya. Pekerjaan lainku juga menyelesaikan studi hingga SMA sekalipun orang tuaku menuntut untuk melanjutkan ke universitas.’’ ‘’Kenapa tidak melanjutkan? Dan malah memilih bekerja disini?’’ tanya Hrd pria dengan raut penuh penasaran. Lagi-lagi aku tersenyum dan menegapkan tubuhku yang duduk di atas kursi kayu sebelum aku menjawabnya. ‘’Aku melanjutkannya Bu, Pak. Aku melanjutkan studiku di perusahaan ini. Di perusahaan ini aku akan belajar banyak hal sembari memberikan baktiku pada perusahaan ini. Aku melanjutkan cita-citaku di sini, di perusahaan hebat ini. Dengan kemampuan belajarku yang tak pernah habis, aku yakin aku akan sangat membantu untuk menwujudkan visi misi perusahaan agar semakin nyata. ‘’Wah. Hebat sekali jawabannya. Oke, kami rasa sudah cukup wawancara hari ini. Silahkan kembali ke rumah dan tunggu email dari perusahaan kami.’’ ‘’Siap pak, bu. Kalo begitu saya permisi. Teria maksih dan maaf sebelumnya. Selamat siang…’’ Aku mengundurkan diri dari ruangan dengan atmosfer sangat dingin, beberapa orang harus mau masuk ke ruangan itu hanya untuk menjawab pertanyaan yang sebenarnya tidak memberikan kepastian akan diterima atau tidaknya dia. Bahkan dalam ruangan bertuliskan hrd itu secara tidak sengaja, semua orang menggantungkan kepercayaannya pada profesi. Bukan pada Tuhan. Huh, semenjak aku memasuki ruangan untuk wawancara, aku selalu berguman dan menyemangati diriku. Jika aku tidak mendapatkan pekerjaan ini. Itu artinya aku akan dapat pekerjaan yang lebih baik yang sudah Tuhan percayakan padaku. Aku berjalan meninggalkan ruangan Hrd dengan pelan, mataku tak menemukan focus. Saat ini fokusku hanya bagaimana aku menghadapi kedua orang tuaku yang saat ini pasti tengah menahan emosi sebab aku meninggalkan tes perguruan tinggi dan memilih melakukan wawancara. Aishhh! ‘’Ah! Maaf mbak saya tidak sengaja,’’ dengan bodohnya aku menabrak seorang wanita dengan kulit putih pucat dan rambut mengkilap. Aku tak sengaja menabraknya saat mengusap wajahku berulang kali karena pikirku sedang semrawut. ‘’Iya mba,lain kali perhatikan cara berjalanmu.’’ ‘’Ah iya mba maaf, saya sedang banyak pikiran.’’ Jawabku menduduk. ‘’Iya nggapapa mba, kenalin. Aku Angel.’’ Sapa dan salam wanita tak berhijab dengan senyuman manisnya. Wajahny aputih dan matanya yang kecil khas keturunan Chinese membuatnya semakin menawan. Aku sebagai wanita juga terpikat untuk pertama kalinya hanya dengan melihat wanita dihadapanku tersenyum. Dengan senang hati dan girang, aku menyapanya kembali. ‘’Oh haii, aku Nasya… Aku dari Jenggala Village. Kalo kamu??’’ sapaku dengan senyum terntunya dibarengiu dengan mataku yang menyipit sempurna. (desa Jenggala adalah desa fiksi yang dibuat oleh penulis. Desa ini terletak di provinsi smiling. Desa itu cenderung asri karena berada di dataran tinggi. Penduduknya ramah, murah senyum, dan taat beribadah ekaligus menghargai toleransi umat beragama. Desa sweet sendiri adalah tempat nasya dan keluarganya hidup denga kesederhanaan dan juga kenyamanan. Di desa itulah nasya hidup sebagai wanita yang cukup kuat, tangguh, berakal sekalipun tak pernah mendapat juara 1 di sekolahnya.) ‘’Hai, salam kenal. Aku dari light sky. Kalo gitu aku duluan ya. Aku ada wawancara hari ini.’’ Kata wanita yang aku baru ketahui sejak perkenalan kami bernama angel. Setelah kalimat itu, kami berselisih dalam berjalan, aku pergi ke arah pintu keluar sedangkan angel ke arah pintu masuk. Hari ini memang hari yang cukup berrat. Setelah ini aku harus pulang dan dalam perjalanan aku harus mempersiapkan diri untuk memeberikan pengertian kepada keluargaku. Dalam perjalanan pulang aku juga harus menulis semua kalimat untuk ceritaku yang baru, oiya… selain aku melamar pekerjaan. Aku juga suka sekali menulis, aku suka menulis puisi, novel romance, dan beberapa lirik lagu yang tak sempat dilagukan hehe. Author Pov Nasya berjalan ke arah parkiran denganmengikuti koridor yang setiap sudutnya punya petunjuk letas bassment. Wanita itu memarkirkan motor di bassment paling akhir yang mengharuskan dia turun sebanyak empat lantai dan melewati parkiran mobil yang berisi banyak mobil mewah. Gadis itu berjalan tanpa focus pada jalan tapi justru pada ponsel yang ia genggam. Semerbak wangi ruangan mulai menghilang, hawa sejuk dan dingin dari mesin pendingin ruangan sudah tiada berganti bau pengap asap kendaraan dan panasnya suhu di kota besar ini. Nasya berguman menirukan suara dan lirik lagi serta nada yang dinanyikan penyanyi favorit gadis itu melalui earphone, disambi tangannya mengetik setiap jalan cerita novel yang ia ciptakan sambil berlagak menjadi tuhan. ‘’Tua bersama dirimu aku mau…’’ (lirik lagu Tua Besamamu –Anandito Dwis & Anisa Rahma) ‘’AIsihhh, s****n!’’ ‘’Arghhhh….’’ ‘’Handphone akuu!’’ Gadis yang menggenakan setelan hitam dan rambut ikal itu menatap naas ponselnya yang tergletak dibawah kaki berspatu mengkilap. Ia tak henti hentinya menatap geram dan sedih atas apa yang menimpa ponselnya itu, kacanya retak, bahkan saking sudah sangat tuanya ponsel milik gadis itu sampai sampai layarnya terlepas dari tubuh ponsel. ‘’Ini kan harta aku satu-satunyaa…. Aishhh! Sialaaan!’’ teriak nasya yang maish menatap ponsel dan beralih membungkuk untuk memunguti sisa sisa ejnazah benda tak bernyawa itu. Setelahnya dan merasa cukup menatap ponsel, Nasya berdiri dan menetap pria bertubuh jangkung itu yang malah sibuk menglap lengan tuxedonya dengan sarung tangan gelap. Melihat itu si gadis yang sudah menahan emosinya naik pitam. ‘’Heh, kalo jalan pakai mata dong! Handphone gue kan jadi rusak,’’ kata Nasya sambil mendorong bahu pria yang cukup tampan. Mayan ganteng juga nih, batin Nasya berguman di sela – sela emosinya. ‘’Oke, sorry…’’ jawab pria dengan setelan tuxedo dan jam tangan puluhan juta. ‘’Ganti handphone aku plisss,’ya??’’ sahut Nasya yang tadinya tak menatap wajah pria di hadapannya kini terpaksa menatap wajah putih bersih, sorot mata yang tajam, tinggi badan sekitar serratus delapan puluh lima sentimeter, harum maskulin dari tuxedo silver, dan yang paling penting pria di hadapannya sangat tampan bahkan sangaat sangaaat tampan. ‘’Hum?’’ lirih Nasya sambil emnggigit bibirnya memelas. Tapi tetap tak digubris oleh pria bertubuh kekar itu. ‘’Ishh! Anda bisu atau bagaimana sih? Oke, kalaupun gak mau ganti ponsel gue. Minta maaf gih! Buruan,’’ teriak Nasya frustasi sambil memijit kepalanya yang pening. Pikirannya berkecamuk kapan ia bisa membeli ponsel baru sementara uang jajannya sudah dihentikan. Nasya yang malang. ‘’Oke sorry…’’ jawab pria itu lagi dan lagi dengan kalimat yang sama sperti sebelumnya, hanya dua kata saja. Wajah tampan ditambah sorot mata tajam itu menatap manik mata berwarna coklat milik gadisberambut hitam pekat dengan kagum. Wajahnya ayu tapi tidak membosankan, tatapan amarahnya lucu dan tidak menakutkan, suaranya lembut tapi tidak mendayu. Daniel menatap Nasya dari atas kebawah membuat gadis itu rishi dan merasa dilecehkan. ‘’Apa – apaan sih!’’ tukas Nasya melihat gerak gerik pria yang tak ia ketahui namanya yang amat mencurigakan. ‘’Ini, ganti hp kamu. Saya tau kamu agak kekurangan, anggap saja saya sedag beramal’’ Daniel melanjutkan ucpannya setelah melihat pakaian yang dikenakan Nasya bukanlah dari brand ternama seperti Gucci, Chanel, atau designer local juga tidak, Daniel hanya merasa jika wanita dihadapannya masuk dalam kategori miskin yang harus ia santuni. Nasya yang melihat pria di hadapannya mengeluarkan uang dollar menatap tajam dan malah melemparkan uang yang pria itu berikan tepat di wajahnya. ‘’s****n lo!’’ Maki Nasya setelah melempar uang dan berlalu pergi meninggalkan Daniel yang mematung tak bergerak antara terkejut dia tak meneria uangnya dan terkejut ia bertemu perempuan yang tiada takut dengannya. “Ck,’’ decak Daniel lirih lalu pergi tanpa memungut uang dollar yang sudah tergletak di lantai parkiran. ** Di suatu waktu yang sama ketika Nasya kembali ke parkiran memungut uang dollar yang tadinya ingin ia tinggalkan. Dingin yang berasal dari mesin pendingin ruangan memberikan ketegangan yang semakin menyulut kemarahan seorang Daniel, giginya menggeretak sembari tangannya menopang dagu kekar dan indahnya itu. Wajah yang simetris dengan alis tebal serta bulu mata lentik, bibir tipis berwarna merah, hidung yang tinggi serta tatapan mata yang tajam kerap kali menghipnotis semua wanita sampai – sampai wanita itu tak segan menurunkan harga dirinya demi sentuhan seorang Daniel. CEO perusahaan property turunan dari keluarga sekaligus aktifis organisasi kemanusiaan, dan tak tertinggal selalu berbakti kepada kedua orang tuanya. Lelaki itu masih menggerutu sesekali melihat ke arah cctv yang terpampang di layar PC besar hampir sebesar dadanya. Ia masih terheran ada orang yang berani menyalahkan dirinya, bahkan semua karyawan, orang – orang di sekitarnya tak berani menatap matanya setajam itu. Tatapan penuh keksalan dan menuntut balik sesuatu darinya, Daniel benar – benar baru mendapati wanita yang berani merutuki bahkan sampai memarahinya, mendorong tubuhnya. ‘’Oh!!! Damn her!’’ Seolah tengah mereka ulang adegan, Daniel melihat dengan seksama rekaman kamera cctv, memperhatikan sesekali menjeda dan membesarkan wajah wanita tadi dengan mata tajam menyerupai miliknya. ‘’She’s beautiful, I think…’’ Pria tampan itu menggerutu sesekali tersenyum lalu jarinya dengan cepat menyentuh layar ponsel mahalnya dan menghubungi seseorang untuk mencarikan wanita yang berani menatapnya dengan kekesalan itu. Setelahnya, Daniel meanjutkan pekerjaan perusahaan dirian Ayahnya. Tapi sebelumnya, pria itu terlebih dahulu menatapi foto wanita yang terletak di meja kerjanya dengan sorot mata penuh kerinduan. Di sisi lain… Senja tak terasa mulai bergembira datang membawa kabar rehat untuk semua mahluk di dunia, bersamaan dengan hujan yang mengguyur bumi. Suara rintik hujan yang bersentuhan langsung dengan atap rumah menghasilkan bunyi berisik nyaring yang tak pernah menjadi candu, namun sesekali memberikan rasa takut setiap mendengarnya. Tapi ada yang berbeda, bunyi rerintik hujan yang turun ke bumi dan bersentuhan dengan tanah justru kini menjadi candu. Aroma yang memabukan dan suara syahdu yang damai mampu menghipnotis semua mahluk bumi bahkan sampai menghentikan aktifitasnya hanya untuk menikmati aroma harum dari tanah kering yang basah tanpa mereka mau. Semut – semut kecil yang tinggal di dasar tanah mulai riuh mencari tempat tinggal baru, mencari celah dari berbagai celah rumah dan bangunan di kota tempat pria bertubuh kurus namun ideal dengan kulit sawo matang. Wajah kearab – arabannya menjadi daya tarik bagi kaum hawa, tangannya yang kekar dan kuat menggenggam kita suci milik umat muslim terlihat sangat menawa, mata yang memiliki sorot lembut dan syahdu itu semakin indah saat semakin focus pada baris – baris QS. Al- Waqiah sesekali memberikan jeda untuk berdoa atas turunnya hujan dan ikut menghirup aroma yang memberikan ketenangan itu. Suara merdu dan berkharisma semakin terdengar di penujuru rumah tahfidz sebab pria keturunan arab itu membaca kalam Allah di bantu dengan pengeras suara semakin membuat suara beratnya Nampak berkharisma lagi membius para kaum hawa untuk berhalusinasi memiliki pendamping layaknya dia. Tak heran jika pria bernama Zain Mas’ud itu digemari oleh semua orang bahkan sampai kalangan lansia, wajahnya yang menawan, hatinya yang bersih, matanya yang lembut, perilakunya yang begitu baik, sosialisasi dengan masyarakat yang begitu mudah, ringan tangan dalam membantu orang lain, dan yang paling penting sangat mencintai keluarganya, hal itu tentunya menjadi focus semua wanita bahkan menjadikan pria seperti Zain Masúd menjadi lelaki idaman mereka. Terkadang salah satu dari santriwayi rumah tafidz pun berharap memiliki lelaki pujaan seperti Zain masud, sebab dari mereka yang memiliki kelebihan terhadap imam menganggap jika lelaki dengan agama yang syahdu akan menjadi pimpinan rumah tangga dengan lisensi yang amat tinggi, bahkan tak jarang rasanya ke syahduan dan ke sejukan rumah tangga sudah terasa hanya dengan berada di sisinya. Wallahuálam… tiada kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia kecuali dari Allah dan hanya milik Allah semata, lagi – lagi itu hanya harapan dari para Wanita yang mengidam – idamkan surga di dunia dan suguhan syahdu di akhirat. ‘’Tadz, nanti jam 4 kita mulai siaran langsung ya di **. Saya sudah siapkan,’’ Salah satu muridnya yang mendapai gurunya sudah selesai membaca QS. AL – Waqiah itu langsung sergap memberikan kabar terbaru supaya lelaki gagah yang tengah menutup mushaf al – quran tersebut segera berkemas dari aktifitas sebelumnya menuju aktifitas selanjutnya yaitu rutinan live streaming mengaji secara online yang di laksanakan melalui media social antaranya youtube dan **. Tanpa pikir panjang, Zain yang duduk langsung mengiyakan dan mereka berdua berlari menerobos hujan yang masih mengguyur bumi tanpa jeda setitikpun, masih ingin dan tanpa ragu mendinginka hati kekasihnya yang panas sebab sesuatu. ‘’Rupa – rupanya kau sangat merindukan kekasihmu wahai hujan??’’ Ujar batin Zain sembair menerobos hujan yang deras seolah bercengkrama langsung. Kaki jenjangnya menapak sempurna di keramik hitam tanpa motif, ia sebentar melirik kearah kakinya yang kini di penuhi lumpur seolah emmbentuk motif baru di jemari kaki, untungnya kekasih hujan ini tidak mengkotori sarung kesayangannya. ‘’Ck, maaf aku menyakiti kekasihmu… ku harap kau segera reda sebab kekasihmu sudah sangat dingin wahai hujan …’’ Bisik Zain dalam batinya, lalu tersenyum sembari menggelengkan kepalanya kagum. Ia diam – diam sangat mengaggumi hujan dan tanah makanya ia tak ragu jika mengajak kedua ciptaan tuhan itu berbicara sekalipun tak ada yang bisa menjawab pertanyaannya. Tapi ia yakin, barangkali malaikat pengirim hujan ini ikut mendengar sapaannya pada wahyu Allah itu… Zain berjalan maju melewati Lorong rmah ahfidz yang di d******i warna coklat gelap berasal dari kayu jati yang di bentuk pendopo, ia tak jarang melakukan aktiftas demikian sebab kegiatan ini dilakukan Setiap hari, Rumah tahfidz yang didirikan berkat musyawarah dari keluarga besar yang akgirnya dipimpin oleh pamannya itu melakukan siaran langsung membaca 1 juz dalam satu kali siaran. Mereka memiliki misi jika dalam satu hari harus selesai 1 juz jadi dalam 1 bulan mereka akan mendapatkan 1 kali khatam membaca al-quran. Subhanallah… Tak hanya itu, kegiatan membaca al – quran juga bisa diikuti secara offline di rumah tahfidz baik putra maupun putri, hanya tetap di batasi oleh kain penutup untuk mengurangi resiko tidak focus antara kaum hawa dan kaum adam. ‘’Siap tad…’’ kata Nizar, pemuda berumur enam belas tahun yang menjadi siswa kepercayaannya. Melihat masih ada waktu yang tersisa kurang lebih lima belas menit. Pria yang menggenakan setelah koko dan sarung lengkap dengan peci itu merogoh sak bajunya lalu mengambil ponsel miliknya yang dari jam dua siang selalu berdering sedikit menganggu aktifitasnya. Betapa terkejutnya Zain yang membuka ponsel dan mendapati nama sahabatnya mendominasi notifikasi di ponselnya. Ia bergegas membuka dan menemukan enam belas panggilan tak terjawab, sepuluh pesan watshapp, dan dua puluh satu panggilan video. Pria yang kerap dipanggil ustad itu tau jika pria seperti Daniel menghubunginya lalu memberikan terror seperti ini maka bisa dikatakan pesannya sangat penting. Cepatnya, zain membuka pesan dan matanya membulat sempurna saat salah satu pesannya berisi foto wanita dengan wajah yang sangat kesal sambil menunjuk muka sahabat non muslim yang amat kaya itu. Di akhir pesan gambanya Daniel menuliskan. ‘’Find her…’’ Lalu di lanjut pesan sebelumnya yang sontak membuat Zain tercengang hingga berujar. ‘’Carikan dia secepat mungkin brother, aku sangat kesal hari ini karen gadis itu.’’ ‘’Temui aku jam delapan malam di purnama café dan aku harap kau sudah bawa informasi tentangnya,’’ ‘’tolonglah brother, aku tau kau pandai dalam hal ini.’’ ‘’Good luck,’’ Pemuda yang menggenggam ponsel itu hanya nyengir dan coba memaklumi sifat ambisius sahabatnya. Membuat ia harus bekerja lebih keras meskipun sedikit memanfaatkan profesinya itu. Biasanya seorang CEO perusahaan property itu enggan berhubungan dengan semua wanita tappi berbeda dengan ini, Zain yakini jika wanita ini punya daya tarik sendiri yang mampu mengalahkan bangunan benteng masa lalunya itu, tanpa mau memikirkannya akhirnya lelaki dengan setelan sarung dan koko tersebut memulai aktifitasnya dna menyingkirkan terllebih dahulu kepentingan sahabatnya. ** Plak! Suara tamparan terdengar sampai ke dalam rumah sederhana terakhir mereka setelah keluarga ini mengalami kebangkrutan perusahaan sebab di khianati oleh salah satu rekan bisnis mereka. Suara tamparan terdengar sekali lagi, genap dua kali tamparan melayang di pipi kanan juga kiri yang kerap kali merona ketika tersenyum tak asing juga menampilkan lesung pipit di kedua wajahnya. Seorang wanita paruh baya terkejut dan langsung membuka knop pintu, menahan tangan adik iparnya yang hendak menampar untuk ke tiga kali di pipi putri satu – satunya itu. ‘’Cukup! Jangan sakiti anakku lagi!!!!’’ suara teriakan seorang Wanita memenuhi dapur hingga depan pintu kamar mandi yang terpaksa membuat sang pelaku menghentikan aktifitasnya. ‘’ Ayo kita bicarakan di dalam,’’ lanjutnya setelah berlari kencang untuk menahan kelakukan b***t adik iparnya dan memberikan suguhan wajah memelas tapi sayangnya tak di gubris, lelaki bernama Bramanyo itu justru berdecih hingga hampir meludah di depan Zahra yang sudah ketakutan.. ‘’aku mohon bram…’’ tutur Zahra tak menyerah sampai berlutut di depan kaki lelaki b***t tanpa lupa menahan tangisnya memohon agar adiknya Bramantyo untuk berhenti memukul Nasya dan berusaha membicarakannya dengan baik. ‘’Anak lo s****n!!’’ Bramantyo berdecak sambil mendorong Zahra dengan kakinya sampai wanita paruh baya itu terjungkal, lekas Nasya cepat – cepat membantu ibunya berdiri sambil mengucap maaf sangat lirih pada putrinya yang kini wajahnya memerah jejak tamparan tangan lelaki b***t. Sembari membantu ibunya berdiri, Nasya dengan tubuhnya yang kecil itu berusaha menahan tangis, menahan perih di wajahnya, dan menahan agar wajah sedihnya tak tampak di hadapan lelaki berwajah dua bak iblis itu, sebab Nasya tau jika Om nya melihatnya ketakutan. Lelaki itu akan semakin senang menghancurkan mimpi keluarganya. ‘’Ayo Nak, kita masuk…’’ kata Zahra sambil menyentuh pipi merah putrinya dan tersisa jejak tangan pria yang cukup besar dengan lirih. ‘’Íya bu…’’ Ketegangan meliputi benak dan jiwa ibu dan anak yang saling bergandengan tangan hendak berjalan menuju pintu rumah untuk segera keluar dari kekacauan ini tapi segera di hentikan oleh Bram . ‘’Mana duit gue!!!’’ teriak Bramantyo memenuhi sisi ruangan sampai membuat Nasya dan Zahra menutup mata karena suara nyaringnya. Nasya yang tak membawa uang yang diinginkan bramantyo akhirnya menciut, ia menggeleng lirih. Lalu dengan cepat pamannya menyeretnya ke dalam kamar mandi. Menggeledah tas gendong kumal milik Nasya dan menemuka ponsel baru. ‘’Oh, jadi kamu beli Hp baru tapi tidak bawa duit yang gue minta hah!!’’ Bramantyo merampas ponsel baru milik Nasya dan menendang punggung wanita itu lalu mengakhirinya dengan menyiram tiga gayung air hingga membuat tubuh gadis itu basah kuyup. Zahra yang tak punya kuasa dan kekuatan hanya menangis di depan kamar mandi menyaksikan putri semata wayangnya mendapat perlakuan tak wajar sementara suaminya sedang mencari pekerjaan baru setelah kantor arsitek dan semua harta benda milik keluarganya di rampas oleh keluarga bramantyo. ‘’Ibu…’’ lirih Nasya menangis memeluk ibunya yang sudah sesegukan susai menyaksikan dirinya diperlakukan bak hewan. ‘’Nggapapa bu… setelah Ayah pulang maka kita akan baik - baik saja, ibu jangan nangis terus Nasya mohon…. ‘’ ‘’Maaf Nak… ibu dan ayah belum bisa memberimu tempat yang layak. Maafkan kami…’’ Zahra memeluk putrinya sembari menyentuh lembut bagian punggung dengan beban tak terhingga beratnya. Masalah kehidupan keluarga mereka, pekerjaan, hutang, dan harus membenarkan mental health yang ada dalam dirinya beradu menjadi satu menjadi beban yang tak dapat dikalkulasikan dengan nagka. Semua problem itu berlomba – lomba menjadi yang pertama untuk diperjuangkan, sementara kesehatan mentalnya jutsru terdiam di sudut ruangan dalam dirinya tanpa mau mendekat, hanya ingin diam terkepung pada ketakutan k*******n fisik dariorang asing yang mengkontol kehidupan ibu, ayah, dan gadis itu sendiri. ‘’Nasya pengen pindah bu, Nasya ngga mau di sini ibu… ayo kita pindah… Nasya takut hiks, takut ibu… ‘’ ‘’Sayaang … maafkan ibu Nak… maafkan ibu dan ayahmu ini..’’ Zahra mengelus puncak kepala putrinya lalu mengecupnya dengan bibir yang bergetar oleh tangisan. ‘’Nasya takut ibu.. Nasya takut… hiks hiks.. Ibu ayo kita pindah ibu!!!! Arghhh….’’ Tangisan Nasya semakin menjadi, kedua Wanita yang menyimpan beban demikian rapat dalam hatinya menangis Bersama. Saling memeluk memberikan kekuatan positif yang tersisa bahkan mungkin tak ada lagi kekuatan yang tersisa sebab semuanya telah di curi oleh seseorang yang dzolim, licik, rakus, bahkan tak memiliki hati atau lebih tepatnya berperilaku seperti hewan. Zahra dan Nasya berjalan beriringan masuk setelah selesai menghentikan tangis menuju ke dalam ruangan kecil berukuran 3 kali empat meter, Kasur latai tergletak sudah Nampak kumal, kipas angina kecil seharga lima puluh ribu juga berputar tak layak, selimut tipis yang berbahan wolfis diadopsi dari kerudung milik gadis itu yang kerap kali tak cukup menghangatkan tubuh Nasya dalam dinginnya malam, bantal beralaskan lengan tak menjadi masalah dan berusaha menjadi tempat ternyaman. Dalam ruangan itu lah Nasya mengistirahatkan tubuhnya, bercerita dengan tuhannya, memadu kasih melalui jembatan sujud di sepertiga malam, menangisi nasibnya yang semakin hari semakin malang dan hanya ia Bersama dinginya malam yang tahu. Kamar sempit yang sudah sejak satu tahun lalu ia huni terletak bersebelahan dengan kamar ibu dan ayahnya yang tak kalah kecil, hanya saja Kasur kecil lebih berbusa menjadi alas tidur bagi keduanya. Bukan karena sepasang suami istri itu tak menyayangi anakknya, justru keduanya sangat beruntung memiliki anak yang jauh lebih pengertian dari yang mereka duka. Membesarkan gadis semata wayang dalam limpahan harta membuat sepasang suami istri itu berpikir jika anaknya akan tumbuh menjadi gadis manja, tapi Tuhan berkata lain dan tak mereka duga. Gadis kecil yang kini tumbuh dewasa justru menjadi satu – satunya orang di dunia ini yang selallu memahami, mengasihi, bahkan menjadi tempat Zahra dan Azka berpulang selama satu tahun terakhir. bayi kecil yang mereka berni nama Nasya itu utmbuh menjadi bunga yang memberikan keharuman untuk keluarga, gadis itu kini juga menjadi tulang punggung kehidupan keduanya. Mengingat itu, Zahra yang tengah menangis tak kuasa menahan perih hari ini semakin terhimpit pada kesedihan yang hanya berujung ketika mata mulai memejam. Keadaan yang mengerikan ini selalu terjadi jika kepala keluarga sengaja pergi dari terbit fajar hingga terbenam matahari untuk mencari sesuap nasi, jikalau sang imam dalam keluarga itu kembali maka keadaan berbalik menipu seluruh orang di dalamnya. Memberikan drama yang Nampak bahagia padahal senyumnya amat tertekan, memberikan atmosfer penuh senyuman padahal hatinya bergetar ketakutan. Zahra hanya berharap dalam setiap malam dan doanya yang lisankan dalam batin, agar putrinya bisa pergi dari rumah ini. Bahkan jika Tuhan mengizinkan, biarlah dirinya, suaminya,, dan putrinya mendapatkan kehidupan yang sederhana dan damai sekalipun tak berelimang harta tapi tidak untuk putri dan anak – anaknya. ** BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD