Darren and Sissy

1803 Words
  "Wehh gila lah pokonya gue aja lemes maen sama Gilang. Nafsuan euy kalo lagi sama gue," Nila terus-terusan pamer momen bercintanya bersama pacarnya, si Gilang, kakak kelas mereka. "Lo baru lepas perawan aja bangga banget. Gue tiap minggu ngamar hotel juga kalem aja," sanggah Deva, kalau dia sih nggak usah ditanya, bahkan pacarnya bisa ganti lima kali dalam sebulan. Badannya body goals. Idaman banyak cowok, bukan cuma anak 71 doang yang ngincer dia, katanya dia udah terkenal di kalangan anak Univ Manggala. Di sebelah Nila, Aruna menggeleng sambil istigfar. "Mau bilang apa lo nanti sama suami lo pada, baru SMA udah pada nggak perawan." Aruna dengan segala nilai-nilai kuat keagamaannya. Semua memutar bola mata mendengar pertanyaan bijak cewek itu. "Nih yang kasihan nih, Sissy nggak ada kemajuan. Brother-Sister-Zone terus sama Darren," Nila tidak menanggapi ucapan Aruna dan malah menunjuk Sissy, cewek imut dengan segala tingkah kekanakannya. "Gue nggak kakak adek an sama Darren ya!" sanggah Sissy sebal. Ketiga temannya malah menatapnya datar, seolah berkata 'oh ya?'. Sissy jadi mendengus. "Jangan-jangan dia homo, Sy?" tebak Deva, langsung mendapat tabokan keras dari Sissy di sebelahnya. Bagaimana mungkin asumsi gila itu bisa mampir di otak Deva? Dasar jalang stress! "Ya abis, lo kejar dia udah tiga tahun. Dari SMP, Sy! Dan dia bahkan nggak mandangin tete lo yang mulai gede ini sedetikpun! Gue kan jadi berpikir dia lebih suka mandangin s**********n cowok daripada cewek," Deva membela diri. "Lo nggak pernah gitu liat dia ngaceng? Lo kan rajin banget mampir ke apartemen Darren tiap pagi siang petang bahkan nginep disana berdua. Udah kayak couple goals, tapi sayang kalian bahkan nggak pernah kelihatan cium pipi," sahut Nila ngenes. "Hush! Bukan muhrim!" Ini Aruna bisa buang ke laut aja nggak, sih?! Deva dan Nila melotot galak. "Cium pipi sering, kok!" aku Sissy keras. Nggak terima aja dia dibully seolah-olah cintanya bertepuk sebelah tangan. "Ya lo yang nyosor. Darren mana pernah," balas Nila telak. Membuat semangat Sissy langsung terbuang ke palung Mariana. Cewek itu jadi menjatuhkan kepalanya di atas meja kantin. Meratapi nasib percintaannya yang enggak semulus Deva, atau paling nggak tuh kayak Nila gitu. Nggak mau disamain sama Aruna! "Lo mending move on deh, cowok bukan cuma Darren doang. Dia mah bukan cowok, tapi beruang kutub!" usul Nila. "Gue kenalin, Sy! Banyak cowok ganteng di kontak gue!" Deva ikutan semangat, segera merogoh ponsel di saku seragamnya lalu mencari-cari kontak cowok kenalannya. "Nggak mau! Cowoknya Deva penjahat kelamin semua," tolak Sissy galau. "Lo salah Sy, yang penjahat kelamin tuh Deva, bukan cowoknya," sahut Aruna, kali ini mendapat sambutan tawa dari Nila karena tumben lagi bener. Deva mencibir tapi tidak menampik. "Atau lo mau cari kenalan? Ayok ikut gue malam ini!" Seulas senyuman miring Deva terpeta di bibirnya. Mencurigakan banget. ***    Seharusnya Sissy tidak perlu menuruti Deva. Karena dia tahu ada seribu pikiran kotor nan licik di otak sang rubah betina itu. Jadi saat malam ini Deva menariknya masuk ke club, Sissy segera menarik diri. "Nggak mau ah. Kalo nggak sama Darren tuh nggak aman ke tempat beginian," Sissy terus berusaha melepaskan tarikan Deva. Sissy memang pernah ke club, beberapa kali. Tapi dengan alasan membuntuti Darren, kalau sendirian begini mana berani. Apalagi sama Deva. Yang ada tuh nanti Sissy ditinggal kalau Deva udah dapet teman one night stand. "Aman sama gue, Sy! Buru ah!" Deva menarik lebih kencang. Tenaga Deva memang lebih besar, soalnya Sissy ini mungil, dan tubuh Sissy tertarik begitu saja memasuki club. Suara dentuman musik diskotik langsung memenuhi indera pendengaran Sissy. Penging banget. Bercampur bau alkohol, dan berdesakan dengan orang-orang yang sedang joget. Dengan pakaiannya yang memakai sweater kuning panjang dan rok cokelat sepaha, Sissy merasa salah habitat. Dia lebih cocok mampir di taman bermain daripada club. Berbeda dengan Deva, cewek itu memakai tanktop mini yang memperlihatkan pusarnya, dan hotpants hitam super pendek. Padahal tadi Deva masih pakai jaket jeans, tapi sepertinya ditinggal di mobil. Deva mempersilahkan Sissy duduk di meja bar. "Biasa," ujarnya pada sang bartender muda. Sebotol minuman disodorkan dengan dua gelas. Deva menuangkan minuman pada gelas cantik itu. "Blueberry wine. Belom pernah coba kan? Enak kok," ujarnya menyerahkan gelas pada Sissy. "Nggak kuat minum gue." "Coba." Deva jadi melotot galak. "Katanya pengen lupain Darren, nah ini salah satu jalannya. Apa mau gue kenalin ke cowok?" Sissy menggeleng keras, lalu menurut untuk menenggak wine itu sampai habis. Deva menambahkannya, dan Sissy meminumnya lagi. Begitu terus sampai Sissy merasa kepalanya pusing dan badannya tidak berasa di bumi, kayak lagi terbang. Deva tersenyum miring. "Siniin hape lo," pintanya. Sissy hanya memberikan ponselnya pada Deva, lalu kepalanya tertelungkup di atas meja bar. Pengen tidur. "Hallo, Darren? Bukan, gue Deva. Sissy mabuk, minum banyak banget. Lo bisa kesini nggak?" Setelahnya, Deva memasukan ponsel itu kembali ke tas Sissy. Lalu mengelus rambut cewek itu. "Bantuan gue sampe sini. Kesananya harap improvisasi, ya. Eh orang mabok mana bisa improv sih. Hahaha." Lima belas menit kemudian seorang cowok menghampiri mereka. Cowok putih dengan muka jutek itu langsung memberikan tatapan menghujat pada Deva. "Lo biarin dia minum padahal tau Sissy bukan tukang minum." Deva jadi gelagapan. "Gue udah larang. Dia tuh bandel, maksa terus pengen minum." Darren hanya mendengus. Kemudian membopong tubuh Sissy keluar dari tempat berisik itu. Deva memandangnya dengan penuh harap. "Kita serahkan pada keberuntungan lo, Sy. Kalau masih gagal, berarti gue bener, Darren homo," ucapnya, lalu Deva memilih untuk turun mencari incaran. Daritadi dia sudah merasa ada yang memperhatikannya dengan senyuman nakal. *** "Enggghh, Dev, pengen pulang," Sissy meracau, matanya terbuka sedikit-sedikit. Darren meliriknya dari kursi kemudi. "Mana bisa lo pulang dalam keadaan mabuk. Bisa digorok gue sama Om David," balas Darren dingin. "Hee?" Sissy menoleh ke samping. "Suara lo berubah jadi cowok, Dev? Eh, muka lo kok mirip Darren? Tuh kan, mabuk tuh nggak mempan bikin gue ngelupain Darren. Lo sih bego." "Mau lupain gue?" Darren mengangkat sebelah alisnya. "Mau lupain Darren! Nila bilang dia bukan cowok, tapi beruang kutub. Mana bisa manusia pacaran sama beruang kutub. Dev, daritadi lo mirip Darren ih, ini efek orang mabuk emang begini ya?" "Gue Darren, kok," balas cowok itu enteng. "Mana ada! Dia palingan lagi otak-atik komputer. Lagian Darren tuh nggak bakal sudi jemput gue. Apalagi di club, bisa ditempeleng gue." Terkabul. Darren menempeleng Sissy walaupun tidak keras. Cewek itu jadi mengerjap-ngerjap. "Ini beneran Darren?"   *** Darren membawa Sissy ke apartemennya. Kemana lagi. Tidak mungkin ke rumah cewek itu, karena dia tidak tahu mau bilang apa kalau ditanya sama Om David melihat anaknya teler. Sissy, cewek itu berjalan sempoyongan ke kamar. Darren menghela nafas sabar. Setelah mengunci pintu, ia mengikuti Sissy. Baru sampai di ambang pintu kamar, Darren langsung terdiam. Pemandangan di depannya sangatlah mustahil. Sissy membuka sweaternya karena merasa kegerahan. Tersisa bra, lalu ia menanggalkannya juga dan membiarkan pakaian atasnya tergeletak di lantai. Berjalan ke arah lemari Darren, bermaksud mencari kaus longgar milik cowok itu. Tapi dia malah tersandung kaki sendiri. "Waaa sakit!" Sissy menjerit. Dengan segera Darren mendekat. "Masa gue jatuh," adunya pada Darren sambil mengusap lutut. "Lo kenapa lepas baju?" Mata Darren tak bisa melepaskan diri dari gumpalan daging kenyal yang menggantung bebas di tubuh Sissy. Putingnya pink, sedikit kecoklatan, dan mungkin akan pas digenggaman Darren. "Gerah, Darren. Mau pinjem baju. Tapi jatuh," balas Sissy, menatap Darren yang tidak berhenti memandangi payudaranya. Sissy meraih tangan Darren dan menempelkannya di p******a. "Kata Nila kalau di remas enak. Coba, dong." Darren meremasnya. Sissy terpejam sambil mendesis. "Emmh, iya, enak," katanya dengan nafas terputus. Darren mengangkat tubuh Sissy dan membaringkannya di kasur. Memelorotkan rok dan juga celana dalam. Cewek itu sepenuhnya telanjang sekarang. Vaginanya tertutup karena Sissy merapatkan kedua pahanya. "Buka bajunya, dong, Darren. Curang. Masa gue doang yang telanjang," tuntut Sissy. Namun tidak didengarkan. Darren langsung melahap p******a yang menggantung penuh godaan itu. Kenyal, rasanya dia betah berlama-lama memainkan p******a Sissy. Membiarkan cewek itu menikmati dengan erangan-erangan pelan. "Kalau mabuk, inget nggak ya besok?" racau Sissy menghentikan aktifitas Darren di dadanya. Cowok itu menaikan wajah dan mengecup bibir Sissy sebentar. "Kalau lupa tinggal ulang lagi," jawab cowok itu lalu semakin menenggelamkan kesadaran Sissy lewat ciuman dalam. "Mmphhhh," Sissy semakin menarik kepala Darren mendekat. Beberapa saat kemudian ia melepaskan ciuman untuk membuka kaus hitam Darren. d**a sixpack cowok itu jadi pemandangan sempurna. Sissy menciumi leher Darren, turun merambat ke d**a, lalu menjilati p****g kecil cowok itu. Tangannya menurun membuka sabuk dan resleting. Darren membantunya dengan melepaskan semua pakaiannya, kini mereka telanjang bersama diatas kasur. Sissy terdiam melihat ke bawah. Perlahan tangannya menyentuh milik Darren yang sudah keras, mengusapnya, sehingga Darren terpejam dengan sentuhan lembut Sissy. "Ini, kalo dimasukin sakit nggak?" "Cobain aja," balas Darren sekenanya. Sissy masih terdiam memandangi bagian tubuh kecoklatan dan panjang milik Darren. Kemudian mendekatkan wajahnya. Mengulum. "Kata Deva, cowok suka kalau digituin." "Iya," balas Darren lagi. Menikmati apa yang dilakukan Sissy. "Lo pinter ginian," ucap cowok itu sambil mengelus rambut Sissy yang bergerak maju mundur dibawahnya. Sissy menghentikan kulumannya. Duduk diatas Darren. Lalu mereka saling berpandangan. "Diajarin Deva. Katanya harus bisa bikin lo terangsang." Darren tertawa kecil menanggapinya. "Kenapa lo nggak pernah sentuh gue? Padahal kita sering berduaan." "Kalau udah sentuh, jadi pengen lama. Ntar lo capek," balas Darren mengusap pipi Sissy yang merah. Cewek putih itu tidak terbiasa mabuk sampai parah begini. "Nggak kok, nggak capek." "Belum dimasukin. Iyalah nggak capek." Sissy jadi melihat ke bawah lagi. Darren sudah siap di bawah sana. Posisi mereka juga sudah pas. Hanya saja Darren membiarkan Sissy melakukannya sendiri. Perlahan tangan Sissy mengarahkan milik Darren masuk ke tubuhnya. "Ssshh, punya lo gede, emang ini bisa masuk ya," desis Sissy, padahal belum masuk semuanya, baru setengah. "Sambil gerak biar nggak terlalu sakit." Sissy menurut menggerakan pinggulnya, perlahan milik Darren mulai masuk lebih dalam. Saat Sissy sedang maju mundur, Darren menarik tubuhnya mendekat, sampai p***s Darren tertancap seluruhnya di dalam Sissy. "Arrrhhh, itu sakit!" Sissy merasakan organ kewanitaannya berkedut nyeri. Selaputnya sudah robek. Darren nggak sabar banget. Setelah merasakan nyerinya berkurang, Sissy bergerak, tetapi masih merasa perih. Darren mendorong pinggul Sissy maju mundur. Rasa perih itu berangsur hilang. "Ahhh Ahhh, Darren, gue berisik ya," Sissy tidak bisa menahan suara desahannya. "Gapapa. Gue suka dengernya," balas Darren, kali ini membiarkan Sissy bergerak sendiri.  Tangan kiri Darren memeluk pinggul, tangan kanan yang lain meremas p******a. "Ngghhh, mmhhhh, ssshhh," Sissy terus bersuara seiring nada-nada khas organ intim yang saling bertubrukan itu kian terdengar cepat. Rupanya Darren sengaja bergerak cepat untuk membuat kenikmatan mereka bertambah. "Darren, ini, ahh, enak ih, ahh." Darren membaringkan tubuh Sissy namun tidak menghentikan gerakannya. Membiarkan cewek itu menikmati ritme yang dilakukan Darren sambil terus meracau keenakan. Sissy duluan yang sampai pada puncak pelepasan. Darren tetap menggerakan tubuhnya, maju mundur bersama Sissy. Lelaki itu akhirnya melenguh juga. Mendapatkan kenikmatannya. Darren memeluk Sissy. Tidak melepaskan diri walaupun keduanya sudah lega. "Capek," ungkap Sissy pelan, cewek itu sudah akan tertidur. Darren mencium pipinya. "Jangan lari kalau gue jadi sering minta jatah, ya." Balasan Sissy hanyalah nafas yang teratur, pertanda cewek itu sudah ke alam mimpinya.   ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD