Hari itu pun Aldo tak pulang ke rumah lagi dan Naura hanya bisa bersabar. Lagi dan ia lagi ia hanya tidur seorang diri di dalam kamar yang dingin dan sepi.
Besoknya
"Kak, mau baksonya satu porsi dong!"
"Kak, saya mau jus jeruknya ya satu!"
"Kakak cantik, saya mau mie ayam aja deh!"
"Iya iya sebentar ya," jawab Naura dengan lembut dan penuh senyuman di wajah cantiknya itu.
Siang itu Naura terlihat sibuk melayani pembeli yang merupakan murid sekolah SMA. Ya, hari ini ia sudah mulai bekerja sebagai pelayan di warung bakso, mie ayam dan juga gorengan yang berada di dalam kantin sekolah yang telah direkomendasikan oleh Elang.
"Kak, saya beli baksonya satu dong! Tapi baksonya kosongan aja nggak pakai mie sama sayur ya, Kak."
"Kak, kalau aku mau pesen bakso telur ya jangan pakai sayur."
"Kalau aku pesen mie ayam aja deh."
"Aku pesen bakso urat, Kak."
"Iya oke sebentar ya, Dek."
"Aku bantuin ya?" ujar Elang yang tiba-tiba saja sudah berada di samping Naura membuat perempuan cantik berpipi chubby berambut panjang itu terkejut dibuatnya.
"Iya deh boleh tapi maaf ya kalau aku ngerepotin kamu," ucap Naura sambil menggoreng tahu.
"Nggak ngerepotin kok." Elang tersenyum tipis lalu ia mulai membantu Naura, ia yang membawakan pesanan murid lain ke meja mereka masing-masing.
"Aduh makasih ya, El udah dibawain pesenan gue," ucap siswi yang memesan bakso dengan wajah yang memerah malu karena terpesona dengan Elang.
"Iya," balas Elang lalu ia pun kembali ke warung untuk membantu Naura lagi.
"Yang layanin ganteng banget gitu jadi merah tuh muka lu," goda siswi yang lain.
"Biarin lu juga gitu kan tuh liat aja di kaca muka lu udah merah banget kek apaan tau!"
"Iye juga sih, ya iyalah soalnya Elang tuh ganteng banget gimana gue nggak salting coba."
"Ah udah udah yuk kita makan baksonya mumpung masih panas masing anget. Ngobrol mulu dari tadi!"
"Iye."
Elang dengan telaten membantu Naura dan setelah semua pesanan sudah beres Naura mengajaknya untuk duduk bersama di depan warung.
"Makasih banget ya aku malah ngerepotin kamu nih. Oh iya ini ada uang buat kamu," ucap Naura sambil menyerahkan uang pada Elang.
"Udah nggak usah, Kak. Saya ikhlas kok bantuinnya beneran," tolak Elang dengan sopan.
"Aduh kok kamu gitu sih? Udah kamu terima aja soalnya ini kan aku ngasih kamu imbalan karena kamu tadi udah bantuin aku. Nih uangnya kamu harus terima soalnya kamu udah bantuin aku. Kalau tadi kamu nggak bantuin kayaknya aku bakalan kerepotan banget deh soalnya temenku hari ini kan nggak masuk kerja. Nih uangnya kamu harus terima." Dengan tulus Naura memberikan uang itu kepada Elang namun pemuda itu menolaknya dengan halus.
"Uangnya buat Kakak aja," balas Elang sambil tersenyum lembut.
Naura cemberut, ia heran dengan sikap Elang. Kalau orang lain sudah tentu akan menerima uang tersebut dan bahkan malah meminta uang padanya karena itu memang haknya tapi Elang tidak seperti itu ternyata.
"Beneran nih kamu nggak mau terima uang ini?" tanya Naura lagi untuk memastikan.
"Uangnya buat Kakak aja lagian aku bantuin karena ikhlas kok."
Naura menghela napas. "Ya udah kalau gitu kamu aku buatin bakso aja atau mie ayam biar kita makan bareng gimana?" tanyanya.
Elang tersenyum. "Makan bareng sama Kak Naura? Boleh deh!"
Naura a tersenyum lalu ia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bentar ya."
"Oke."
Elang tersenyum melihat Naura yang mulai meracik bakso untuk mereka berdua. Ia bahkan sibuk merapikan rambutnya juga seragam sekolahnya agar terlihat keren di mata Naura.
"Akhirnya gua bisa ngobrol sama Naura lagi dan makan bareng," gumam Elang kemudian ia tersenyum penuh arti. Tatapan matanya yang tajam sejak tadi tak beralih dari Naura. Ia terus menatap ke arah wanita cantik itu.
"Nih baksonya buat kamu dan yang ini buat aku. Bentar aku bikinin jus jeruk dulu buat aku kalau kamu mau minum apa?" Naura meletakkan dua mangkuk bakso di meja dengan pelan.
"Jus jeruk aja," jawab Elang sambil tersenyum lembut
"Oke."
"Secepatnya Naura harus jadi milik gua," gumam Elang setelah Naura pergi untuk membuat minuman untuk mereka berdua.
Tak lama Naura datang lagi ke meja mereka membawakan dua gelas minuman untuk mereka. Ia meletakkan dengan pelan gelas itu di depan Elang.
"Nah yuk kita mulai makan!" ajak Naura setelah ia duduk kembali.
"Iya."
Mereka berdua pun membaca doa terlebih dahulu lalu mulai makan dengan tenang tanpa suara. Mata tajam Elang selalu curi-curi pandang ke arah Naura yang dengan anggun memakan bakso lalu ia tersenyum kagum.
Naura emang cantik banget, nggak salah sih kalau gua suka sama dia batin Elang.
"Oh iya, aku mau ngucapin makasih ke kamu karena berkat kamu aku bisa langsung diterima kerja di sini. Makasih banyak ya, El aku nggak tau lagi harus bilang apa ke kamu," ucap Naura dengan tulus.
"Sama-sama, Kak. Kak Naura seneng kan kerja di sini? ngerasa nyaman kan?" tanya Elang ingin tahu karena ia ingin memberikan rasa aman dan nyaman untuk wanita incarannya itu.
Naura mengangguk sambil tersenyum. "Nyaman banget kok, nyaman banget karena kerja di sini itu nyenengin juga karena ramai banget. By the way sekali lagi makasih loh, jualanku ramai banget itu pasti karena kamu, El."
"Itu udah jadi rejeki Kak Naura makanya ramai," balas Elang sambil tersenyum.
"Alhamdulillah," kata Naura sambil tersenyum penuh rasa syukur.
Bel pun berbunyi saatnya para murid untuk kembali ke kelas mereka melanjutkan pelajaran berikutnya.
"Tuh udah bel, gih kamu masuk belajar lagi," kata Naura dengan lembut.
"Sebenarnya sih males banget tapi ya udahlah, aku pamit duluan ya Kak. Sampai jumpa," pamit Elang.
"Iya, semangat belajarnya dan makasih udah bantuin aku."
"Iya, Kak." Elang pun pergi diiringi senyuman Naura.
Naura kembali ke warungnya karena ia harus mulai beres-beres untuk pulang. Ia bersyukur karena hari ini jualannya laris manis hingga habis tak bersisa.
Setelah selesai beres-beres Naura pun memutuskan untuk pulang, ia mencegat angkutan umum yang lewat di depan sekolah. Di perjalanan ia terus menatap ke arah ponselnya namun tak ada panggilan apapun sehingga ia sedih.
Tak terasa Naura sudah tiba di rumah, ia pun berjalan masuk ke dalam rumahnya yang pintunya itu terbuka. Ia tersenyum karena mengira suaminya sudah pulang.
"Kamu udah pulang, Mas?"
"Berisik banget nanya nggak penting kayak gitu! Mendingan kamu sana buatin aku kopi!" bentak Aldo.
"Iya, Mas."