3 - Kena Semprot

1102 Words
Setibanya di rumah, Lea bergegas pergi menuju kamarnya. Sedangkan Kiano mencoba untuk mengejar adiknya yang lagi ngambek, gara-gara kesalahannya. "Dek," panggil Kiano sambil menaiki tangga untuk menyusul adiknya. Lea tak menyahut, gadis itu bergegas masuk ke dalam kamarnya dan dengan disengaja pintunya tak ia kunci. Agar kakaknya bisa masuk, dan membujuknya agar tidak marah lagi. Biasanya kalau urusan bujuk membujuk Kiano ahlinya. "Dek .... " Sekali lagi Kiano mencoba memanggil adiknya, dan kali ini lelaki itu mendapat sahutan. "Hem." "Abang masuk, ya?" "Hem." Kiano masuk ke dalam kamar adiknya yang bernuansa baby blue, mulai dari cat, gorden, sprei, handuk, dll. Kiano duduk di tepi ranjang di mana adiknya sudah rebahan, masih mengenakan setelan kerjanya. "Abang minta maaf, ya. Bukannya abang ga percaya atau secara langsung maksa kamu buat pacaran sama Eka. Abang cuma pengen kamu dapet pendamping yang baik. Dari kesan pertama yang Eka kasih itu udah nunjukin dia laki-laki kayak gimana." "Tapi aku ga suka sama dia, Bang." Kali ini, di hadapan sang Kakak, Kiano. Lea berterus terang perasannya terhadap Eka, dan perkara hati maupun perasaan tak bisa dipaksakan. "Ya udah, kalo kamu ga suka ya nggak apa-apa. Abang ga akan maksa kamu buat pacaran sama dia, kok. Untuk soal pendamping, abang ga mau jodoh-jodohin atau apalah itu. Kamu cari aja lelaki yang ingin kamu jadikan pendamping hidup. Asalkan, dia adalah laki-laki yang baik dan bisa menyayangi kamu, Dek." Kiano berkata lembut, tangannya terulur mengusap pucuk kepala adiknya. Lea hanya diam, beruntungnya dia punya kakak yang pengertian. Yang tak pernah memaksa apalagi menuntutnya untuk begini atau pun begitu. Semenjak kematian orang tua mereka lima belas tahun yang lalu, Kiano sudah berperan sebagai kakak, ibu, ayah, teman, sahabat, guru, koki, dan dokter bagi Lea. Beruntungnya hidupnya tak seperti yang ada di webtoon atau di novel-novel. Saat orang tua mereka meninggal, para kerabatnya berlomba-lomba untuk merebut warisan orang tua mereka. Tapi, para kerabatnya justru sangat baik mereka meski dalam hati mereka Kiano sendiri tidak tau. Tapi yang Kiano lihat kalau para kerabatnya memperlakukan mereka dengan tulus. "Udah ya, jangan ngambek." Kiano mengacak-acak rambut Lea. "Iya, Bang." "Mau makan apa? Nanti abang buatin." Lea tampak berpikir ingin makan malam dengan apa. Dia baru ingat, kalau dia sudah makan tadi bersama teman-temannya. Tapi sialnya, kini perutnya terasa sangat lapar. "Tapi aku tadi udah makan, Bang." "Nggak apa-apa, kamu makan lagi aja, Dek. Mau makan apa? Nanti abang buatin." "Pengen ayam saus asam manis, deh. Boleh?" pinta Lea. "Boleh, dong. Tunggu, ya!" "Oke!" Lea mengangguk dengan penuh semangat. "Dek, kamu mending mandi dulu, deh," titah sang kakak. Apalagi Lea masih memakai pakaian kerja, dan belum mandi juga. Lea hanya mengangguk, sepeninggalan Kiano Lea langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Cukup lama Lea menghabiskan waktu di dalam kamar mandi, karena gadis itu sudah luluran dulu. Selesai mandi, Lea mengeringkan rambutnya dengan menggunakan hairdryer. Menatap pantulan dirinya dari cermin, satu kata untuk penampilannya. Cantik! Rambutnya hitam dan sedikit kecoklatan, lurus sebahu dengan poni di bagian depannya. Proporsi tubuhnya yang ideal, kulitnya yang kuning langsat dengan lesung pipi di pipi kirinya yang menambah kadar kecantikan. Belum lagi gigi gingsul nya membuat gadis itu terlihat sangat cantik. Selesai mandi, Lea memutuskan untuk turun ke bawah di mana abangnya masih memasak. Harum masakannya tercium sampai ke tangga, dan hal ini membuat perutnya semakin keroncongan. "Bang, udah mateng?" tanya Lea sambil menarik kursi dan duduk di sana. "Belum, bentar lagi, Dek." Lea hanya mengangguk, dan menunggu masakan Kiano matang. Ucapan abangnya benar, kurang dari sepuluh menit masakannya sudah matang. Kiano menghidangkan masakannya di atas meja makan, dan keduanya mulai makan dalam keadaan hening. Selesai makan, Lea mencuci piring sedangkan Kiano mengelap meja makan. Selesai mencuci piring, Lea menghampiri abangnya yang sedang sibuk dengan ponselnya. Sudah dapat dipastikan apa yang sedang ia lakukan. Apalagi kalau bukan chatting bersama sang kekasih? "Bang, aku tidur, ya?" pamit Lea pada Kiano. "Iya, selamat bobo, Dek." "Iya, Abang juga." **** Waktu bergulir dengan cepat, rasanya baru beberapa menit Lea tertidur, tapi kini sudah dibangunkan oleh abangnya, Kiano. "Dek, bangun, Dek!" teriak Kiano tak lupa lelaki itu juga menggedor-gedor pintu kamar adiknya, agar sang adik cepat bangun dari mimpi indahnya. "Jam berapa ini, Bang?" tanya Lea dengan suara yang lumayan kencang. "Jam tujuh!" Mendengar jawaban yang Kiano berikan, Lea langsung bangun dan menatap jam yang menempel di dinding. Jam yang lebih cepat setengah jam, dengan tujuan agar dirinya bisa lebih disiplin, tapi tetap saja suka terlambat apalagi saat Kiano tak membangunkan dirinya. "Astaga!" Lea panik sendiri, gadis itu langsung masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya dengan cepat. Biasanya Lea akan menghabiskan waktunya dengan memilih pakaian yang akan ia pakai hari ini. Tapi, hari ini Lea tak sempat memilih pakaian mana yang akan dia pakai. Mengambilnya secara acak, lalu memakaikannya dengan cepat. Sebelum itu dia sudah memesan taksi online, dan tak lama kemudian taksi online itu tiba bertepatan dengan Lea yang sudah bersiap-siap. "Bang, aku berangkat dulu!" pamit Lea sambil menyambar tiga roti bakar buatan abangnya. "Minum dulu, Dek." Kiano mengingatkan. "Iya." Lea meminum s**u yang disiapkan oleh Kiano, dan bergegas masuk ke dalam taksi yang sudah ia pesan tadi. Untungnya jalanan ibu kota tak terlalu padat, sehingga mobil bisa tiba di perusahaan dengan cepat. Apa untungnya jalanan sepi, kalau dirinya kesiangan pergi ke kantor. Setibanya di kantor, Lea bergegas menuju lift untuk pergi ke ruangannya. Setibanya di lantai lima, Lea bergegas masuk ke dalam ruangan dengan napas yang memburu. Semuanya sudah tiba dan duduk di tempat mereka masing-masing. Hal yang membuat napas Lea tercekat adalah, kehadiran Leo di sana. Mau ngapain? Bukannya sesi perkenalan sudah tadi malam, ya? Pertanyaan yang terlintas di benaknya, mendadak hilang. Saat suara Leo membuatnya mengalihkan perhatiannya. "Jam segini baru datang? Kamu pemilik perusahaan ini?" tanya Leo dengan nada suara yang dingin. "Bukan, Pak." Lea menunduk, tak berani menatap sorot mata tajam milik Leo, kepala tim barunya yang cukup membuat mentalnya melemah. "Terus kenapa kamu datang seenaknya gini? Coba kasih saya alasan yang masuk akal atas keterlambatan kamu!" tegas Leo. Semuanya mendadak hening, menunggu jawaban dari Lea. Sedangkan Lea hanya menunduk, tak berani sama sekali menatap Leo. Jangankan menatap, untuk sekedar minta maaf Lea kesulitan. "Ikut saya ke ruangan!" pinta Leo dengan sangar. Lea menurut, gadis itu mengikuti Leo masuk ke dalam ruang kerja Leo. Jantungnya berdegup dengan kencang karena berduaan dengan Leo. Lea berpikir kalau Leo sengaja menyuruhnya masuk ke dalam ruangan atasannya, agar laki-laki itu bisa memarahinya dengan puas. Dugaan Lea benar, Leo memarahinya habis-habisan. Setelah dimarahi, Leo menceramahi dirinya. Bukankah atasan barunya itu sangat luar biasa? Ya Lea akui kalau wajah Leo tampan, tapi kalau soal akhlak Leo mendapat nilai nol besar! Dasar manusia minus akhlak!

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD