Kebebasan Bersyarat

2182 Words
Leo menatap kesal pada ayahnya yang tampak duduk santai menanti jawaban darinya. Begitu pula dengan Miya yang tak mengenai rencana suaminya tersebut. "Bagaimana Leo? Apa kau masih tidak ingin bertanggung jawab pada gadis itu, hah?" tanya Miya sembari tersenyum licik kepada putranya. "Cih, kalian berdua lebih baik jangan mencampuri urusanku!" pekik Leo kesal kepada kedua orang tuanya. "Kau itu putra satu-satunya yang kami miliki ... jadi kami berhak untuk ikut campur dalam masalah ini! Kau jangan menindas gadis lemah itu, Leo!" balas Miya tak ingin kalah terhadap putranya yang bersikap arogan. "Mamamu benar, Leo! Kau seharusnya bersyukur karena Tuhan mempertemukanmu dengan gadis ... siapa namanya tadi?" tanya Gustaf pada Miya. "Shafira Robinson!" seru Miya. "Robinson itu nama keluarga kita, ma!" pekik Leo semakin kesal. "Hei, Shafira akan menjadi menantu di keluarga kita, jadi mulai sekarang kita akan memanggilnya Shafira Robinson, hahaha ...." sahut Gustaf. Leo tak bisa berkata apa-apa lagi menghadapi kedua orang tuanya yang memiliki sikap humoris yang begitu berlebihan. Ia hanya bisa tepok jidat lalu geleng-geleng kepala. "Jadi Leo ... kau seharusnya bersyukur Tuhan mempertemukanmu dengan Shafira! Hanya dia satu-satunya wanita yang dapat membangkitkan gairah s*x di dalam tubuhmu. Begitu banyak wanita yang mendekatimu termasuk Laura, namun mereka semua tidak bisa melakukannya seperti apa yang Shafira lakukan padamu ... apa kau masih ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, hah? Ingat, usiamu sudah cukup matang untuk memiliki keturunan dan di keluarga kita hanya kaulah satu-satunya harapan kami untuk mendapatkan cucu yang akan mewarisi semua harta keluarga kita!" kata Gustaf berkata panjang lebar demi membuka jalan pikiran putranya. Leo hanya diam saja, namun ia berusaha untuk memikirkan setiap kalimat yang diucapkan ayahnya tersebut. "Aku sama sekali tidak memiliki perasaan pada gadis itu kecuali hanya ingin menikmati hasratku saja, bagaimana mungkin aku menikahinya? Lagipula aku yakin dia juga tidak memiliki perasaan apapun padaku selain rasa kesal karena aku memperkosanya." gumam Leo dalam hatinya. "Leo! Kenapa kau diam saja? Cepat pilih ... mana contoh kartu undangan untuk pernikahanmu dengan Shafira?" tanya Miya tak sabaran. Desakan keduanya orang tuanya tersebut, membuat Leo sakit kepala. "Cih, aku masih ada urusan penting! Aku akan pergi menemui klien ku diluar!" kata Leo sembari bergegas pergi guna menghindari kedua orang tuanya yang terus mendesak dirinya. Gustaf dan Miya tak bisa berkata apa-apa melihat langkah putranya yang sudah menghilang di balik pintu ruangan. Keduanya pun menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya. "Haaaah, bagaimana sekarang? Leo tetap saja tidak mau menikah? Bagaimana mungkin kita akan mendapatkan cucu dalam waktu dekat?" tanya Miya seakan lelah untuk membujuk putranya agar segera menikah dan memiliki keturunan. "Jangan terlalu mendesaknya! Dia akan semakin keras kepala nanti ... untuk saat ini lebih baik kita membujuknya dengan tidak terburu-buru." kata Gustaf. "Bagaimana mungkin kita tidak buru-buru? Kau dan aku sudah tua ... apa kau tidak ingin melihat cucu kita, hah???" pekik Miya kesal. "Cih, aku juga menginginkan seperti yang kita harapkan selama ini, tapi mau bagaimana lagi ... putramu begitu susah diatur, dia keras kepala dan juga arogan!" gerutu Gustaf ikutan pusing mengurusi kehidupan pribadi anak sematawayangnya. "Cih, kalau Leo bersikap jelek kau selalu mengatakan kalau dia putraku, tapi saat Leo mendapatkan segudang prestasi di dunia bisnis kau selalu mengakuinya sebagai putramu! Dasar!" pekik Miya kesal lalu pergi keluar dari ruang kerja putranya itu. "Huh, dasar wanita pemarah!" gerutu Gustaf sewot. "Haaaah, walaupun dia pemarah, aku tidak bisa hidup tanpanya!" ucap Gustaf yang selama ini terlalu bucin terhadap istrinya. "Sayang, tunggu aku!" seru Gustaf mengejar Miya. Leo yang sengaja menghindar dari desakan kedua orang tuanya, ternyata tidak memiliki jadwal pertemuan dengan kliennya, melainkan ia pergi kerumah sakit dimana Shafira sedang dirawat akibat luka sayatan yang ada di pergelangan tangannya. Tiba dirumah sakit itu, Leo lantas bergegas menghampiri ruang kamar dimana Shafira terlihat sedang duduk bersandar sambil menatap pergelangan tangannya yang masih di perban. Ketika Leo masuk keruangan itu, Shafira terlihat memalingkan pandangannya seolah menolak kehadirannya. "Bagaimana keadaanmu? Apa kata dokter hari ini mengenai kondisimu?" tanya Leo sembari menatap tajam pada Shafira. "Dokter bilang katanya aku sudah tidak apa-apa dan aku di perbolehkan pulang hari ini," sahut Shafira mengelabui Leo, padahal dokter sama sekali belum mengizinkan dirinya untuk keluar dari rumah sakit lantaran kondisi tubuhnya yang masih lemah. Leo bukan pria bodoh yang mudah percaya begitu saja terhadap ucapan seseorang, apalagi ia mengetahui bahwa Shafira terlihat begitu membencinya setelah malam yang mereka lewati bersama. "Reno!" seru Leo memanggil asisten kepercayaannya. "Iya, tuan," sahut Reno lantas masuk menghampiri majikannya tersebut. "Panggilkan dokter kesini sekarang juga!" perintah Leo pada Reno membuat Shafira gemetar takut ketahuan bahwa dirinya baru saja berbohong pada Leo. "Baik, tuan," sahut Reno lantas keluar ruangan itu untuk memanggil dokter yang menangani Shafira. Leo terus menatap Shafira yang tampak ketakutan, lalu ia mendekati Shafira dan berbisik padanya. "Aku tidak suka jika ada orang yang membohongiku! Aku akan memberikannya hukuman agar dia jera dan tidak akan berbohong lagi padaku!" bisik Leo membuat Shafira semakin ketakutan. Dokter yang menangani Shafira pun datang menemui Leo. Ketika itu Shafira tak bisa lagi membela dirinya lantaran tau kesalahan apa yang telah ia perbuat kepada Leo. "Tuan ...." sapa Dokter itu pada Leo. "Bagaimana kondisinya?" tanya Leo. "Kondisi tubuh nona Shafira sangat lemah, dikarenakan dia tidak mau makan dan juga minum obat," sahut Dokter. "Jadi begitu ... aku pikir dia sudah bisa keluar dari rumah sakit sekarang." kata Leo sengaja menyindir Shafira yang telah berbohong padanya. "Tentu saja tidak boleh, tuan! Kondisinya sangat lemah dan harus mendapatkan perawatan dirumah sakit." sambung Dokter itu. Leo meraih wajah Shafira lalu mencengkramnya dengan kuat. "Apa dia sudah makan siang ini?" tanya Leo pada Dokter itu lagi yang takut disalahkan lantaran Shafira tak kunjung sembuh dari sakitnya. "Sejak tadi pagi, saya dengar dari perawat yang berjaga katanya nona belum makan apapun dan dia juga menolak untuk minum obat, tuan," sahut Dokter. Leo merasa sangat kesal, bahkan menyalahkan pihak rumah sakit yang tidak becus mengurusi seorang gadis lemah seperti Shafira. "Cepat bawakan makanan dan obatnya kesini!" teriak Leo dengan suaranya yang menggema di ruangan itu, bahkan Shafira semakin gemetar ketakutan ketika menghadapinya. "Biar aku yang memaksanya untuk makan dan minum obat!" ucap Leo semakin kuat mencengkram wajah Shafira. "Ba-baik, tuan," sahut Dokter. Makanan yang disediakan dari rumah sakit pun datang berserta obat yang harus di konsumsi Shafira setiap hari selama sakit. Shafira diam saja bahkan tidak berani menatap Leo sedikitpun. Ia tau bahwa Leo mampu melakukan apa saja untuknya jika berani menentangnya. "Buka mulutmu!" seru Leo menyodorkan sesendok nasi lembek kepada Shafira. Sejatinya Shafira tak menyukai nasi lembek ataupun bubur. Ia hanya mencintai makanan pedas dan serba instant. "Tu-tuan, aku tidak suka nasi lembek." ucap Shafira. "Kau ingin makan apa? Tubuhku, hah? Setelah kau sembuh, aku akan memberikan tubuhku untuk kau makan setiap malam!" bisik Leo malah semakin membuat Shafira ketakutan padanya. "Dasar pria menyebalkan!" gerutu Shafira dalam hatinya. "Cepat makan atau aku akan melakukannya di depan Reno!" bisik Leo mengancam Shafira. Shafira melirik Reno yang berdiri tak jauh dari pintu ruangan.Takut akan ancaman itu, Shafira langsung membuka mulutnya dan mau tak mau ia harus menelan makanan yang sama sekali tak disukainya. Lantaran ancamannya berhasil, Leo sedikit mengukir senyuman di bibir tipisnya. "Heh, dasar kelinci kecil ... ternyata kau tau takut juga! Heh, setelah kau pulih, aku akan memangsamu setiap malam sampai aku puas, hehehe." ucap Leo dalam hatinya sembari menatap wajah lugu Shafira yang terlihat ketakutan padanya. Setelah beberapa suap, Shafira menolak untuk makan lagi. Leo pun tidak memaksanya. Ia mengerti kondisi orang sakit yang tidak selera makan apapun, apalagi makanan dari rumah sakit. Leo kemudian mengambil beberapa obat yang harus di konsumsi Shafira selama dirumah sakit. "Minum obatmu!" perintah Leo sembari menyodorkan obat itu pada Shafira. "Tu-tuan, bolehkan aku pergi menjenguk ibuku dirumah sakit? Aku ingin mengetahui keadaannya setelah operasi," pinta Shafira. "Tidak boleh! Kau tidak boleh kemana-mana!" sahut Leo.  Shafira lantas menepis tangan Leo sehingga beberapa butir obat itu jatuh kelantai. "Kau ...." Leo tampak kesal atas sikap Shafira barusan. "Aku tidak mau minum obat!" pekik Shafira akhirnya memberanikan diri untuk melawan. Leo langsung mencengkram lengannya dengan kasar. "Beraninya kau berteriak padaku, hah? Apa kau sudah bosan hidup?" teriak Leo kesal. "Iya! Aku sudah bosan hidup! Aku tidak ingin hidup lagi di dunia ini! Untuk apa kau hidup kalau hanya menghabiskan waktu bersama pria psikopat sepertimu!" teriak Shafira membuat Leo naik darah. Pllllaaakkk .... Shafira terdiam saat Leo menampar pipi kanannya. "Jadi kau menganggapku seorang psikopat, hah? Beraninya kau ...." "Kau memperkosaku, kau juga menahanku! Kau orang jahat!" pekik Shafira memukuli pundak Leo dengan tangan kirinya. Leo menangkap tangan kiri Shafira dan menggenggamnya erat. "Kalau kau benar-benar sudah bosan hidup, maka hanya akulah yang akan menghabisimu!" ujar Leo menatap Shafira dengan tatapan membunuh. "Bunuh saja aku! Aku tidak ingin hidup lagi! Semua orang membenciku ... tidak ada yang menyayangiku di dunia ini!" pekik Shafira emosi sejadi-jadinya bahkan hingga berontak sekuat tenaga. Leo berusaha menghentikan apa yang Shafira sedang lakukan. Ia mendekap Shafira serta berbisik padanya. "Tenanglah!" bisik Leo. "Semua orang membenciku, mereka tidak menyayangiku, hiks ... hiks ... hiks ...." ucap Shafira akhrinya menangis di dalam dekapan Leo. Leo membiarkan Shafira menangis di dalam dekapannya, sampai akhirnya Shafira merasa lelah dan tertidur. Setelah Shafira tertidur pulas, Leo menarik selimut hingga ke dadanya. "Reno, urus semuanya ... aku ingin dia pulang kerumahku hari ini juga," perintah Leo pada asisten kepercayaannya itu. "Baik, tuan," sahut Reno. Leo menatap air mata yang masih membasahi wajah Shafira. Ia mengelap dengan jarinya lalu tanpa disadari, ia juga mengelus pipi Shafira dengan lembut. "Apa yang sudah kau lalui selama hidupmu? Apakah sepedih itu?" ucap Leo dalam hatinya merasa penasaran dengan perjalanan hidup gadis belia yang ia nodai beberapa hari lalu. Dalam kondisnya yang masih lemah, Shafira pun diizinkan keluar dari rumah sakit atas permintaan Leo. Namun tetap saja Shafira dibawa pulang ke kediaman Leo. Rasanya ia ingin sekali pergi melarikan diri, namun dengan kondisinya yang seperti itu, Shafira tak bisa melakukan apa-apa kecuali duduk diam terpaku di dalam sebuah kamar yang begitu mewah. Shafira jelas-jelas merasa dirinya bagaikan seekor burung yang terperangkap di dalam sangkar emas. Malam harinya, Leo pulang kerumah setelah selesai mengurusi pekerjaannya diluar kota. Dalam keadaan penat dan lelah, Leo memasuki ruang kamar dimana Shafira tampak tertidur pulas. Saking pulasnya, Shafira tidak terbangun ketika Leo masuk ke dalam kamar dan memperhatikannya. Leo melihat posisi tidur Shafira yang tanpa sadar selimut yang ia kenakan tersingkap sehingga menampakkan bagian tubuhnya. Sontak saja melihat hal itu, gairah Leo memuncak dan ingin segera menuntaskannya.  "Aku menginginkanmu, sayang!" bisik Leo sembari menciumi lehernya hingga meninggalkan bekas merah. Shafira membuka kedua matanya lebar-lebar lantaran kaget setengah mati saat tubuhnya sudah berada dalam dekapan Leo. "Tu-tuan ...." ucap Shafira menahan tubuh Leo agar tidak melakukannya. "Jangan pernah menolakku! Kau milikku!" ucap Leo tak senang Shafira sedikit menahannya. Usai menikmati tubuh gadis yang ia tahan selama hampir sebulan di kediamannya, Leo bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sementara Shafira masih berbaring menyamping sembari menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Air matanya tampak menetes setiap kali ia harus melewati malam bersama Leo. Setelah mandi, Leo berniat untuk istirahat. Ia kembali naik ke atas ranjang, namun sempat melirik Shafira yang berbaring membelakanginya. "Apa kau sudah tidur?" tanya Leo dengan nada dingin serta datar. Shafira berbalik menghadapnya. Terlihat oleh Leo, wajah Shafira yang tampak basah karena air mata. "Aku benci melihat air matamu itu!" ujar Leo lagi-lagi meraih wajah Shafira dengan kasar. "Jangan pernah menangis dihadapanku lagi, apa kau mengerti?" ujar Leo lagi. Shafira hanya menganggukkan kepalanya perlahan. "Tidurlah!" kata Leo. "Tu-tuan, apa besok aku boleh keluar rumah?" tanya Shafira. Leo lantas meliriknya tajam. "Hanya sebentar saja, kumohon!" pinta Shafira. Leo hanya diam sambil terus meliriknya tajam. "Tuan, aku hanya ingin pergi kesekolah ... sudah hampai sebulan aku tidak masuk sekolah tanpa kabar apapun." kata Shafira. "Aku takut ... aku akan dikeluarkan dari sekolah," kata Shafira lagi. "Sebelum kau dikeluarkan, aku akan memindahkanmu ke sekolah yang lebih bagus dari sekolahmu itu!" sahut Leo. "Hah? Ma-maksud tuan?" tanya Shafira bingung. "Kau tidak perlu pergi kesekolahmu itu lagi, aku sudah meminta Reno untuk mendaftarkanmu ke sekolah yang lebih bagus ... sebuah sekolah elit dan ternama di kota ini!" sahut Leo. "Itu tidak perlu, tuan." kata Shafira. "Apa kau menentangku?" sungut Leo menatap Shafira kesal. "Tidak, tuan," sahut Shafira menurunkan pandangannya. "Bagus! Kau harus tau posisimu sebagai wanitaku!" ucap Leo. "Tuan, apa aku boleh pergi menjenguk ibuku dirumah sakit?" pinta Shafira. "Tidak!" sahut Leo. "Tuan, aku mohon ... hanya sebentar saja! Aku janji aku tidak akan lari darimu," kata Shafira memohon pada Leo. Leo menatap raut wajah Shafira yang tampak bersungguh-sungguh memohon padanya. "Baiklah! Aku akan mengizinkanmu keluar dari kediamanku, tapi dengan syarat ... kau tidak boleh pergi sendirian. Aku akan mengutus Reno untuk mengawalmu kemanapun kau pergi dan kau juga harus menepati janjimu kalau kau tidak akan pernah lari dariku karena kau milikku!" kata Leo menegaskannya pada Shafira. "Kau mengerti?" kata Leo lagi. "I-iya, tuan," sahut Shafira pasrah. Kemudian Leo merebahkan tubuhnya untuk beristirahat, sementara Shafira bergerak turun dari ranjang itu hendak pergi ke kamar mandi. Namun ketika kakinya baru saja menginjak lantai, Leo meraih lengannya. "Kau mau kemana?" tanya Leo. "Aku ingin ke kamar mandi ... tubuhku lengket dan aku ingin membersihkannya," sahut Shafira. Leo lantas melepaskan genggaman tangannya dari lengan Shafira.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD