Elang mengangguk sambil tersenyum cerah. "Iya serius, Kak," katanya.
"Makasih ya, El. Aku beneran nggak tau lagi harus nyari kerja ke mana lagi tapi kamu dateng ngasih tau ada lowongan. Sekali lagi makasih banyak ya, El."
"Santai aja, Kak. Oh iya mendingan besok kita ketemuan aja di sini nanti ke sekolahnya biar bareng aku aja gimana?" usul Elang.
Tanpa pikir panjang Naura langsung mengangguk setuju. "Aku setuju."
"Oke sip," sahut Elang.
"Tapi aku ngerepotin nggak nih kalau bareng kamu?" tanya Naura yang merasa tak enak hati. "Atau kalau nggak biar kamu share lock aja tempatnya biar aku yang dateng sendiri ke sana?"
"Nggak ngerepotin kok, seriusan aku nggak ngerasa direpotin jadi udah mendingan bareng aku aja ke sananya."
"Ya udah deh kalau gitu, makasih ya El."
"Iya." Mendadak Elang teringat sesuatu. "Bentar ya, Kak aku mau ke sana dulu beli minuman," katanya.
"Oh iya," sahut Naura. Ia melihat Elang pergi ke warung terdekat.
Tak lama Elang kembali dengan membawa dua minuman kemasan dalam botol.
"Nih yang satunya buat Kak Naura kan pasti capek tuh dari tadi nyari kerja," kata Elang sambil menyodorkan botol berisi minuman dingin itu kepada Naura.
"Nggak perlu repot-repot, El lagian aku nggak haus kok," tolak Naura karena ia merasa tak enak pada bocah tampan itu.
"Udah terima aja, Kak. Nggak baik loh nolak rejeki iya kan?"
"Ya udah deh, makasih ya." Naura menerima minuman itu lalu ia mulai meminumnya dengan mudah karena tadi Elang sudah membuka botolnya.
Elang juga minum dan tatapan matanya yang tajam tak beralih sedikitpun dari wajah cantik Naura. Ia tersenyum penuh arti melihat Naura yang sedang minum itu.
Naura emang cantik banget, nggak salah gua demen sama dia. Pokoknya nggak lama lagi dia harus jadi milik gua batin Elang dengan penuh tekad.
"Oh iya, gimana kalau pulangnya aku anter?" Elang menawarkan diri untuk mengantarkan Naura pulang agar ia bisa lebih dekat dengan wanita cantik itu.
"Aduh maaf, El. Tapi kalau untuk nganterin aku kayaknya nggak usah deh soalnya aku takut kalau suamiku curiga dan jadi salah paham dan nanti akunya yang malah nggak enak sama kamu," tolak Naura.
Elang menghela napas. "Ya udah deh aku paham kok," sahutnya dengan berat hati.
"Iya maaf ya, El."
Elang mengangguk. "Nggak apa-apa kok."
Sementara itu di tempat lain
"Ah sayang, kamu jangan pulang dulu dong aku kan masih mau ditemenin sama kamu," ujar Jennifer dengan manja. Ia bahkan terus saja memeluk Aldo karena ia tak ingin ditinggalkan oleh pria itu walau dalam sekejap saja.
"Aku kesepian kalau kamu nggak lagi sama aku, ya jangan pergi dulu ya, sayang," rengek Jennifer sambil cemberut.
Aldo sangat menyukai sikap Jennifer yang manja seperti itu dan karena hal itulah ia sangat nyaman dan juga sangat mencintai wanita yang menjadi simpanannya itu. Selain Jennifer hebat di ranjang, ia adalah wanita cantik yang pesonanya tak membuatnya bosan sedikitpun.
"Sama, sayang. Aku juga sebetulnya nggak pengin pulang tapi kan nanti kalau aku nggak pulang takutnya malah si Naura yang bod*h itu malah curiga. Dan kalau dia udah curiga takutnya malah kita nggak bisa ketemu lagi," balas Aldo.
Jennifer berdecak kesal, ia melepaskan pelukannya pada tubuh Aldo. "Lagian kamu takut amat sih sama perempuan yang lemah itu? Kenapa nggak kamu ceraikan aja dia dan kalau kamu mau aku bisa kok bantuin proses perceraian kalian."
Aldo terdiam ketika ia mendengar kata perceraian, ya ia sebetulnya bisa saja menceraikan Naura namun saatnya belum tepat menurutnya.
"Cerai sama dia itu perkara gampang, sayang. Tapi untuk saat ini mendingan aku bertahan aja dulu sama dia nanti kalau aku udah males banget aku bakalan buang dia kok," ujar Aldo sambil duduk dan memakai bajunya juga celana panjangnya.
Jennifer menghela napas. "Ya udah deh kalau kamu maunya kayak gitu, tapi yang pasti kamu nggak cinta kan sama dia?"
Aldo mengangguk yakin. "Yang aku cintai dan aku sayangin sekarang ini itu adalah kamu seorang, sayang."
Jennifer tersenyum puas mendengar ucapan jujur yang keluar dari bibir Aldo tersebut. Ia yakin betul bahwa pria itu memang sangat mencintainya dan hanya ia yang kini ada di hati Aldo, hanya ia seorang.
"Bagus," balas Jennifer. Ia dan Aldo saling balas tersenyum nakal.
"Aku minta sekali lagi boleh dong," pinta Jennifer dengan nakal lalu ia menggigit bibirnya dengan sensual.
Aldo yang tak bisa menahan nafsunya itu langsung saja melayani keinginan Jennifer.
Di sisi lain Naura kini sudah pulang ke rumah dan ia tampak sedih ketika ia tahu suaminya belum juga pulang ke rumah.
"Ke mana ya Mas Aldo? Tadi udah aku telepon tapi nggak diangkat. Dia lagi ngapain dan sibuk apa ya kok sampai angkat telepon dari aku aja nggak bisa?"
Naura merasa khawatir pada suaminya itu, memang suaminya akhir-akhir ini sering pulang terlambat namun tak biasanya sampai lama sekali pulangnya.
"Aku coba telepon Mas Aldo lagi deh," kata Naura. Ia lantas mengambil ponselnya dari dalam tasnya lalu memencet tombol hingga terhubung.
[ Hallo, Mas? Mas Aldo kok belum pulang? Sekarang lagi di mana, Mas? Aku khawatir banget karena Mas Aldo belum juga pulang. ]
[ Kamu itu ya ngapain nelepon aku terus hah! Ganggu aja kamu! ]
Naura sampai menjauhkan ponselnya dari telinganya karena ia terkejut mendengar Aldo yang membentaknya seperti itu.
[ Kenapa sih kamu itu ganggu aku terus? Aku ini di sini lagi sibuk banget tau nggak! Kamu malah seenaknya ganggu terus telepon aku terus! ]
Naura merasakan hatinya sakit mendengar bentakan Aldo yang bertubi-tubi itu. Ia pun dengan refleks memegangi dadanya dan tanpa terasa air matanya mengalir di pipinya.
[ Maafin aku, Mas. ]
[ Maaf maaf! Kamu itu cuma bisanya minta maaf dong! Dasar kamu perempuan nggak berguna! Kamu itu nggak ada gunanya kerja aja kamu nggak becus makanya kamu dipecat! Udahlah jangan nelepon aku lagi kamu nggak usah sok peduli sama aku mendingan kamu urus rumah sana bersihin rumah biar nanti kalau aku udah pulang semuanya udah bersih udah rapi! ]
[ Iya, Mas. ]
Tut Tut Tut!
Sambungan diputuskan oleh Aldo yang mengakhiri panggilan telepon. Naura lantas menangis sejadi-jadinya sambil terus mengusap air matanya yang terus membasahi pipinya.
"Aku harus sabar, aku harus bisa lebih sabar aku pasti bisa kok," ucap Naura menyemangati dirinya sendiri.
Tanpa Naura tahu, di jendela rumahnya ada seseorang yang sedang mengintipnya. Dialah Elang yang menyeringai licik melihat Naura.