Kalih

823 Words
AC alami sepertinya tidak mampu meredakan udara yang menetes di dahi seorang Kinanti. Meski demikian, tak menyurutkan niatnya Untuk menebar senyuman pada setiap pengunjung Saung KKL yang dikunjunginya. Sesekali tangan perempuan itu menyeka dahinya dengan gerakan halus tak kentara. Dilihatnya sebuah meja yang cukup menarik minatnya. Duduk dengan laki-laki dan perempuan yang nampaknya tengah bercanda. Hal itu terlihat dari bagaimana tangan sang wanita yang beberapa kali memukul tangan si pria saat tangan itu hinggap di piring yang berisi makanan pesanannya. Setelah cukup puas, Kinanti memutuskan untuk menghampiri mereka hanya untuk sekedar menyapa. Selamat siang, Mas dan Mbak. Gimana pesanannya? ". "Eh, iya ini enak Mbak. Apalagi ayam geraknya, nampol banget deh!" Meski terkejut perempuan tadi mampu menjawab terlihat terlihat kikuk diiringi tatapan mata tidak fokus dan rona merah pada wajah. "Alhamdulillah kalau enak dan dapat dinikmati semuanya," kata Kinanti. "Iya Mbak nikmat banget, plus ditambah makan sama yang tersayang lagi." Lelaki tadi menyahuti penuh semangat yang membuat sang wanita makin merona. "Apaan sih!" elak wanita tersebut memalingkan muka. "Hahaha, betul banget itu mas." Kinanti peringatan ringan. Silakan lihat lagi makannya, saya permisi untuk menghampiri pengunjung yang lain. Selamat menikmati, ”pamit Kinanti. Menjadi salah satu ciri khas Saung KKL adalah para pemilik yang selalu menyempatkan waktu untuk menyapa pengunjung. Keramahan dan kenyamanan merupakan hal utama dalam menciptakan kepuasan terhadap pelanggan Saung ini. Hal ini dilakukan mengingat lokasi Saung yang cukup pelosok. Bahkan beberapa provider yang memiliki sinyal internet kuat. Meski menyajikan suasana tenang, siapkan akses internet siapa yang ingin menghabiskan banyak waktu di sini? Puas menyapa para pengunjung Saung, Kinanti bergerak menuju dapur untuk berpamitan pulang. Sudah ada yang menunggunya di rumah. Namun dalam perjalanan, terlihat Archie, salah satu pegawai Saung sekaligus sahabatnya, melambaikan tangan meminta Kinanti mendekat. "Ada apa, Chie (baca: ci)?" Kinanti menyapa ketika tiba dihadapan Archie. "Ci lagi, ci lagi, dibilangin jangan panggil ci juga. Emang aku kucing apa?" Sewot Archie. Memang di daerah ini seolah memanggil kucing seperti itu. Ci ... ci ... ci ... meong. "Iya, ada apa ARCHIE (baca: Arsi)?" Kinanti mengingatkan tujuan Archie memanggilnya. "Oh iya hampir kan lupa. Aku mau ngasih tahu kalo cerita kamu yang di Saung viral. Lagi rame banget nih di ig sama twitter." Archie menjelaskan menggebu-gebu. "Hei, lihat aku. Tatap mataku," pinta sang lelaki dengan suara lembut seraya merangkum wajah wanita tadi mengarahkan agar menatap matanya. "Dengerin aku baik-baik!" Kata sang lelaki menatap tepat pada manik mata. "Kamu mau pulangkan?" Lanjutnya bertanya. Dijawab sang wanita dengan anggukan. "Sekarang kamu udah pulang. Ini rumahmu, aku, sebagai tempat kamu kembali." Dengan yakin lelaki itu berujar yang mana menyisakan sedikit tatapan tanya pada mata sang wanita. "Kamu sendiri kan yang pernah bilang bahwa aku tempat kamu pulang. Aku adalah rumahmu. Sejauh apapun jaraknya, pada akhirnya pelukanku adalah tujuan akhir kamu." Begitu kira-kira kutipan tulisan viral yang Archie tunjukkan. Memang benar itu adalah tulisan yang Kinanti buat dan dicetak untuk ditempatkan sebagai salah satu fasilitas Saung KKL. Beberapa pengunjung kerap kali banget, bahkan ada pula yang menginginkan tulisannya diterbitkan secara umum. Mereka akan membeli karyanya. Mendapati tulisannya viral bukan seperti Archie yang begitu senang, uang Kinanti rasakan justru berkebalikan. Perasaan takut lebih mendominasi. Apakah usahanya selama ini akan sia-sia, rencana tanggapan batinnya. Lawan bicaranya tak berekspresi seperti dugaannya yang membuat Archie bingung. Dirinya bertanya- tanya mengapa Kinanti tak senang dan justru terdiam dengan tatapan melayang? "Kamu kenapa?" Tanya Archie cemas. Dengan memaksakan senyuman Kinanti menjawab, "gak papa, aku pulang dulu yaa, tolong sampein ke dapur." Segera kembalikan badan dan berlalu tanpa peringatan lagi tanggapan Archie. Archie yang ditanggalkan sendirian mengerutkan dahi berpikir keras apa alasan yang membuat sahabatnya bertindak kosong namun tatapannya begitu kompleks. "Ya sudahlah, yang penting sampaikan amanah dulu." Menghela napas mengangkat mengangkat kedua bahu acuh dan ikut membalikkan badan, kali ini ke arah tempat menciptakan makanan lezat. *** Entah berapa kali sudah Kinanti menghela napas namun tetap tak mampu meredakan segala gejolak dalam benaknya. Yang menjadi fokus utama pikirannya adalah apakah usahanya selama ini akan sia-sia. Kembali mengeluarkan napas, namun kini sebuah pikiran tiba-tiba saja. Tidak mungkin hanya karena sebuah kutipan akan membuat dikenali. Apalagi gaya stafnya sudah dibuat seberbeda mungkin. Sedikit kelegaan kini muncul. "Huuhhh," "Buna kenapa dari huhh huhh huhh gitu?" Tanya Arkais dengan memperagakan tingkah Kinanti yang sedari tadi menghela napas. Bahkan Kinanti lupa jika sekarang dirinya tengah menemani Arkais mengerjakan PR nya. "Buna gak papa, kok sayang," elak Kinanti. "Gimana tugas kamu, udah selesai atau ada kesulitan?" Kinanti pembicaraan topik pembicaraan. "Gak ada, Buna. Semua udah selesai," jawab Arkais. "Sekarang aku boleh main kan, Buna?" Arkais bertanya dengan penuh harap. Memang sudah menjadi aturan tak tertulis bahwa Arkais boleh utama jika semua pekerjaan sudah selesai. Itulah mengapa kini Arkais meminta ijin Kinanti. "Boleh dong. Tapi begitu begitu Ashar tiba segera pulang yaa. Mandi terus salat." Itulah pesan yang Kinanti ucapkan pada Arkais. Ditinggal di rumah sendirian membuat pikiran Kinanti kembali berkelana. Bercabang entah kemana saja sampai Kinanti sendiri ragu dengan apa yang sebenarnya tengah dipikirkan. Biarlah waktu yang menjawab.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD