2. Karma?

802 Words
1.  Karma? Saat ini, Risa sedang berada di mini market yang berada tak jauh dari rumahnya. Cewek yang mengenakan kaus bertuliskan 'bodo amat' itu tengah memilih bahan keperluannya dan juga titipan mamanya. Sebenarnya ia sangat malas, mengingat ia yang baru pulang pukul tujuh malam tadi. Namun, titipan mamanya yang terlalu mendesak untuk ia tolak. "Eh, maaf, saya nggak sengaja." Saking seriusnya, Risa sampai tidak sengaja menabrak bahu seseorang. "Lain kali hati-hati, ya?" Wanita yang diperkirakan seumuran dengan mamanya itu menatap Risa seraya tersenyum kecil. Risa tersenyum kikuk. "Ah, iya, Tan. Sekali lagi, maaf, ya?" Risa melihat wanita itu mengangguk setelah mendengar ucapannya. "Mama ngapain?" Tunggu, Risa mengenali suara ini. Dengan segera ia menolehkan kepalanya dan ia mendapati Arka yang tengah berdiri tepat di sampingnya.  "Nggak apa-apa, tadi perempuan ini nggak sengaja nabrak Mama." Apa tadi? Mama? Berarti wanita yang ada di hadapannya ini mamanya Arka? Selama ini ia tidak tahu siapa mamanya Arka, yang ia tahu hanya namanya saja. Risa masih diam, menunggu jawaban dari Arka. Arka melirik sebentar ke arah Risa. "Maafin dia, Ma, dia emang gitu orangnya. Ceroboh." Risa mengerutkan dahinya. Kenapa Arka berbicara seperti itu? Apakah cowok itu tidak memikirkan bagaimana perasaannya? Oke, dibilang ceroboh ia tidak terlalu mempermasalahkan karena itu memang salah satu sikap yang memang ada pada dirinya. Risa masih diam, ia menunggu kelanjutan dari perbincangan ini. Wanita yang ia ketahui bernama Dela itu mengernyit seraya menatap Arka. "Kamu kenal?" "Dia temen aku, Ma." Risa tercengang mendengar perkataan Arka. Apa lagi ini? Risa tidak mengira kalau Arka akan tidak mengakui hubungannya di hadapan mamanya. "Oh, temen." Dela mengangguk-anggukan kepalanya. Meskipun hatinya merasakan sakit, Risa tetap mengangguk kecil seraya tersenyum. "Hallo, Tan. Saya Risa, temennya Arka." Ia melirik Arka sekilas. "Saya duluan, ya, Tan." Setelahnya, Risa melangkah meninggalkan ibu dan anak itu. Ia bergegas menuju kasir untuk membayar belanjaannya. Keluar dari mini market itu dengan perasaan yang sudah tidak terdefinisikan. Kenapa Arka tidak mengakuinya? Risa memilih duduk di halte yang ada di depan mini market itu dan mendudukkan tubuhnya seraya menghela napas pelan. Ia tidak menyangka kalau pacaran dengan Arka akan serumit dan sesakit ini. Padahal, sebelum ia kenal dengan Arka, ia tidak pernah sekalipun tersakiti oleh cowok manapun. Bahkan, ia yang selalu menyakiti mereka. Kadang ia berpikir, apakah ini yang dinamakan karma? "Kenapa?" Risa menoleh sekilas kemudian kembali membuang muka. Orang yang barusan berbicara itu adalah Arka. "Nggak apa-apa." "Kok, muka lo murung gitu?" Risa kembali menoleh menatap Arka. "Kalo gue bilang gue marah sama lo, lo bakalan bujuk gue?" "Lo marah sama gue? Emang gue ada salah apa?" Seperti itulah Arka, cowok dengan segudang cueknya dan tidak pernah sadar dengan kesalahannya sendiri. Risa mendengus kesal. "Cewek mana, sih, yang nggak marah kalo nggak di akuin sebagai pacar? Apalagi di depan mamanya. Nyesek tau, nggak?!" Arka menghela napas, detik berikutnya ia memilih untuk ikut duduk di samping kekasihnya. Risa salah paham dengan ucapan yang bahkan belum ia selesaikan. "Lo belum denger kelanjutannya." "Emang kalo gue masih diem di situ lo mau ngomong apaan? Kata-kata yang lebih menyakitkan lagi?" Arka terdiam. Jujur saja, ini pertama kalinya ia melihat Risa marah seperti sekarang. Biasanya, meskipun tengah kesal, cewek itu tidak akan separah ini. Apa ia sudah keterlaluan? "Ayo, Ar, Mama udah selesai." Keduanya menoleh dan mendapati Dela yang baru saja datang menghampiri mereka dengan dua kantung belanjaan di tangannya. "lho, ini perempuan tadi, kan?" Lagi-lagi Risa memaksakan senyumnya seraya mengangguk kecil. "Pacarnya, Arka?" Risa mengernyit kemudian melirik Arka sekilas. "Maafin Arka, ya? Dia, mah, orangnya gitu, kalo becanda suka nggak liat situasi." "Dianya aja yang baperan," sindir Arka seraya melirik Risa. Dela terkekeh pelan kemudian kembali menatap Risa. "Kamu yang sabar, ya, sama dia. Arka cuek-cuek tapi perhatian, kok." Risa hanya tersenyum membalasnya. Ia bingung harus menjawab apa. "Oh, ya, Risa, lain kali main ke rumah, ya?" Risa mengangguk kecil, dengan masih bingung ia membalas perkataan wanita itu. "Iya, Tan." Dela mengangguk seraya tersenyum. "Oh, ya, Ar, kamu anterin pulang, gih. Biar Mama naik taksi aja." "Nggak apa-apa, Tan. Risa bisa pulang sendiri, kok," ucap Risa menolak. "Tante juga bisa pulang sendiri, kok. Nggak apa-apa, biarin Arka tebus kesalahannya." Dela tersenyum seraya melirik Arka sekilas. "Ya, udah, Mama duluan, ya?" Setelahnya, Dela meninggalkan mereka dan memasuki taksi yang baru saja ia berhentikan. Risa menoleh menatap Arka. "Kok, lo gitu banget, sih, Ar?" Arka menatap Risa seraya mengerutkan keningnya. "Kenapa?" "Nggak tau, lo aneh. Gue malu tau, nggak?!" "Malu tapi seneng." "Nggak gitu juga." "Mangkanya, lain kali jangan nyimpulin sesuatu tanpa mendengar penjelasannya." Risa berdecak pelan. "Tau, ah! Tapi gue seneng, sih." Arka beranjak dari duduknya seraya memasukan kedua telapak tangannya ke saku celana. "Udah ketebak." Risa mendengus seraya memutar bola matanya malas. "Cuek banget, sih?!" "Udah dari sononya." Menghela napas. Risa ikut beranjak dari duduknya. "Emang tadi lo mau ngomong apaan, sih? Temen tapi sayang maksudnya?" "Bukan." "Gue pengen tau!" "Rahasia." Risa menatap Arka yang sedari tadi hanya menatap ke depan itu. "Ayolah, gue pengen tau." Arka menghela napas kemudian menoleh. "Tadinya gue mau gombal, tapi lo keburu kabur duluan." Risa menahan senyumnya. "Kok, tumben mau gombal?" "Nggak apa-apa, sekali-kali bahagiain pacar." To Be Continue..  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD