"Ada yang ketinggalan ya, Dok?" Tanya sang suster sambil mengacungkan bungkusan pink milik Raisa.
Deg…
"Mati gue … ini Bima," Batin Raisa.
Raisa langsung minggu ke sebelah dan tak berani menatap Bima yang melewatinya begitu saja menuju meja suster. Kesempatan itu dijadikan Raisa untuk melesat secepat mungkin. Dia sangat malu … malu sekali. Apalagi saat mendengar Bima berkata, sepertinya tidak mengenal bungkusan berwarna pink itu.
"Rai …!" Teriak Bima tapi dia hanya memanggil pada angin, karena Raisa sudah pergi.
Bima lalu membuka bungkusan tersebut lalu melihat dua box yang berisi sushi dan buah-buahan segar. "Terima kasih Suster. Saya hanya mau menitipkan ini. Baju kerja saya ada di dalam kantor. Minta tolong di laundry ya." Kata Bima sambil menyodorkan kunci kantornya agar pihak rumah sakit mudah untuk mengambil.
"Baik dokter."
Setelah mengatakan hal itu, Bima langsung menuju mobil dan membuka kotak sarapan yang dibuat Raisa. Dia mengambil satu susi dan memakannya pelan. Merasakan setiap sensasi rasa di lidahnya. Lalu tersenyum kemudian.
"Kamu membuat saya kagum, Rai!"
***
Kampusnya pagi hari sangat nyaman. Rasanya melihat daun yang berguguran karena angin membuat harinRai menjadi lebih sempurna. Apalagi sambil membayangkan tubuh tegap Bima tadi pagi membuat jantungnya berdenyut lebih cepat.
“Rai? Lu ngapaian di sini?” teriak Nandi.
“Ya amplooop, ngapain juga tuh ondel-ondel kesini?” gumam Raisa sambil langsung memutar balik langkahnya.
Nandi tak patah arang. Dia mengejar Raisa dengan sigap. Tak peduli jika Raisa keberatan dengan keberadaannya, untuk Nandi bisa memiliki waktu sedetik saja di sebelah Raisa sudah sebuah keajaiban.
“Mau kemana?” ucap Nandi yang sudah berada tepat di belakang Raisa dengan suara yang sedikit lantang.
“Gak kemana-mana, mau balik.” Raisa menyahut dengan juteknya.
“Kalau gitu bareng aja yuk,” tawar Nandi.
“No!” sahut Raisa.
“Lhooo, why?” ucap Nandi dengan intonasi sedikit kecewa.
“Nandi, bisa kan sekali ini saja kamu manis?” ucap Raisa.
“Hahh? Maksudnya apa selama ini aku pahit?” sahut Nandi dengan mode galau luar biasa yang membuat hidung Raisa kembang kempis.
"Jody mana?" tanya Raisa untuk mengalihkan apa pun yang ada di kepala Nandi.
"Emang gue emaknya?" Jawab Nandi sekenanya sambil mengambil pundak Raisa untuk dipeluk.
"Lu masih naksir ya sama gue?" tanya Raisa santai sambil mengapit pinggang Nandi yang membuat mata seseorang yang tak sengaja melihat itu memanas.
"Iya. Gue tunggu sampai elu kawin."
Raisa hanya tersenyum mendengar jawaban Nandi. Senyum penuh arti lebih karena sadar bahwa ada Bima di ujung sana sedang memperhatikan interaksinya dengan Nandi.
"Sekali aja bikin Bima cemburu ga salah, kan? Kalo iya cemburu? Kalo kagak? Mati gue!" Raisa membatin sendirian aktena bisa jadi usahanya untuk mendekati Bima bisa hancur karena kebodohannya.
Perlahan dia meregangkan pelukan Nandi dan berjalan sedikit berjarak menuju kelas. Tak lama kemudian Jody datang dengan tergopoh-gopoh. Sadar bahwa dia terlambat untuk mengikuti kelas.
"Belum mulai, kan?" tanya Jody dengan napas yang masih tersenggal.
"Belom. Kemana aja lo?" tanya Raisa. Nandi yang sebelah Raisa hanya bisa melongok tanda ikut bertanya hal yang sama.
"Nabrak ibu-ibu."
Muka Raisa langsung pucat dan membola mendengar penuturan Jody. "Are you oke?" Tanya Raisa khawatir.
"Hampir sih. Tapi mayan si ibu ada lecet sedikit," kata Jody yang langsung mengambil botol yang disodorkan Nandi.
"Selamat pagi… !"
Raisa langsung membelalakkan matanya melihat seseorang yang sekarang ini ada di depan.
"Saya menggantikan Profesor Andi yang mendadak harus menghadiri simposium di Surabaya," kata Bima yang matanya langsung menuju Raisa.
Raisa hanya menggelengkan kepalanya karena takjub dengan kesehatan Bima. Dari rumah sakit lalu ke kampus lalu kembali ke rumah sakit. Rutinitas yang sama dengan dirinya.
"Kalian bertiga memang selalu bersama ya?" tanya Bima sambil menunjuk ke arah kursi Raisa, Jody dan Nandi.
Nandi dan Jody langsung senyum ga jelas, sedangkan Raisa masih melamun. "Rai … Rai… " Kata Jody sambil menyenggol tangan Raisa.
Semua pasang mata melihat ke arah Raisa and the gengs. Jody hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal, lalu Nandi hanya berlagak cuek dan bersikap cool dengan semua tatapan semua orang. Malah sepertinya Nandi menyukai atensi yang dia dapatkan, buktinya beberapa kali Nandi menyibak rambut pomade yang dia sisir dengan sangat rapi.
"Apaan sih elu nyubit gue?" Bentak Raisa.
"Itu dokter ganteng nanya kenapa kita selalu duduk bertiga. Jawab gih. Gue mendadak takut!" Jody meringis dengan senyuman miris.
Raisa mendadak berdiri. "Oh mereka ajudan saya, Pak!"
Mendengar jawaban Raisa membuat Bima menghela napas saking absurd dan ga jelas. "Baik. Silakan duduk, Nona. Kita akan mulai kelasnya." Kata Bima yang langsung mengambil sesuatu dari mejanya.
"Baiklah. Kalian sudah sarapan?" Tanya Bima sambil menenteng box buah yang diberi Raisa. Membukanya di hadapan kelas lalu memakan satu buah berry. Membuat gaduh semua yang hadir. Sedangkan Raisa hanya bisa menunduk dan mengambil semua rambutnya dari belakang ke depan sampai menutupi semua wajahnya.
"Bisa-bisanya bekel gue dipamerin sih?" Lirih Raisa sambil menggigiti pensilnya.
"Wah… bikin sendiri pak?" Celetuk satu pria.
"Bukanlah … pasti sama pacar Pak Bima."
Gemuruh suara isi kelas semakin membuat d**a Raisa mencelos. Keringat dingin mulai mengalir di pelipis dan lama kelamaan duduknya semakin dalam dan turun. Sampai tak kelihatan lagi wujud asli Raisa dari sudut pandang Bima.
"Dari penggemar!"
Raisa langsung duduk tegak kembali saat mendengar jawaban Bima? Penggemar apanya? Ini waktunya mencari pembuktian, setidaknya itulah yang Raisa pikirkan. "Apa pacar bapak ga marah? Dikasih penggemar cewek pastinya, kan?" Raisa mulai gondok sendiri dengan jawaban Bima.
"Mau tau aja apa mau tau banget?"
Sontak jawaban Bima membuat semuanya tertawa terbahak. Tak terkecuali Jody dan Nandi. Jika saja mereka tahu bahwa sarapan itu pemberian dari Raisa, otomatis mereka berdua tak akan berani ikut tertawa dengan lelucon Bima. Siapa yang sudi traktiran makan siang lenyap?
“Enak dong pastinya, Dok?” sentil Raisa lagi tak mau kalah.
“Enak sekali dan berhubungan dengan…”
Huuuuu ….!
Semua bersorak karena Bima tak melanjutkan ucapannya dan malah menampilkan wajah yang membuat orang lain salah sangka.
“Berhubungan dengan mata kuliah hari ini!” lanjut Bima. “Terima kasih untuk sarapan sehatnya, My secret admirer!” Katanya sambil mengedipkan sebelah mata.
Tepuk tangan menggelora di kelas kuliah hari ini dan semuanya karena Bima. Setelah semua huru hara yang sempat terjadi, acara kuliah hari ini berjalan lancar. Mahasiswa yang biasanya pasif terlihat sangat aktif karena Bima mengajarkan mata kuliah yang cukup membosankan ini dengan cara lain.
Raisa yang sedari tadi konsentrasi dengan materi yang disampaikan Bima mendadak buyar karena tangan iseng Jody menggelitik pinggangnya. “Awww …” teriak Raisa karena kaget.
Bima langsung melihat ke arah Raisa dengan wajah yang bertanya-tanya, “ada apa, Raisa?” tanya Bima formal.
“Maaf, Dok! Kesemutan!” ujarnya berbohong lalu menginjak kaki Jody di bawah meja.
“Ada waktunya untuk bercanda, Raisa,” balas Bima dengan wajah tidak suka.
Raisa hanya mengangguk akren amalu bercampur kesal. “Jangan harap gue akan traktir makan.
“Sorrryyyyy …” jawab Jody sambil mengepalkan tangannya, Sedangkan Raisa sudah cemberut masam sambil mencoba konsentrasi lagi ke materi yang disampaikan Bima.
Tak lama kemudian kelas berakhir dan begitu terkejutnya Rai saat Bima memanggilnya.
“Rai, saya mau bicara setelah kelas!”
Jeder…!
Tamat Riwayat.