Fakta yang mengejutkan

1019 Words
Ibu adalah penyihir. Ibu sudah menyihir ayah dan Bibi Dorothy. Apakah mimpi-mimpi menyeramkan yang kini sering hadir juga karena sihirnya? Rasanya tidak perlu mencari tahu untuk menemukan jawabannya. Ibu sekarang sedang menyihirku. Aku yakin ia mau menyiksaku pelan-pelan hingga akhirnya aku mati. Membayangkan hal ini membuatku menggigil ketakutan. “Wolfy, kita harus dari tempat ini.” Kupikir ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri. Tetapi sedetik kemudian aku teringat dengan Redrick, Dolores dan semua orang yang tinggal di kastil. Aku tidak bisa pergi begitu saja meninggalkan mereka. Aku harus tetap tinggal untuk melindungi mereka. Aku memejamkan mata sambil menghela napas berat. Apa yang harus aku lakukan untuk melawannya? Apakah aku harus mencari penyihir lain yang bisa dibayar untuk mengalahkan sihir ibu? Tapi dimana aku bisa menemukannya? Lama aku terdiam, jongkok di bawah pohon maple sambil meremas rambutku. “Ethan … kurasa aku bisa meminta bantuannya.” Teringat bagaimana Ethan mampu menembus pikiranku, aku yakin ia seorang penyihir dan aku yakin ia bisa membantuku. Setidaknya, aku yakin Ethan tahu penyihir kuat yang bisa mengalahkan ibu. Berlari di samping kastil dengan beberapa burung gagak yang terbang di atasnya, kastil yang sejak dulu memang terlihat suram kini tampak jauh lebih suram. Kurasa penulis cerita sihir mungkin pernah hidup bersama penyihir sehingga mereka bisa menuliskan kisah yang terlihat sangat nyata. Seperti yang kulihat sekarang. *** “Ella, Sayang. Kau terlihat … sangat tidak sehat.” Mr. Max keluar dari berandanya untuk menyambutku. Ia menatapku saksama, aku yakin ia bisa melihat lingkaran hitam seperti mata panda mengelilingi mataku. “Mr. Max, apakah Ethan ada di rumah?” Aku melongok ruang tamu dari beranda, tetapi tidak ada siapapun disana. “Ethan sekolah. Apa kau tidak sekolah?” Mr. Max masih terheran-heran, tetapi aku tidak punya banyak waktu untuk berbicara. Apakah sebaiknya aku menyusul Ethan di sekolah? “Ella.” Suara Ethan membuatku terhenyak. Detak jantungku yang tadinya berdetak cepat kini seolah terhenti. Ethan penyihir seperti ibu. Kenyataan ini membuat nyaliku sedikit menciut, tetapi aku harus secepatnya bisa menguasai diri. Aku menelan ludah susah payah, beberapa lama aku diam untuk menetralisir perasaan dan meredam debaran jantung yang kembali berdetak cepat. “Ethan. Kebetulan sekali.” Aku memutar badan, melihat Ethan yang berdiri dengan ransel berada di bahu kanannya. “Ella, apa kau sakit?” Ethan hendak menyentuh wajahku namun segera aku menepisnya. Ini bukan saatnya untuk mengkhawatirkanku. Sekalipun keadaanku memang sedang sangat mengkhawatirkan namun kastil beserta semua orang di dalamnya kecuali akulah yang sekarang harus dikhawatirkan. Mengingatnya saja, airmataku tiba-tiba merebak lalu luruh begitu saja. Masalah ini terlalu berat untuk kutanggung, teriakku dalam hati. “Kita harus bicara, empat mata.” Aku menarik tangan Ethan keluar rumah. Dengan langkah cepat aku mengajaknya ke rimbunan pinus, aku ingin mengungkap jati dirinya yang telah kuketahui namun aku tidak ingin Mr. Max tahu, maksudku bisa saja Mr. Max justru belum menyadari Ethan seorang penyihir. “Wo-wo. Ada apa ini sebenarnya?” Ethan menahan bahuku tepat di depan halaman rumah Mr. Max. Aku melihat ke arah beranda, Mr. Max baru saja masuk dan menutup pintu rumahnya. Aku menghela napas lega, setidaknya disini aku bisa mengatakan apapun tanpa takut diketahui Mr. Max. “Ella, ada apa sebenarnya?” Ethan mengulangi pertanyaannya. Aku menarik napas dalam-dalam, “aku tahu kau penyihir.” Sengaja aku mengatakannya secara gamblang dan tanpa basa-basi. Ethan sempat terkejut namun tak lama kemudian ia tertawa terbahak-bahak. Sikapnya membuatku cemberut, apa ada yang salah sampai ia tertawa seperti sekarang? “Mengapa kau berpikir aku penyihir, Rachella? Ini benar-benar lucu.” Ethan menerawang, “kalau memang aku penyihir. Aku pasti bisa membuat kereta luncur.” Ethan mengulurkan tangan seolah sedang mengeluarkan sesuatu dari tangannya, namun tentu saja tidak ada sesuatu yang terjadi. “Kau bisa membaca pikiranku, seperti ibu tiriku. Apa aku salah jika menyamakanmu dengannya?” tanyaku balik. Tawa Ethan berhenti seketika, sesaat ia menatap pinus-pinus basah akibat salju yang meleleh. Cukup lama ia merenung, entah apa yang sedang dipikirkannya tetapi ini terlalu lama untuk menunggu. “Ayahku dan Bibi Dorothy meninggal secara tidak wajar. Rumor soal sihir terus mencuat sampai sekarang. Tidak ada asap jika tidak ada api bukan? Lagipula, aku … melihatnya tadi pagi.” “Apa yang kau lihat?” “Cermin ajaib.” Meski aku menjawabnya ragu-ragu tetapi keyakinanku jauh lebih besar. “Apa kau benar-benar melihatnya?” Aku menyipitkan mata, menatap Ethan melalui sela-sela bulu mata. Ia tidak memercayaiku, tentu saja orang UK yang modern tidak akan mudah memercayai ini semua. Tetapi bisa saja JK Rowling pernah melihat Harry Potter sebelum ia menuliskan kisahnya bukan? “Kau melantur. JK Rowling penulis terbaik yang pernah ada. Harry Potter adalah kisah rekaannya.” “Bagaimana kau bisa tahu apa yang ada di pikiranku? Kau bisa menyihir. Sihir aku jadi musang atau anjing atau kucing. Tunjukkan kekuatanmu, Ethan.” Nada bicaraku begitu keras seolah sedang berteriak, darahku serasa mendidih dan aku benar-benar sulit mengontrol emosi. “wo, tenanglah Sayang!” Ethan meletakkan kedua tangannya di bahuku. Tatapannya mengunci mataku. Apakah ia sedang menghipnotisku? Terserah saja, aku akan mengikuti permainannya. “Ella, kau perlu tidur.” Jawaban itu benar-benar mengecewakan. Kupikir ada sesuatu yang lebih penting yang harus kami kerjakan selain tidur. Lagipula, bagaimana bisa tidur jika masalah berat sedang berada di pundakku. Kesal dengan Ethan, kuputuskan untuk keluar dari wilayah kediaman Mr. Max. Aku sangat menyesal karena sempat berpikir bisa mengandalkan Ethan dalam masalahku. Seharusnya aku tahu jika cowok itu aneh dan jika toh dia penyihir, sudah pasti ia penyihir bodoh yang mungkin saja tidak diakui oleh siapapun. Berjalan pelan melewati rimbunan hutan pinus, angin bertiup sepoi-sepoi. Suara tetes air memberi warna menarik bagi musik alam yang diciptakan olehnya. Aku lelah, sangat lelah. Badanku serasa baru saja jatuh berguling-guling ke dasar jurang, seperti kecelakaan tempo hari yang hampir merenggut nyawaku. Kejanggalan yang saat itu tidak terbaca, bagaimana Ethan bisa tiba tepat waktu dan bagaimana bisa mobilku dihentikan oleh satu orang. Sekuat apapun orangnya, tidak mungkin bisa dilakukan apalagi dengan tangan kosong. “Ethan, mengapa kau tak mau terus terang. Aku butuh bantuan, kastil Madamoissale butuh bantuan,” desahku. Aku ada di ambang keputus-asaan. Aku benar-benar berada di ambang kehancuran. Rasanya terlalu sakit dan terlalu membingungkan. Tetapi benang sekusut apapun pasti bisa diurai bukan. ***  Aku memandang diriku dari pantulan cermin. Pantas saja semua orang mengira aku sedang sakit. Tubuhku kini jauh lebih kurus, wajahku terlihat begitu lelah dan lingkaran hitam masih menghiasi mataku seperti mata panda. Hanya saja, ada sedikit perbedaan pada iris mataku. Sulit dipercaya tetapi sesaat aku melihat iris mataku tiba-tiba berubah kehijauan, bukan kebiruan seperti biasanya. Tadi mataku sehijau zamrud. Aku terus mengamati iris mata yang sebiru lautan, mungkin aku salah. Mungkin Ethan benar, aku butuh tidur.       
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD