"Mas.. Ayu minta maaf ya kalau Ayu ada salah. Tapi tolong beri tahu Ayu salahnya dimana, supaya Ayu bisa perbaiki"
Send.
Pesan pertamaku pada Buana setelah aku kembali ke rumah. Aku berharap ada jawaban, tapi ternyata hanya dua centang biru, sama sekali tak ada Respon dari Buana. Aku meletakkan gawaiku di atas nakas untuk membersihkan tubuh sebelum tidur. Rasanya aku sudah pasrah kalau belum ada balasan dari Buana. Sebenarnya apa yang terjadi? kenapa Buana berubah drastis seperti ini?
Setelah selesai bersih-bersih, aku duduk di depan meja rias, kemudian mengaplikasikan beberapa krim malam di wajahku. Terdengar dentingan gawaiku tanda pesan masuk. Aku berharap itu dari Buana.
Pak Andres : "Beristirahatlah ya Say.. jangan terlalu dipikirkan. Ada saya. Kamu boleh kok bercerita kepada saya apapun masalah kamu. I'll always beside you."
Ah ternyata dari Andres. Aku kecewa. Aku tahu kalau Pak Andres menyimpan hati untukku. Entah sejak kapan. Tapi sikap bos-ku itu sering membuatku tidak nyaman. Belum lagi skandalnya dengan wanita-wanita yang terkadang muncul di kantor. Aku memilih mengabaikan pesannya dan kembali fokus pada perawatan wajah. Tak lama kemudian gawaiku berdering lagi, kali ini kulihat nama Buana di sana.
Ayu : "Assalamualaikum, mas"
Buana : "Kenapa Ay.. hik.. kenapa kamu seperti itu? Kenapa kamu tidak pernah bilang?"
Aku terdiam, sepertinya Buana mabuk lagi sampai mengabaikan salamku. Ia meracau hal yang tak kupahami.
Ayu : "Mas Buana kenapa?"
Buana : "Kamu yang kenapa, Ay..! Kenapa mempermainkan perasaanku?"
Ayu : "Ceritakan semuanya untuk Ayu, mas"
Selagi berbicara dengan Buana, satu pesan wa masuk dari Buana, sebuah gambar, yang membuatku terkejut. Itu sepertinya aku yang tengah tertidur, wajahku di gambar itu tidak terlihat jelas karena agak menyamping, dan ditutupi beberapa anak rambut. Tapi dari garis wajah, itu memang seperti aku. Tubuh di gambar itu tertutup selimut sampai di bawah ketiak, dan pundak telanjangku terlihat. Di sampingku, ada tubuh seorang pemuda dengan posisi tidur membelakangiku sehingga wajahnya tidak terlihat. Hanya saja, ia juga hanya tertutupi selimut sampai ke pinggang. Punggungnya tampak telanjang.
Apa ini?
Buana : "Kenapa harus seperti itu, Ayu? Kita sudah tak boleh berdekatan lagi. Tapi aku, masih saja meneleponmu. Padahal jelas-jelas kamu milik pria lain."
Ayu : "Hah? Apa maksudnya mas? ini fitnah mas! itu bukan Ayu!"
Buana : "Jangan bohong, Ay. Hik.. aku memang suka mabuk Ay.. tapi aku belum bodoh untuk tahu itu gambar editan atau bukan"
Ayu : "Mas! Please percaya Ayu mas.. itu bukan Ayu!"
Buana : "Jangan lagi mengirim pesan, Ay.. ini adalah komunikasi kita yang terakhir"
Ayu : "Mas Buana, dengar dulu..!
Tak ada jawaban dari Buana, ia sudah menutup teleponnya.
Aku mendesah lelah. Jadi ini alasannya mengapa ia mengusirku tadi? Bagaimana mungkin Buana tak memercayaiku? Aku tahu kami baru berkenalan belum lama, tapi aku rasa, kami memiliki chemistry yang sangat kuat.
Gambar itu, kapan diambil? aku memerhatikan sekali lagi gambar yang Buana kirimkan itu. Mencoba mengamati susana kamar, atau warna selimut, atau warna dipan, atau apalah yang dapat membuatku mengingat sesuatu. Tapi nihil. Tak ada satupun kenangan yang aku punya mengenai suasana itu.
"Siapa yang mengirimkan gambar itu ke Mas Buana?" Send.
Aku mengirimkan pesan kepada Buana, berharap ia mau menjawabnya, karena aku sungguh sangat penasaran. Ini mengenai nama baikku. Aku tak terima difitnah seperti ini.
Menunggu lama, tak ada tulisan 'typing..' di wa Buana, ciri-ciri pesanku tak bakal terbalas. Namun sebuah pesan masuk dari nomor tak aku kenal :
"Cakrawala1215"
Apa ini? mungkin pesan nyasar.
***
Aku melemparkan beberapa barang dari meja di kamarku, ke pintu kamar. Atau aku membanting barang-barang itu. Pokoknya, apa saja kulakukan demi membuat gaduh kamarku. Aku ingin semua orang di rumah ini tahu kalau aku marah. Apalagi setelah menelepon Ayu tadi, aku bahkan tak ingin mendengarkan penjelasannya. Maaf Ayu..
Bukan aku tak percaya pada Ayu, aku sangat percaya padanya, tapi gambar ini membuktikan sebaliknya. Perasaanku berkata, itu bukan Ayu, tapi mataku melihat sendiri itu wajah Ayu.
Jangan dipikir aku tega mengeluarkan kalimat-kalimat menyakitkan untuk Ayu tadi. Di dapur, maupun melalui telepon. Hatiku sendiri sakit melakukannya, apalagi melihat air mata Ayu yang mengalir. Karena itulah aku buru-buru pergi menjauh dari dapur. Aku takut melihat wajah Ayu yang memang ayu itu, akan menggoyahkan tekadku untuk membuatnya jauh dari hidupku.
Jangan dipikir aku ikhlas menyingkirkan dia dari hidupku, tentu aku tidak ikhlas. Ia satu-satunya orang terdekatku saat ini setelah 3 tahun keterpurukanku. Aku menyukainya, walaupun aku belum pernah mengatakan hal seperti ini kepada Ayu. Tapi semua ada waktunya. Ayu akan mengerti kenapa aku mengusirnya dari hidupku, kan?
Gawai-ku berbunyi. Satu pesan masuk dari Ayu
"Siapa yang mengirimkan gambar itu ke Mas Buana?"
Aku tersenyum, dugaanku benar, Ayu cukup jeli bahwa yang mengirimkan gambar ini pasti ada maksud tertentu. Dia cukup baik dalam mengendalikan emosinya sehingga mampu berpikir jernih dalam keadaan tertekan. Aku memilih untuk tidak membalas pesan Ayu. Mengabaikannya. Maaf Ayu..
Aku mengambil ponselku yang lain, yang selama ini selalu kusembunyikan. Ponsel lama yang cuma bisa menelepon atau sms. Tidak ada GPS, atau kamera, atau terhubung dengan internet dan cloud. Nomor di ponsel inipun hanya satu orang yang tahu.
Aku mulai mengirimkan pesan kepada orang itu:
"Lacak nomor ponsel 08xxxxxxxx100, beri data lengkap secepatnya". Send.
"Standforus1020". Send.
"Kirim pesan ke 08xxxxxx1234, Cakrawala1215". Send.
3 pesan itu aku kirimkan ke nomor yang sama, yang berarti aku memberikan 3 tugas padanya. Dia orang yang aku percaya bisa membantuku untuk hal-hal tertentu.
Aku harap Ayu mengerti apa artinya pesan titipanku itu dan tidak mengabaikan pesan ini seperti pesannya yang aku abaikan.
Sepertinya sudah saatnya Ayu tahu apa yang terjadi sebenarnya, karena ia mulai serius dilibatkan. Aku tak ingin ia tahu semuanya, namun Ia harus berhati-hati untuk kedepannya.
Aku berjalan menuju lemari dan mengambil sebuah album foto. Aku membuka satu persatu foto di dalamnya dan tersenyum, sampai menemukan foto ibunda-ku
"Ibun, Buana miss you" bisikku lirih, seolah foto ini dapat mendengarkan lirihanku.
Ibunda-ku, meninggal 3 tahun yang lalu, dalam kecelakaan tunggal di tol menuju Jakarta ketika baru pulang dari Bandung. Ia pergi menghadap sang pencipta bersama dengan kakak iparku - istri Andres -, dan supir pribadi ibundaku.
Aku membalikkan halaman foto berikutnya, foto seorang gadis cantik yang masih muda, energik dan ceria. Aku menatap foto itu lama, lidahku kelu, sehingga berbisikpun aku tak sanggup.
Putri Cassiopeia, calon tunanganku kala itu, yang meninggal 2 bulan sebelum kepergian ibundaku, yang menyisakan luka teramat dalam bagiku.
Kematian 2 orang tersayangku, Putri dan ibun, dalam waktu yang berdekatan, sangat membuatku terpukul. Gairah hidupku sirna sudah. Mereka berdua dulu adalah penyemangatku, yang percaya aku bisa sukses.
3 tahun aku memilih untuk menyendiri, merusak hidupku, berhenti dari pekerjaanku dan menjadi pengangguran. Sudahlah, tak ada yang membutuhkan usahaku. Percuma aku sukses tanpa mereka. Jadi itulah pilihanku, menghancurkan hidupku.
Dan sekarang, pilihan itu berubah, semenjak aku mengenal Ghayaka Masayu. Aku menemukan kembali penyemangatku yang terhilang.