Bagian 3

1118 Words
Malam itu Carel langsung membawa Alana pergi, di selimuti tubuh Alana dengan selimut tebal agar gadis itu tidak kedinginan. Setelah menyelimuti tubuh Alana, Carel lantas menggendong mate-nya ala bridal style lalu membawanya keluar dari rumah. Malam ini juga, ia akan membawa Alana pergi dari dunia manusia lalu membawanya ke pack. Ia sudah tidak sabar menjadikan Alana sebagai Luna di Pack, sekaligus memiliki Alana seutuhnya. Dengan melesat cepat, Carel sampai di sebuah hutan pinggir kota, langkah kakinya ia lambatkan dan dekapannya pada tubuh Alana ia eratkan. Ia tidak mau Alana terbangun dari tidur nyenyaknya karena kedinginan dan terkena beberapa ranting pepohonan di hutan kalau dirinya menggunakan kekuatan wolf-nya untuk melesat. Carel melirik ke arah wajah damai Alana yang tertidur pulas, sangat cantik. Senyuman manis dan lebar terbit di bibir tebal Carel, sungguh ia benar-benar sangat berterima kasih pada moongoddes karena sudah memberinya mate secantik Alana. Srek Suara ranting patah menghentikan langkah Carel, bukan dirinya yang menginjaknya. Aroma wolf keturunan penyihir menyeruak indra penciumannya. Ia seperti kenal dengan aroma ini, namun ia lupa. Suara derap langkah juga terdengar mendekat, Carel harus berhati-hati. Penjahat bisa datang kapan saja dan di mana saja. Ia tidak mau Alana terluka. Pergerakan kecil dari Alana membuat Carel menatapnya dengan hangat, Alana menggumamkan kata yang tidak jelas, mungkin gadis cantiknya ini sedang bermimpi. Carel yang melihat itu hanya bisa terkekeh pelan lalu mengecup bibir Alana sekilas. "Rasanya manis, aku kecanduan. Aku akan melumatnya lagi nanti setelah di pack house," bisiknya tepat di depan wajah Alana. Srek Suara derap langkah semakin mendekat, Carel kembali waspada. Brak. Carel tersentak kaget saat seseorang meloncat dari balik semak-semak dan mendarat tepat di hadapan Carel. Mata ke duanya bertemu, Carel bernafas lega saat mengetahui siapa yang berdiri tepat di hadapannya. Sedangkan pria yang berada di depannya justru menatapnya dengan tajam setelah ia melirik ke arah Alana yang berada di dalam dekapan Carel. "Kau mengejutkanku Leon, ku pikir kau penjahat," cetus Carel setelah ia bernafas lega. Yellow moon pack dan silver moon pack memang sudah sangat lama bersahabat, mereka sering sekali saling membantu dalam hal perang untuk memberantas para pasukan rogue yang sering menyerang pack untuk memperluas wilayah. "Kau membawa mate-ku!" tegas Leon dengan suara yang berat. Netra hitamnya kini telah berubah menjadi kuning tanda bahwa wolf dalam dirinya menguasai tubuhnya, Xair. "Apa maksudmu? Alana adalah Mate-ku." jelas Carel melirik sekilas ke arah Alana lantas kembali membalas tatapan tajam wolf dari Leon. "DIA ADALAH MILIKKU!" teriak Xair dengan murka. Teriakan yang mampu membuat Max menguasai tubuh Carel. Ia tidak terima atas klaim Xair pada Alana. Alana adalah miliknya, hanya menjadi milikknya. "Jaga sikapmu Xair, jangan rusak persahabatan pack kita hanya karena kesalahanmu. Gadis ini adalah mate-ku, aku baru saja menemukannya di dunia manusia," jelas Max berusaha untuk sabar. Xair menggeram marah lantas mengarahkan kakinya ke arah Max berniat untuk menendangnya. Namun secara reflek Max dengan cepat menghindar, ia bisa melihat kilatan amarah yang besar dalam diri Xair/Leon. Tidak mau ambil resiko Alana terluka jika nanti Xair menyerangnya, Max langsung berlari dengan kencang, membelah jalanan hutan yang malam ini benar-benar sangat gelap tanpa ada cahaya rembulan sama sekali. Beberapa kali Max menoleh kebelakang untuk melihat apa Xair mengejarnya atau tidak. Ternyata iya, Xair mengejarnya dengan cepat. Max menghentikan langkahnya tepat di bawah sebuah pohon besar, di turunkannya Alana dalam gendongannya. Ia akan melawan Xair terlebih dahulu. "Aku akan kembali sayang, aku akan melindungimu," Max mengecup bibir Alana sekilas lantas membalikan tubuhnya 180°, wajah Max berhadapan langsung dengan wajah Xair, alpha dari silver moon pack itu tengah berada tepat di belakangnya tadi dan melihat Max mengecup bibir Alana sekilas. Ia tidak terima, Alana adalah Mate-nya, bukan mate Max/Carel. "Beraninya kau mencium bibir Mateku!" desis Xair dengan penuh dengan emosi. Max menggeleng, ia harus menyelesaikan masalah ini. "Sudah ku bilang kan, gadis ini bernama Alana. Dan dia adalah mate-ku. MATEKU! BUKAN MATE MU!" tegas Max. Xair menggelengkan kepalanya, gadis bernama Alana itu matenya, ia bisa mencium aroma rose yang kuat dalam diri Alana. Aroma yang sangat memabukkan dan juga candu baginya. "Dia mateku!" Xair menendang tubuh Max hingga pria itu terpentak jauh ke belakang. Dengan cepat Xair berlari mengejar ke arah jatuhnya Max lalu meloncat dan merubah bentuknya menjadi seekor serigala hitam dengan mata kuning keemasan yang menyala dalam gelap. Max bangkit dari jatuhnya, ia lantas merubah dirinya menjadi serigala abu-abu yang ukurannya tidak kalah besar dengan ukuran tubuh Xair. Ke duanya mulai saling menyerang, menendang, mencakar, mencabik dan juga berusaha melenyapkan. Di saat dua ekor serigala itu sedang bertarung, Alana menggerakkan tubuhnya. Tubuhnya mengeliat tidak nyaman, sesekali ia menepuk beberapa bagian tubuhnya karena gigitan nyamuk. Udara dingin tembus hingga ke kulit tubuhnya yang hanya terselimuti selimut, sedangkan pakaian yang ia gunakan hanya tanktop dan juga celana pendek. Pergerakannya membuat selimut yang menutupi tubuhnya merosot, tubuhnya langsung menggigil kedinginan. Angin malam ini benar-benar berhembus sangat kencang. Ke dua mata Alana membuka sempurna. Gelap, itulah yang di lihat oleh Alana. "Apa mati lampu?" gumamnya dengan pelan. Tangannya bergerak, mencari senter yang biasanya ia letakkan di nakas samping ranjangnya. Ia tidak menemukan senter, yang ia rasakan justru tanah dan kerikil. Tanah yang lumayan lembab. "Apa ini?" tanya Alana saat ia merasakan tanah yang lembab berada di tangannya. Diedarkannya pandangannya ke penjuru arah, tiba-tiba ia melihat cahaya yang lumayan sangat terang, seperti segerombolan kunang-kunang yang sedang berterbangan. "Di mana ini? Apa ini mimpi?" paniknya yang langsung bangkit dari baringnya. Udara dingin yang menerpa kulitnya ia abaikan, sekarang yang terpenting adalah, apa dia sekarang sedang bermimpi atau tidak? Tapi rasanya seperti nyata. Cahaya yang ia yakini sebagai segerombolan kunang-kunang itu terbang sedikit agak dekat dengan dirinya lalu terbang melewatinya. Saat kunang-kunang itu melintas di dekatnya, ia bisa melihat rimbunnya pepohonan yang menjulang tinggi. Apa ini hutan? Binatang terbang itu benar-benar kunang-kunang? Ini mimpi! "SIAPA SAJA BANGUNKAN AKU DARI MIMPI!" teriaknya dengan lantang. Mendengar suara teriakan dari Alana, membuat Max dan Xair yang sedang bertarung dengan cepat berlari ke arah gadis yang mereka klaim sebagai mate-nya itu. Tubuh Alana gemetar takut saat ia melihat empat bulatan kuning keemasan bercahaya tepat di hadapannya. Persis seperti dua pasang mata. Tubuh Alana ambruk seketika, ia tidak sadarkan diri karena terlalu takut dan juga sangat kedinginan. Max dan Xair berganti shift dengan tubuh manusianya. Leon yang berubah terlebih dahulu langsung menendang tubuh Carel hingga terhempas sangat jauh ke belakang. Leon meraih tubuh Alana untuk ia gendong, mulutnya mengucapkan beberapa mantra yang pernah di ajarkan oleh Ibunya. Leon adalah bukanlah werewolf murni karena ia memiliki darah penyihir dari sang Ibu. Dengan cepat Leon membawa Alana melesat pergi meninggalkan hutan. "s**t!" umpat Carel saat ia mengetahui Leon telah membawa Alana, parahnya lagi Carel tidak bisa mencium aroma Alana saat ini karena sihir yang di buat Leon. "Lihat saja nanti, tidak akan ku biarkan kau hidup Leon!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD