Setunggal

1082 Words
Hari Senin atau orang-orang sering menyebutnya mosterday, terutama bagi mereka para karyawan yang selama week and menikmati hari libur. Di hari baru itu justru terjebak kemacetan demi mencapai tempat yang memberinya sesuap nasi. Tapi tidak dengan Saung KKL yang justru meliburkan karyawannya di hari senin. Jelas, suatu tempat wisata yang libur ketika week and tiba adalah kerugian. Seperti biasa, senin adalah waktunya para penghuni KKL merilekskan diri. Mendapatkan makanan istimewa dan terkadang beberapa pijitan akan meraka dapatkan. Salah satunya seperti yang tengah Kinanti gendong saat ini. Kelinci dengan perut buncitnya itu baru saja diperiksa dan sekarang tengah bergeming nyaman dalam buaian Kianati. "Gemesin banget sih kamu," kata Kinanti dengan menatap kelinci putih dalam tandingannya. Kemudian dengan segala rasa gemasnya, kelinci itu didekap kuat seraya berkata, "mana kamu bulat gini lagi,". "Hei!!! Jangan kekencangan miliknya! Ntar brojol lagi tuh kelinci," tegur partner Kinanti. "Ya gak bakal sampe lahir juga kali ah. Orang meluknya dengan kasih sayang." Kinanti mengelak. "Terserahlah. Emang gak pernah mau dengerin kata orang," kata seseorang itu menyindir. "Mending lanjut periksa aja sama dokternya," lanjut orang itu. Kinanti yang ditinggal sendirian menghentakkan kakinya ke lantai dengan wajah merengut. Selalu saja dirinya ditinggalkan oleh Linggarjati. Ya, dialah yang menjadi parter kerjanya. Bukan sekali dua kali ketika mereka bersama dirinya ditinggalkan. Entah karena apa? Menyusul Lingga yang tengah menemani dokter hewan mengunjungi semua hewan peliharaan di Saung KKL sepertinya bukan pilihan tepat mengingat waktu makan siang segera tiba yang menandakan Arkais akan segera datang. Sehingga yang dilakukan Kinanti adalah mengembalikan kelinci yang tengah digendongnya kembali ke kandang. Segera mencuci tangan dan menyiapkan makan siang. *** "Buna!!!" Seorang bocah laki-laki belum genap 5 tahun berteriak. Kinanti berbalik menuju arah datangnya suara yang baru saja berteriak tadi. Berjongkok menyamankan diri dan bersiap menangkap bocah yang tadi berteriak dan kini berlari ke arahnya. "Salamnya mana Arkais sayang?"  Kinanti mengingatkan bocah yang memanggilnya untuk mengucap salam terlebih dahulu. "Hehehe, assalamualaikum Buna," kata bocah yang dipanggil Arkais dengan cengiran khasnya. "Wa alaikum salam," jawab Kinanti seraya menerima urusan tangan kanan Arkais untuk mencium tangan kanannya. "Kenapa Arkais masih panggil Buna, kan Buna kakak Arkais?" Lanjutnya bertanya. Sudah sering Kinanti bertanya demikian namun tak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan sehingga dirinya kembali mengulang pertanyaan. "No, Buna is Buna." Arkais kembali menjawab dengan jawaban yang sama pula. "Ya udah kalo gitu." Kinanti menyerah bertanya hal yang sama tersebut. "Sekarang Arkais ganti baju dulu abis itu makan. Udah salatkan?" Lanjutnya. "Udah Buna," jawab Arkais. Kinanti melepaskan Arkais dari pelukannya dan menggantinya dengan menggandeng tangan kanan Arkais. Mereka menuju area khusus karyawan Saung KKL. Setiap hari senin memang Kinanti membawa baju ganti untuk Arkais kenakan sepulang sekolah. Disimpannya baju ganti bersama bekal makan siang mereka. "Buna, tadi Arkais belajar nyanyi Buna." Arkais mulai bercerita. "Oh ya!?" Sahut Kinanti antusias. "Coba ulangi nyanyinya, Buna mau dengar," lanjutnya meminta. "Oke. Buna dengerin pokoknya," pinta Arkais. "Siap!" Sahut Kinanti. "Kasih ibu Kepada beta Tak terhingga sepanjang masa Hanya memberi Tak harap kembali Bagai sang surya menyinari dunia" Arkais bernyanyi dengan tepat, katanya pun tak meleset. Untuk anak seusianya bisa dibilang hafalannya sangat cepat. Arkais hanya perlu mendengar sekali sebuah lagu dan akan langsung hapal. Sesuatu yang sangat Kinanti syukuri adalah kecerdasan yang Arkais miliki ini. Lagu tersebut Arkais ulangi beberapa kali hingga mereka tiba di area khusus karyawan dimana Kinanti menyimpan perlengkapannya. Sesekali Kinanti juga ikut bersenandung dengan nada lebih lirih. Kinanti membantu melepaskan seragam sekolah Arkais begitu pakaian gantinya sudah siap digunakan. Untuk mengenakan atau melepas seragam memang Arkais masih dibantu tapi kalau memakai kaus dan celana santai dirinya bisa melakukannya sendiri. Begitu selesai berganti baju dan makan siang, Arkais langsung berlari keluar dan menuju area kandang kelinci. Salah satu kegembiraannya ketika Saung tutup adalah bisa bermain dengan kelinci manapun sampai puas. Sedangkan Kinanti yang ditinggalkan Arkais hanya mampu menggelengkan kepalanya. Sudah biasa, begitu batinnya. Bergegas mengemas seragam Arkais dan membereskan bekas makan siang mereka agar segera menghampiri Arkais. *** Menjadi salah satu kebahagiaan tersendiri bagi Kinanti menyaksikan Arkais dapat tertawa lepas ketika bermain bersama para kelinci. Apalagi jika ditambah satu sosok lelaki dewasa yang menemani. Huh, mikir apa sih aku, batin Kinanti mengusir pikiran yang tiba-tiba melintas itu dan memilih menghampiri dokter hewan yang sedang memeriksa kesehatan semua kelinci di Saung KKL ini. "Gimana, Dok apakah semua kelinci baik?" Tanya Kinanti pada sang dokter. "Mereka semua dalam keadaan baik. Beberapa yang sudah masuk waktu kawin sudah saya pisahkan sesuai jenisnya. Nanti tolong perhatikan dengan baik. Jangan lupa makannya jangan sampe kehabisan." Begitu kira-kira pesan dari dokter hewan tersebut. "Baik, dokter," sahut Kinanti. Dokter tersebut kemudian pergi dan menghampiri Lingga, sepertinya untuk pamit kembali ke klinik karena tugasnya di sini sudah selesai. Menghabiskan sisa hari itu dengan bermain bersama kelinci bukan sesuatu yang buruk. Apalagi dapat melihat Arkais berurai tawa. Melihat Linggarjati hendak mengagetkan Arkais dengan cara mendekatkan kepala kelinci kehadapan muka Arkais setelah menepuk pundaknya bukannya menghentikan namun malah ikut mendukung dengan menyumbang tawa. Sepertinya mereka terlibat perang kata dilihat dari gerak tubuh Linggarjati yang seolah mengejek Arkais. Didukung dengan Arkais yang beberapa kali mengentalkan kaki kuat-kuat ke lantai dan juga tangannya yang beberapa kali berusaha memukul Lingga. Setelah dirasa cukup hanya memperhatikan Kinanti mendekat seraya mengingatkan untuk tidak memukul orang lain hanya karena emosi sesaat. "Hayo Arkais, tangan kamu ngapain itu?" Kata Kinanti seraya mengagetkan Arkais. "Eh, Buna... Hehehe, gak papa kok." Arkais menjawab dengan cengiran polosnya. "Tangannya jangan gitu lagi ya," nasihat Kinanti seraya mengelus tangan Arkais. "Kamu boleh emosi, tapi ingat jangan gunakan tangan kamu untuk membalasnya. Cukup tarik napas panjang dan hembuskan, ulangi begitu tiga kali aja," lanjut Kinanti. "Apalagi om Lingga kan lebih tua dari kamu. Kita harus selalu menghormati yang lebih tua. Ingat itu ya Arkais." "Enak aja aku dibilang tua. Aku masih muda yeee." Linggarjati tiba-tiba menyahuti merusak suasana khidmat nasihat ibu dan anak. "Iya emang Om udah tua, wleee, " kata Arkais mengejek Linggarjati. "Arkais..." Kinanti mengingatkan seraya menatap tepat mata Arkais. Dirinya melakukan hal demikian untuk menghentikan adu mulut yang akan terjadi antara Arkais dengan Linggarjati melihat Lingga yang sudah membuka mulutnya siap menyahuti Arkais. "Maaf om Lingga," kata Arkais kemudia pergi mengejar kelinci yang tadi lepas dari gendongannya. "Seneng kan Neng jadi keluarga bahagia kaya gini. Ada ayah, Ibu, sama anak yang main bareng-bareng. Makanya Neng terima Abang jadi pendamping hidupmu. Kan asik tuh kalo ada yang kaya Arkais satu lagi." Linggarjati menaik-turunkan dahinya disertai sorot menggoda pada tatapannya pada Kinanti. "Apaan deh, gak jelas," sahut Kinanti yang kemudian pergi menghampiri Arkais untuk mengajaknya pulang mengingat hari semakin sore. Waktu ashar hampir tiba saatnya untuk mandi sore. Yang Kinanti tidak tahu adalah tatapan penuh harap yang Linggarjati lontarkan. Setiap kali mengatakan hal yang serupa dengan kalimat yang menjurus keinginan Linggarjati memperistri Kinanti memang selalu dianggap sebagai godaan semata. Kinanti hanya menganggap Linggarjati kakak yang selalu diimpikan. Huh, semoga hari esok hatimu telah memilihku, batin Linggarjati mengharap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD