Misi Yang Berantakan

1067 Words
Berjalan menuju pack dengan mengikuti jalan setapak yang dilewati Ethan dan yang lain tadi. Aku membuat sinar putih di atas telapak tanganku sebagai penerangan. Malam sangat larut, embusan angin menerpa kulitku dan bisa membuatku menggigil andai aku tak memiliki sinar putih yang terasa hangat di telapak tanganku, yang mengalir di seluruh tubuh. Daun-daun yang bergemerisik dan suara-suara binatang malam menemani perjalananku menuju pack. Tak butuh waktu lama untuk bisa sampai kesana. Hal pertama saat melihat pack, mataku melotot seperti mau lepas saja. Puing-puing bangunan yang hancur menggunung. Red Moon Pack membersihkan sebagian untuk mereka dirikan tenda yang besar, seperti sebuah barak darurat. Ada puluhan tenda-tenda yang sama di sebelah gundukan puing-puing. Aku berdiri di balik reruntuhan benteng setinggi satu meter, jadi aku harus sedikit membungkuk untuk menyembunyikan diriku. Tiba-tiba aku teringat sesuatu, serigala adalah nenk moyang anjing, jadi mungkin hidung mereka juga sensitif selayaknya anjing. Andai saja aku lebih perhatian ke wolfy dan menanyakan sekuat apa indra penciumannya. Aku hanya perlu menghapus jejakku supaya tidak diendus oleh mereka. Aku meniupkan hawa dingin ke jalan yang tadi kulewatin, membuatnya menjadi es supaya baunya menghilang. Meskipun aku tak yakin selama apa es itu bisa menahan bauku. Ini merepotkan. Tapi harus kulakukan. Aku tak ingin tertangkap sebelum menemukan Ethan dan yang lainnya. Jadi aku berjalan mengendap-endap memasuki kota. Melewati benteng yang sedang tidak dijaga, mereka teledor tapi sangat menguntungkan untukku. Ada dua obor di depan setiap tenda sebagai penerangan. Luas kota yang hanya 130m² dengan bentuk kotak seperti kotak makan, membuatku tak sulit melihat seluruh kota hanya dari benteng. Aku mengernyitkan dahi karena tempat ini terlalu sunyi untuk puluhan tenda itu. Hanya sedikit werewolf dan wolf yang sedang berada di tenda yang ada di ujung sana. Mereka sibuk melakukan sesuatu tapi aku harus mendekat agar bisa melihatnya lebih dekat. Tentu saja aku tak bisa melewati jalan di tengah tenda-tenda, kecuali aku sengaja ingin tertangkap dan tak mungkin kulakukan. Aku bukan sedang berjalan di sebuah catwalk. Aku memilih untuk berjalan di sebelah kiri, di belakang tenda yang jaraknya lebih dekat dengan benteng. Aku yakin kalau tak ada werewolf yang bisa melewatinya karena jalannya terlalu sempit. Aku juga tak mungkin ke kanan, karena di belakang tenda itu masih ada tenda-tenda yang lain, aku tak tahu seberapa banyak werewolf atau wolf yang sedang berjaga disana. Aku berjalan hampir tak bersuara, sialnya saat aku hendak membelok, wolf bersurai hitam yang tak terlalu besar justru baru saja berbelok. Kami sama-sama terkejut, tapi dengan cepat aku meniupnya dengan hawa dingin yang membuatnya beku seperti patung. Aku tak ingin jejakku diketahui, aku juga tak tahu apakah wolf itu hidup saat sihirku hilang dan es mencair. Jadi aku menjatuhkannya dengan keras, dia terbelah beberapa bagian. Aku yakin nyawanya menghilang. Membunuh itu mengerikan. Menghabisi nyawa meskipun itu musuh, tetap saja membuatku merasa kasihan. Aku tak pernah membunuh hewan sebelumnya. Hanya saja sejak aku membunuh untuk menyelamatkan nyawaku. Membunuh lagi untuk melakukan hal yang sama tidak membuatku merasa senang tapi juga tak membuatku berpikir dua kali sebelum melakukannya. Aku segera berlalu dan melanjutkan misiku untuk menemukan Ethan. Berjalan cepat adalah pilihan terbaik karena aku bisa berhenti secepat mungkin saat ada wolf atau werewolf yang sedang melakukan patrol. “Aku mencium bau yang aneh,” ucap seseorang yang membuat jantungku berhenti sesaat. Aku lupa untuk menghilangkan jejakku sendiri. Teledor yang menguntungkan mereka. Aku tak bisa berhenti dan melupakan misiku. Aku hanya mengabaikannya dan memilih untuk mendekati tenda yang membuatku penasaran. Setelah sampai di tenda paling ujung, aku mengintip dari sudut tenda. Melihat dua werewolf warrior yang mengenakan baju zirah seperti yang ada dalam film jaman dahulu, sebenarnya itu sesuatu yang membuatku ingin tertawa. Hei, ini abad millennium. “Lapor, Sir. Saya mencium bau aneh yang masih segar,” lapor seorang werewolf yang mengenakan seragam pelayan. Ternyata yang mencium bauku adalah omega. Tapi itu bukan hal yang penting kecuali andai saja aku memastikan dia mati sebelum aku melanjutkan langkahku dan itu sudah terlanjur. “Apa kau yakin?” tanya warrior yang memiliki rambut Mohawk. “Saya sangat yakin,” jawab omega itu. “Apa ada penyusup?” tanya warrior yang memiliki rambut dikepang dua. Demi Tuhan, andai saja ini bukan hal yang berbahaya dan mereka bukan musuh, sudah pasti aku akan menertawakan mereka. Saat omega itu menoleh ke arahku, aku spontan mundur beberapa langkah. Sialnya, aku menginjak pecahan bata yang berserakan, membuat suara yang sontak membuat mereka segera melihatku. “Dia … PENYUSUP!” teriak werewolf berpotongan Mohawk sambil menunjukku. Aku segera melakukan perlawanan. Aku mendekati mereka, sementara mereka mendekatiku sambil mewujud menjadi wolf. Omega tadi juga mewujud menjadi wolf lalu melolong dengan lolongan panjang, memberi tanda agar teman-temannya datang. Werewolf berpotongan Mohawk melompat dan siap menerkamku. Aku segera membuat sinar putih yang kulemparkan kepadanya. Sinar itu tak sebesar yang kuharapkan. Ia hanya membuat wolf itu terjungkal namun tidak menimbulkan efek luka sedikit pun kecuali beberapa bulunya hangus terbakar. Wolf bersurai abu-abu, mengangkat cakarnya dan membuatku segera mundur sambil membuat gelembung lapisan pelindung yang membuatnya terpental. Andai saja aku bisa sedikit karate atau kungfu, setidaknya aku bisa melakukan jurus-jurus. Sayangnya aku hanya bisa sihir dan kecepatanku akan segera berkurang karena tenagaku pasti akan melemah karena diserap sihir yang kubuat berkali-kali, jangan lupakan soal membuat gelembung lapisan pelindung untuk semua warrior yang kutinggalkan. “Dia Luna Blue Moon Pack. Dia … penyihir!” Lolongan panjang dan bersahut-sahutan mereka lakukan setelah menyadari siapa aku sebenarnya. Oh sial, aku belum menemukan Ethan dan sekarang nyawaku sedang di ujung tanduk. Aku tak memikirkan hal ini sebelumnya dan itu sebuah kebodohan. Aku membuat sinar putih yang besar namun tak sebesar bayanganku. Hanya sebesar bola basket padahal yang kuharapkan setidaknya sebesar bola untuk yoga yang bisa membuat mereka terbakar dalam sekali serangan. Aku sudah berusaha tapi tubuhku semakin melemah dan aku tak yakin bola itu bisa membesar jadi aku melemparkan bola sinar putih itu kepada para wolf yang sedang sibuk melolong. Tembakanku membuat dua wolf terbakar hebat hingga mereka merintih, menggeram dan menggelepar di atas tanah. Tak ada yang menolong mereka karena wolf-wolf yang lain justru melompat ke arahku. Aku mundur sambil membuat gelembung lapisan pelindung lagi setelah gelembung lapisan pelindung sebelumnya pecah saat aku melempar bola sinar putih. Aku berlari ke kanan, menuju bekas rumah Mr. Alex yang sangat gelap karena genset kota ini pasti sudah rusak saat mereka menyerang kota. Lolongan panjang dan sebagian werewolf serta wolf mengejarku. Suasana menjadi sangat buruk bahkan jauh sangat buruk karena aku sendirian di tempat ini. “ETHAN, TOLONG AKU!!!!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD