Aku pulang tanpa hasil karena tak dapat menemui Buana. Tetapi aku sudah dapat informasi tentang jadwalnya. Menurut Bang Mardi, Buana akan selalu meninggalkan rumah pukul 10 pagi, walaupun itu hari libur. Dan akan pulang malam, kadang dengan kondisi mabuk dan teler.
Bang Mardi baru dua tahun bekerja sebagai satpam di runah keluarga Mahendra. Menurut beliau, sejak awal beliau bekerja, Buana memang sudah berkelakuan seperti itu, padahal sebelumnya Buana adalah seorang enterpreneur muda yang sukses. Menurut Bang Mardi, jika aku mau tahu detail tentang Buana, aku seharusnya bertanya ke mbok Nini, ART yang paling lama bekerja di rumah pak Mahendra. Katanya mbok Nini ini lah yang paling dekat dengan Buana semenjak kematian ibu-nya Buana.
Bang Mardi juga bilang, kalau di rumah ini, tuan rumahnya hanya 3 orang. Pak Adam, den Andres, dan den Buana. Semenjak kematian istrinya, Pak Adam memilih menduda dan menyibukkan diri dengan perusahaannya. Sementara Andres juga menjadi duda karena istrinya meninggal dalam kecelakaan maut 3 tahun lalu, bersamaan dengan ibunya. Buana, katanya pernah bertunangan, tapi kemudian batal dan tak ada lagi kabar kedekatannya dengan siapapun.
Nah, bagaimana menurut kalian? aku sudah bisa jadi wartawan belum? mengulik berita sampai sedalam dalamnya. Eh tapi ini belum dalam banget sih, aku masih mau ngobrol dengan mbok Nini untuk mendapatkan informasi tentang Buana. Aku kepo akut gaes..
Besok hari minggu, aku akan datang pagi-pagi ke rumah pak Mahendra. Aku sudah membuat janji dengan Bang Mardi. Kata Bang Mardi, pak Adam lagi ke luar negeri, sedangkan Andres setiap akhir minggu tidak pernah di rumah. Jumat sore pas pulang kantor, Andres tidak akan pulang rumah. Dia baru akan berada di rumah Pak Adam saat Minggu malam. Nah Buana itu yang selalu pulang rumah, walapun siang dan sorenya tidak pernah di rumah.
***
Disebuah apartemen kecil, Buana sedang duduk di sofa dengan santai ditemani sebotol wine dan sebuah sloki. Sudah 3 tahun ia menjalani hidup yang seperti ini. setiap hari berdiam diri di dalam apartemen pribadinya hanya untuk dengan sengaja membuat dirinya sendiri mabuk.
Ia bukan lagi seorang enterpreneur yang sukses. Dia bahkan sudah tidak ingin untuk hidup lagi. Jika boleh meminta, lebih baik dia tidak perlu ada di dunia ini lagi, karena hidupnya saat ini hanyalah kesia-siaan.
Ia adalah aib bagi ayahnya, kira-kira demikianlah sang ayah selalu mengatainya. Karirnya juga tak secemerlang kakaknya yang selalu sukses. Setiap saat jika ia bertemu kakaknya, selalu cibiran dan bully-an yang iya terima. Ingin rasanya ia tinggal di apartemen ini saja, tidak perlu kembali ke rumah ayahnya. Namun janjinya kepada ibundanya lah yang membuat ia menguatkan diri untuk tetap pulang ke rumah ayahnya. Hanya saja untuk menghindari hinaan kakaknya, ia akan selalu pulang malam dan dalam keadaan mabuk. Agar bisa langsung tidur, dan tidak perlu mendengar ocehan dari ayah maupun kakaknya.
Buana kembali menuangkan sedikit wine ke slokinya, kemudian langsung menenggaknya. Ia tidak suka kebisingan, sehingga menghindari bar maupun club. Ia lebih suka mabuk sendirian di apartemen kecilnya ini. Apartemen tempat dimana ia tanamkan benih mimpinya agar tumbuh menjadi kenyataan. Namun ternyata bahkan benih itu mati tanpa sempat bertumbuh.
Tiba-tiba gawainya berdering, notifikasi pesan muncul di layar monochrome itu.
"Oknum kemarin mantan satpam perumahan sebelah. Korbannya sudah banyak, tapi tak ada yang berani melapor. Karena kasus kemarin aja, hari ini ada 3 orang perempuan yang datang ke kantor polisi melapor kalau pernah juga dilecehkan oknum" Demikian isi chat tersebut dari nomor yang tidak tersimpan dalam kontak di gawai Buana.
"b******k!" Maki Buana.
Dari responnya, terlihat dia mengenali siapa yang mengirim pesan. Tapi ia tak berniat membalas pesan itu. Pikirannya melayang pada kejadian semalam.
Kemarin malam, memang Buana pulang seperti biasa, jam 10an malam. Sudah menjadi rutinitasnya sehari-hari untuk tiba di rumah sebelum jam 11 malam. Tapi ia tidak mabuk, karena ia tahu kalau kakaknya tidak akan pulang rumah, ayahnya pun masih belum pulang dari perjalanan kerjanya di luar negeri. Jadi ia tak perlu mabuk. Kesadarannya penuh. Bahkan ia sempat membelikan beberapa nasi bungkus untuk ia bagikan ke kaum miskin di sekitaran jalan menuju rumah ayahnya. Jangan tanya Buana dapat uang dari mana, karena walapun ia adalah seorang pengangguran, uangnya berlimpah. Rekeningnya akan selalu terisi penuh.
"b******k! Lepasin! Tolooongg!" Sayup-sayup terdengar suara seorang perempuan berteriak minta tolong. Matanya segera memindai asal suara dan betapa terkejutnya ia melihat seorang perempuan sedang dijambak rambutnya oleh seorang lelaki tinggi besar. Bahkan ia menyaksikan sendiri kalau laki-laki itu berusaha melecehkan si perempuan.
Tanpa banyak berpikir lagi, Buana memarkirkan motornya, dan melepas helm full face kesayangannya. Kemudian segera berlari menghajar laki-laki b******k itu.
Ia tidak menyangka perempuan itu bersikap sedikit kejam dengan menampar si peleceh dengan hak high heels nya, dan kemudian menginjak kelamin si peleceh itu.
"Sudah cukup! Dia bisa mati!" Cegahku, jangan sampai gadis ini malah jadi pembunuh.
Seketika Buana melihat kobaran amarah di mata gadis itu redup. Pandangannya kembali sayu sambil sedikit terisak dan merapikan rambutnya.
Setelah selesai memberikan kesaksiannya, Buana dan gadis itu diijinkan pulang. Bahkan Buana menyempatkan diri mengantarkan gadis itu.
"Jangan ulangi lagi!" Kata Buana singkat di saat dalam perjalanan mengantarkan sang gadis.
"Hah? ulangi apa?" Hmm.. Buana membatin, apakah gadis ini bodoh?
"Pulang malam. Jangan lagi!" Jawab Buana singkat.
Malam itu ia sengaja tidak melajukan motornya dengan cepat. Selain karena sudah malam, ia tidak ingin membuat gadis di boncengannya menjadi ketakutan jika ia melesat secepat angin.
Setelah pembicaraan itu, mereka berdua hanya terdiam, tak ada yang membuka pembicaraan hingga tiba di depan gerbang tujuan gadis itu, rumah di sebelah rumah ayahnya.
"Namaku Masayu.. terimakasih ya Mas Buana, sudah menolongku dan mengantarkanku!" Ucapan terima kasih Masayu ucapkan dengan sopan dan malu-malu.
Buana tidak menjawab, ia mengabaikan ucapan terima kasih gadis itu, kemudian kembali menjalankan motornya meninggalkan gadis itu menuju rumah ayahnya.
Sambil menunggu gerbang dibuka, Buana melirik ke gerbang sebelah tempat gadis itu, yang bernama Masayu itu, ia turunkan. Terlihat Masayu sudah tidak ada, berarti sudah masuk ke dalam rumah. Ia melihat ke lantai 2 sebuah ruangan rumah tetangganya, yang sebelumnya gelap, berubah menjadi terang.
"Ah rupanya itu kamarnya" gumam Buana sambil tersenyum, senyum yang sangat tipis.
Lamunan Buana terhenti ketika terpikirkan olehnya untuk membalas pesan yang ia terima. Ia ambil kembali gawai yang selama ini selalu ia sembunyikan, kemudian membalas pesan yang masuk tadi.
"Lakukan sesuatu untuknya". Send.
Selesai mengirim pesan itu, Buana menyimpan kembali gawainya ke balik jaketnya, kemudian mengambil smartphone-nya yang ia simpan di saku celananya. Smartphone itu ia matikan. Dan hanya akan ia aktifkan ketika ia berada di luar apartemennya.
Tapi ia memiliki sebuah notebook, yang tak pernah ia bawa kemana-mana. Selalu ada di apartemennya. Ia berjalan mengambil notebook itu, kembali ke tempat dimana ia duduk sebelumnya, kemudian menyalakan notebook itu, dan mulai membuka emailnya.
Tiga email baru tampak masuk di sana dari dua pengirim.
Raid Banderas : Oknum 120122
Raid Banderas : Transaksi & Customer 120122
Gainer Banderas : Financial Statement PT. XXX Jan 2022.