2 - Dia Datang

1194 Words
"Leo Angkasa Bintang?" ulang Lea, Prass, dan Eka secara bersamaan. Inggit dengan semangatnya langsung mengangguk. Sekali lagi bayangan tentang Leo melintas di kepalanya, apalagi saat ingat wajah tampannya Leo. Bikin Inggit gemas sendiri, jadi ingin memiliki! "Angkasa Bintang? Ribet amat, dah! Sekalian aja Bintang Kecil Yang Ada Di Langit! Kalau nggak, Bintang Kecil Di Langit Yang Biru!" sungut Prass asal, dan mampu memicu amarah Inggit. Tak rela jika Leo-nya ada yang bully, apalagi yang bully nya itu si Prass. Mahluk astral yang minus akhlaknya! "Dari pada Lu, nama aja bagus Prasetyo, tapi muka sama akhlak nya minus banyakkkkk!" ledek Inggit. "Anjirr! Sesama manusia yang minus akhlak, ga usah saling ledek, deh." Prass tak ingin kalah dari Inggit. "Gue masih mending, ya! Dari pada Lu!" Sekali lagi Inggit meledek Prass. "Udah, ya debatnya. Kita makan dulu," sela Lea sambil mengambil pesanan mereka dari atas nampan. Keempatnya makan dengan khidmat, tak ada lagi yang berisik seperti tadi. Baik itu Inggit, maupun Prass. Kedua manusia itu anteng ngunyah makanan, karena takut tersedak jadi acara adu mulutnya akan dilanjut kapan-kapan. Istirahat makan siang berakhir, semua karyawan kembali ke meja kerja mereka masing-masing. Saat hendak kembali bekerja, kepala tim mengumumkan sesuatu yang cukup penting. "Mohon perhatiannya sebentar," pinta Rama kepala tim divisi produksi. Semua karyawan langsung menatap ke arah Rama, laki-laki yang sudah bekerja sebagai kepala tim divisi produksi hampir 5 tahun lamanya. Dan kini katanya isu beredar kalau Pak Rama akan keluar, karena masalah kesehatan. "Malam ini, saya akan mengadakan makan malam bersama. Untuk perpisahan dengan saya, dan menyambut kepala tim baru yang akan menggantikan saya di sini." Rama menepuk pundak lelaki yang ada di sampingnya, laki-laki yang mengenakan setelan kemeja berwarna navy dengan rambut yang sudah tertata dengan rapih. Kaum hawa langsung gaduh, kala melihat cogan yang ada di depan mereka. "Ini Pak Leo, yang akan menggantikan saya di sini. Silakan Pak Leo, perkenalan singkat terlebih dahulu agar besok bisa langsung bekerja." Leo mengangguk menurut. "Perkenalkan, saya Leo Angkasa Bintang." Ruangan mendadak hening, semuanya menunggu Leo untuk bicara lagi. Tapi sayangnya laki-laki yang bernama Leo itu tak berniat untuk bicara lebih banyak. Rama mencoba untuk mencairkan suasana canggung ini dengan beberapa kali berdeham. "E - ehem .... " Rama berdeham. "K - kalau begitu, ada yang mau ditanyakan?" Rama membuka sesi tanya jawab, sudah seperti acara diskusi yang diadakan oleh guru di dalam kelas. Seorang wanita mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Dia adalah Inggit, satu pertanyaan langsung terlintas di dalam kepalanya saat melihat cowok ganteng. Kalau tak bisa memiliki Kiano dan bisa memiliki Leo, kenapa tidak? "Ya, silahkan, Inggit." Rama mempersilahkan Inggit untuk bertanya. Ekspresi Leo sudah berubah, yang tadinya dingin kini lebih dingin lagi. Hanya Lea satu-satunya yang menyadari perubahan pada wajah Leo. "Pak, udah punya pacar? Kalau belum, cewek tipe ideal Bapak kayak gimana?" tanya Inggit dengan tidak tau malunya. Seketika Inggit langsung mendapat sorakan dari teman-temannya. Lea justru menutup matanya, karena merasa malu. Padahal yang bertanya Inggit, kenapa dia yang malu? Semuanya menanti jawaban yang akan diberikan oleh Leo. Harapan kaum hawa tinggi, mudah-mudahan mereka bisa tau tipe idealnya Leo dan ada sedikit peluang bagi mereka menjadi kekasih lelaki tampan itu jadi semakin tinggi. "Saya tidak bisa menjawab pertanyaan yang bersifat pribadi. Sebenarnya tidak perlu mengadakan sesi tanya jawab seperti ini, karena ini bukan acara presentasi seperti ada yang di kelas-kelas. Saya bekerja di sini untuk menggantikan Pak Rama, tidak lebih." Makjleb! Kata-kata yang keluar dari mulut Leo membuat semua yang ada di situ bungkam. Praduga yang mereka dapatkan dari kesan pertama ini, Leo adalah tipe-tipe manusia es. Tapi, kaum hawa semuanya berasumsi kalau Leo itu orang yang baik dan ramah. Dingin seperti ini karena mereka belum kenal dekat. Begitu pikir mereka. Jam pulang tiba, semuanya bergegas menuju tempat makan yang ada di pinggir jalan. Lamongan menjadi pilihan semuanya untuk mengisi perut mereka yang sudah mulai keroncongan. Semuanya duduk lesehan dengan beralaskan tikar. Duduk bersama-sama, sambil menunggu pesanan mereka tiba. Hampir semua kaum hawa mencoba untuk mendekati Leo, kepala tim baru mereka yang punya wajah ganteng. "Pak Leo, aslinya orang mana?" tanya Tia, salah satu pegawai yang langsung jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Leo. "Orang Indonesia." Jawaban yang Leo berikan mampu membuat kaum hawa terkekeh dengan candaan yang teramat garing. Sedangkan kaum adam nya hanya menahan kesal, gara-gara tersalip oleh Leo yang baru saja datang beberapa jam yang lalu. "Duh, Bapak bisa aja bercandanya." Tia mesem-mesem sendiri gara-gara jawaban yang diberikan Leo sangat lucu. "Memangnya saya terlihat sedang bercanda?" "T - tidak, Pak." Tia mendadak gugup sendiri. Suara Leo benar-benar sangat dingin. Bukan cuma suaranya aja, tapi tatapan mata dan tingkah lakunya pun sangat dingin. Lea hanya bisa menghela napas, kenapa di dunia ini ada manusia dingin macam Leo? Berbanding terbalik dengan sang kakaknya, Kiano yang memiliki sifat hangat dan perhatian. Memang, tipe idealnya itu adalah laki-laki yang hangat, pengertian, baik, tutur katanya sopan, dan dapat membuatnya nyaman. Laki-laki seperti itulah yang ungu Lea ajak untuk menua bersama. ***** Acara makan-makan bersama mereka telah usai. Kini saatnya untuk kembali ke rumah masing-masing, mempersiapkan tenaga untuk besok kembali bekerja. Lea sedang berdiri di tepi jalan, menunggu Kiano yang akan menjemputnya. Padahal sudah Lea katakan, kalau dirinya akan pulang sendiri dengan menggunakan taksi online. Tapi Kiano melarangnya dengan keras, hari sudah malam dan tidak baik anak gadis naik kendaraan umum seorang diri. Begitu katanya. Hal ini yang membuat Lea ingin memiliki pendamping hidup yang seperti kakaknya. Pernah satu kali dia bertanya pada Mona, kekasih kakaknya. "Mbak, punya pacar kayak Bang Kiano, enak nggak?" tanya Lea pada saat itu. "Kalau menurut mbak sih ya, bukan enak atau nggak nya. Tapi perkara bersyukur atau nggak punya Mas Kiano di samping mbak. Kalau mbak, bersyukur banget malah di sisi mbak ada Mas Kiano yang luar biasa! Abang kamu itu baik banget, perhatian, kalo lagi kesel juga ga pernah bentak-bentak, kalau mbak lagi marah dia jago banget ngerayu mbak. Makanya, mbak sayang banget sama abang kamu, Le. Jarang lho laki-laki dengan paket lengkap begitu ada di dunia ini. 1000 : 1, Le." Makanya cita-cita Lea saat ini adalah, punya suami yang seperti Kiano. Baru membayangkannya saja sudah membuat hatinya berbunga-bunga. Saat sedang asik senyum-senyum sendiri, seorang lelaki menghampirinya. "Lea, mau aku anter pulang?" "Maaf, aku udah dijemput sama abang," dalih Lea. Tapi memang benar, dia akan dijemput oleh Kiano.. Baru juga dibicarakan, mobil Avanza hitam langsung berhenti di depan Lea. Kiano turun dan menghampiri sang adik dengan wajah yang hangat, dan senyuman menghiasi wajah tampannya. Ah, memang Kiano itu adalah laki-laki terbaik yang pernah Lea temui. Kiano mengusap pucuk kepalanya adiknya dengan gemas, lalu matanya langsung tertuju pada laki-laki yang ada di samping adiknya. "Pacar kamu, Dek?" tanya Kiano penasaran. "Bukan, Bang! Dia temen Lea, namanya Eka." Eka dengan sopan membungkuk lalu mencium tangan Kiano, san memperkenalkan dirinya. "Perkenalkan Bang, saya Eka temannya Lea." Kiano tersenyum, melihat Eka yang sangat sopan kepadanya. Hari semakin malam, Kiano pun mengajak Lea untuk pulang. Karena tak baik untuk anak gadis masih keluyuran di luar padahal hari sudah malam. Selama dalam perjalanan pulang, Kiano terlihat sangat senang. Hal itu membuat Lea jadi heran sendiri akan sikap kakaknya. "Bang, kenapa deh senyum-senyum sendiri? Takut tau." "Kamu pacaran sama Eka, kan?" tebak Kiano dan jelas salah sasaran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD