3. Tidak Pernah Peduli

734 Words
1.  Tidak Pernah Peduli   Risa dan kedua temannya baru saja sampai di kantin. Ketiganya memilih duduk di tempat biasa. "List pesanan, dong, Nyonyah-nyonyah," kata Irene dengan nada yang dibuat-buat. "Bakso sama es teh," ujar Ghea. Risa menatap Irene. "Mie yang ada ayamnya, minumnya seperti biasa." Irene mengangguk, kemudian segera melenggang pergi menuju warung kantin. Risa melihat Arka dan kedua temannya tengah duduk di meja yang bersebrangan dengan mejanya, ia berniat untuk menghampirinya. "Gue ke sana, ya?" Ghea menoleh. "Nggak bisa, yah, kalo sehari aja nggak nyamperin doi?" Risa tersenyum seraya mengangguk. "Nah, itu tau. Izinin, ya?" Tanpa menunggu jawaban dari Ghea, ia langsung berjalan menghampiri Arka dan teman-temannya. "Hai!" Dion yang tengah sibuk menikmati makanannya menoleh. "Eh, Risa. Hai." Risa tersenyum. Ia kembali menatap Arka yang masih sibuk dengan ponselnya. "Hai, Pacar." Arka melirik sekilas. "Ngapain?" Risa mengerti maksud ucapan Arka. Benar-benar menyebalkan. "Emang nggak boleh nyamperin pacar sendiri?" "Temen lo mana?" "Ngapain nanyain mereka?" "Nggak apa-apa." Risa menghela napasnya. Sebenarnya Arka itu manusia sejenis apa? Kemarin sudah mulai baik kepadanya, sekarang? Sudah kembali ke sikap awalnya. "Jangan cuek, dong, Ar, gue denger anak IPA 5 ada yang demen sama doi lo," ujar Dion. Arka menatap Dion dengan serius. "Siapa namanya?" "Ada, nggak akan gue kasih tau. Kalau gue kasih tau, bisa abis dia sama lo." "Bilang ke dia, jangan coba cari masalah. Kalau emang berani, gue tunggu kedatangannya," ucap Arka. Pelan, namun terkesan tegas dan mengancam. Dion terkekeh melihat tanggapan Arka. "Kalau Risa nya mau, gimana?" Pertanyaan Dion membuat Arka mengalihkan pandangannya untuk menatap Risa. "Emang dia doyan sama cowok lain selain gue? Tapi, coba aja kalo berani." Vero yang duduk di sebelah Arka tersenyum miring. "Kalo sayang, ya, pertahankan. Kalau cinta, ya, perjuangkan. Kalo dia beneran cari yang lain, tau rasa lo!" Dion kembali terkekeh. "Bener kata Vero, jangan sampai lo nyesel di kemudian hari." Risa yang sedari tadi hanya mendengarkan ikut menatap Arka. "Lo nggak cemburu?" "Nggak." "Ya, udah, gue mau ke IPA 5 dulu," ucap Risa seraya beranjak dari duduknya. Arka meletakan ponselnya seraya berdecak keras. "Emang cara ngomong gue tadi masih kurang, ya?" Tidak bisa dipungkiri kalau Arka memang tidak mau jika masalah yang tadi dibahas oleh teman-temannya itu benar-benar terjadi. Katakan jika Arka memang egois, ia tidak mau berkata meski hatinya yang meminta. Tolong ajarkan ia untuk belajar jadi yang terbaik. Mulai detik ini. Risa kembali duduk di kursinya seraya menghela napas pelan. "Tinggal ngomong cemburu doang, susah amat." "Gila, lo, ya! Kita nungguin dari tadi, lo malah sibuk pacaran. Dasar temen lucknut!" Keempatnya menoleh dan mendapati Irene dan Ghea yang baru saja datang menghampiri mereka. Ghea menatap Risa sinis. "Nggak punya otak emang." Risa mendengus seraya memutar bola matanya. "Sorry. Gue khilaf." Ghea ikut duduk di dekat Risa. "Khilaf lo keterusan!" Irene ikut mendudukkan bokongnya juga. Setelahnya cewek ceria bersuara lantang itu menatap Risa. "Tadi Laura nyariin." Risa mengangkat salah satu alisnya. "Ngapain dia?" "Nggak tau. Tadi, sih, dia bilang kalo dia masih punya urusan sama lo. Palingan masalah Arka. Kalo bukan, ya, masalah apalagi?" Risa terdiam. Lagi-lagi ia harus berurusan dengan Laura. Semenjak ia menyandang status menjadi kekasih Arka, cewek yang bernama Laura itu tidak pernah absen untuk mengganggunya. Sebenarnya Risa belum mengerti dengan maksud tujuan Laura. Mungkin memang benar kalau Laura mempunyai rasa kepada Arka, ketara sekali dengan tingkahnya yang selalu menyangkut pautkan Arka ketika bermasalah dengannya. Cewek itu selalu menyuruh Risa untuk meninggalkan Arka. Bodoh, dia tidak tahu saja bagaimana perjuangannya untuk mendapatkan Arka waktu itu. Risa tidak tahan jika terus seperti ini, ia harus bertindak tegas dengan cewek itu. Karena kalau tidak, ia yakin kalau Laura akan lebih bersikap semena-mena. "Kemana?" tanya Arka ketika melihat Risa beranjak dari duduknya. "Ngurusin Laura dulu. Kalo terus didiemin dia bakalan makin ngelunjak." "Nggak usah lo samperin." "Kenapa?" "Nggak perlu dan nggak ada gunanya." Risa tidak peduli, ia akan tetap menghampiri Laura. "Pokoknya gue mau tetep samperin dia." "Kalo gitu, lo juga sama aja. Sama-sama cari masalah." Risa menatap Arka heran. Kenapa cowok itu tidak mengerti juga? Ia kesal, ia tidak mau terus menerus diganggu oleh cewek itu. "Terserah. Lo emang nggak pernah mau ngerti dan peduli sama gue." Risa melenggang pergi. Melihat itu, Arka hanya diam saja. Kenapa Risa tidak mengerti juga? Bukannya ia tidak peduli, ia hanya takut kalau gadis itu kenapa-napa. Bagaimanapun, ia tahu kalau Laura selalu bertindak seenaknya. Irene beranjak dari duduknya. "Lo gila, ya?! Cuek lo udah nggak bisa ditoleransi!" Ghea ikut beranjak dari duduknya. "Dah, kita samperin Risa. Cowok emang gitu, selalu bersikap semaunya." "Lah, bukannya cewek yang selalu gitu?" ujar Dion tak terima. Ghea dan Irene tidak menjawab, keduanya langsung berjalan untuk menghampiri Risa.   To Be Continue..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD