BB 02 - Kehilangan Mahkota

1542 Words
Ngurah Rai Internasional Airport, Bali. Seorang pria berpakaian rapi tampak keluar dari sebuah privat jet. Ia mengenakan kacamata hitam dari brand terkenal untuk menghalau cahaya matahari yang lumayan terik hari itu. Ini kali pertama bagi Allan Kendal Henderson mendatangi sebuah negara yang sangat jauh dari tempat tinggalnya. Ia datang ke Indonesia dalam rangka undangan pembukaan Restoran milik sahabatnya Erick yang sudah lebih dulu tinggal di Indonesia, lebih tepatnya Bali. Dari kejauhan ia melihat Erick melambaikan tangan ke arahnya. Seulas senyum di bibirnya membuat para wanita yang menatapnya langsung meleleh. "What's up dude? Welcome to Bali." Erick menyambut kedatangan Allan dengan pelukan hangat. "Thanks." "So, how do you feel? You like Bali?" "I don't know. Aku baru saja tiba disini, tapi ku harap aku menemukan hal yang menyenangkan disini." Erick merangkul bahu Allan. "Aku sangat yakin kau pasti betah disini. Semoga kau juga menemukan belahan hati mu disini." Allan tertawa. "Oh ya kapan tepatnya acara pembukaan restoran mu?" "Malam minggu ini. Jadi kau bisa santai sejenak menikmati pemandangan alam di sini dan juga wanita-wanitanya." "Kenapa selalu wanita yang ada dipikiran mu, dasar bodoh." Erick tertawa,, "Karena ku suka bersenang-senang." Allan menggelengkan kepalanya. Sebuah mobil mewah telah menunggu Allan dan Erick. Keduanya masuk dan segera pergi meninggalkan bandara. "Oh ya aku sudah mengurus semuanya selama kau tinggal disini. Ku harap kau suka rumah yang ku sewakan untuk mu," "Oke kau sangat tahu selera ku." "Beristirahatlah kau pasti sangat kelelahan setelah menempuh perjalanan jauh dari New York ke Indonesia. Besok kita akan menikmati suasana Bali yang sangat indah. Aku yakin ku pasti ingin kembali ke sini setelah kau pulang ke Amerika." Allan menganggukkan kepalanya. *** Jakarta. Sudah 3 hari Dea mengurung dirinya di Apartemen. Ia memutus semua kontak dengan berhubungan dengan Seno dan Christine. Ia juga sudah tidak datang ke Butik karena pasti akan bertemu dengan Christine, bagaimana pun juga Butik itu ia dirikan bersama Christine. Mungkin sudah saatnya ia melepas butik tersebut. Hatinya terlalu sakit untuk masih datang ke Butik. Sejak kejadian menyesakkan itu entah sudah berapa kali Seno maupun christine menghubunginya. Bahkan datang ke Apartemennya dan itu sangat mengganggu. Lagi-lagi ponselnya bergetar dan nama 'Si b******k' muncul di layar ponselnya. Nama 'My Lovely Fiance' diganti menjadi 'Si b******k' oleh Dea. Dengan kesal Dea pun mengangkat telpon dari orang yang paling ia benci di muk bumi ini. "MAU APA LAGI, HAH!!" ucapnya emosi. "Sayang kita harus ketemu. Aku mau jelasin..." "Elo mau jelasin apalagi sama gue. Semua percuma. Elo memang cowok berengsek!!" "Sayang please kita harus ketemu. Aku samperin kamu ke Apartemen ya." "Ngga usah sayang-sayangan . Jijik gue dengernya! Jangan pernah ganggu gue lagi. Hubungan kita sudah selesai sejak elo khianatin gue." Dea memutuskan sambungan teleponnya dan membanting ponsel berlogo apel tergigit ke lantai hingga hancur keping-keping, sama seperti hatinya yang telah hancur. Dea memeluk lututnya dan kembali menangis. Ting tong ting tong Dea tersentak mendengar bunyi bel Apartemennya. Dea semakin ketakutan saat Seno menggedor pintu rumahnya dengan cukup kencang dan meneriakkan namanya. "Buka pintunya, Dea. Aku tahu kamu di dalam. Ayo kita bicara," ucap Seno dengan suara lantang. Dea meremas selimutnya dengan erat. Saking terganggunya dengan tingkah Seno, Dea menghubungi pihak keamanan Apartemen. Ia melaporkan ada orang gila yang masuk dan membuat keributan di unitnya. Tak berapa lama terdengar sedikit kerusuhan antara Seno dan pihak keamanan Apartemennya. Seno di tarik turun paksa dari lantai 6 unit Apartemen Dea. Setelah yakin tenang, Dea pun memberanikan membuka pintu rumahnya dan sudah tak ada Seno disana. Barulah ia bernafas lega. Dea kembali mengunci pintu rumahnya dan mulai berpikir untuk pergi sejenak menghilangkan penat dan sesak di d**a. Dengan menggunakan laptopnya, Dea mulai berselancar di dunia maya mencari tiket penerbangan yang akan membawanya pergi jauh dari Jakarta untuk menenangkan diri, dan ia memilih Bali sebagai pilihannya untuk kabur. *** Denpasar, Bali. Allan menikmati waktu liburnya di Bali. Hobi berselancarnya kembali bisa ia nikmati setelah sekian lama ia vakum karena sibuk mengurus perusahaannya. Ia sangat memuji kondisi ombak di pantai yang ada di Bali dan menjajal semua jenis ombak yang ada disana. Dari sekian banyak pantai yang sudah ia coba, Pantai Kutalah yang menarik perhatiannya. Selain karena sangat dekat dengan resort yang ia sewa, gelombang ombaknya yang tinggi menjadi daya tarik bagi pria bermata biru itu. Sementara itu Dea yang sudah tinggal beberapa hari disana baru bisa menghubungi orang tuanya. Ia baru ada waktu untuk membeli sebuah ponsel terbaru dan mengganti nomor lamanya. Dea langsung dicecar banyak pertanyaan oleh sang mama perihal menghilangnya ia selama beberapa hari. "Iya Ma iya maaf. Dea baru sempet kasih kabar sama mama dan papa." "Kamu ini ya bikin orang tua khawatir aja." Omel sang Mama Maya Reswanti. "Mama ngga usah lebay deh orang aku baik-baik aja kok." "Gimana ngga lebay kamu ngilang gitu aja bikin orang cemas. Kamu lagi dimana sekarang? Seno cariin kamu tiap hari. Kalian kenapa lagi berantem ya? Kayak bocah aja berantem beranteman terus ngilang kayak gini." "Oh jadi si b******k itu ngadu sama mama kalo kita lagi berantem, gitu?! Apa dia ngga ngaca kenapa aku marah?" amarah Dea kembali tersulut. "Jadi beneran kalian berantem? Udah donk ngambeknya sayang. Masa mau nikah berantem." "Ngga akan ada pernikahan. Siapa juga yang mau nikah ama cowok b******k yang udah ngehamilin cewek lain. Dih ngga sudi!!" "APA?! Siapa yang hamilin cewek lain?" "Siapa lagi kalo bukan calon mantu kesayangan Mama. Udah ah aku males ngomongin dia. Bilang ya sama calon mantu kesayangan mama, jangan hubungi aku lagi. Hubungan kami udah lama berakhir." Dea memutus sambungan teleponnya. "Aaarrrgghh!! Sialan!!" Dea berteriak kencang saking kesalnya. Ia mencari pelampiasan untuk meredakan amarahnya. Matanya melihat sebuah botol kaleng bekas minuman. Sambil mengumpat, Dea menendang botol bekas itu dengan sangat kuat hingga terlempar dan mengenai kepala seorang pria yang tengah menenteng papan selancar. "Ouch!" ringis pria bule yang terkena tendangan Dea. Ia mengusap-usap kepalanya yang berdenyut. Dea yang merasa bersalah segera menghampiri pria bule itu dan meminta maaf. Ia ingin bertanggung jawab dengan membawa pria itu ke klinik terdekat untuk diperiksa dan diobati. Namun si pria menolak karena merasa tak ada hal yang serius, tapi tetap saja Dea merasa tak enak hati karena sudah menendang kepala pria itu. Ia berkali-kali meminta maaf karena kecerobohannya. Pria itu menerima permintaan maafnya. Dea pun pamit pergi. "Kenapa? Apa ada masalah?" tanya Erick menghampiri Allan. Ia menatap gadis yang tadi menendang kepalanya dengan kaleng. "Nothing," jawab Allan. "Eh bagaimana dengan acara nanti malam?" tanya Allan kepada Erick. "Sudah siap tinggal menunggu langit menjadi gelap." "Oke aku sudah tak sabar ingin menghadiri acara pembukaan restoran mu. Berbakat juga kau memasak. Ku kira bakat mu hanya menggauli para wanita saja." Goda Allan membuat Erick tertawa. "Menggauli para wanita itu keahlian ku. Memasak adalah bakat terpendam." "Good luck, Dude." "Thanks." Kedua pria tampan itu pun berpisah. Mereka menuju resort masing-masing. Allan segera membersihkan tubuhnya yang lengket dari air laut lalu membuka laptopnya memeriksa e-mail tentang pekerjaan. Meski berada di belahan dunia yang lain, Allan tetap memantau perusahaannya sambil menunggu waktu peresmian restoran milik Erick. *** Karena pengaruh alkohol, Allan membawa seorang gadis ke resortnya. Mereka tak henti berciuman mesra. Allan yang sudah sangat On langsung mencumbu tubuh wanita itu di ranjangnya. Satu persatu ia melempar kain penutup lekuk tubuh wanita yang tak ia kenal dan tersenyum senang saat mendengar erangan dari wanita tersebut. Ia pun tak mau kalah untuk segera melepas seluruh pakaiannya hingga naked. Antara sadar dan tidak, Allan menatap tubuh wanita yang terkulai lemas setelah pelepasannya. Perlahan Allan menaiki ranjang dan menindih tubuh wanita cantik itu. Ia melumat bibirnya saat akan protes Allan membuka kakinya lebar-lebar. Ia mengarahkan benda kesayangannya di depan lubang basah si wanita. Ia menggeseknya perlahan sehingga menimbulkan erangan tertahan dari si gadis. Allan yang sudah tak kuasa lagi segera mendorong miliknya dengan kuat untuk masuk. "AAAARRRGGHH SAKIITTT!!" erang si wanita. Allan merasakan ada sesuatu yang menghalangi laju miliknya. Ia mendorong semakin kuat dan teriakan si wanita semakin kencang. Air mata wanita itu merebak membasahi wajahnya. "Holy s**t! Is she still a virgin?" umpat Allan yang sudah kepalang basah memasukkan setengah miliknya. Ia menatap ke arah bawah dan melihat genangan cairan merah yang mengalir dari lubang hangat tersebut. "DAMN!!" Allan kembali mengumpat. Ia tersadar dan di buat bimbang antara melanjutkan kegiatannya atau menarik miliknya yang sudah menegang hebat. Setelah bertarung dengan hati nuraninya, akhirnya Allan memilih melanjutkan kegiatannya. Allan menciumi wajah gadis yang menangis di bawah kungkungannya. Lubang rapatnya membuat Allan semakin bertekat untuk membenamkan miliknya dalam dalam. Setelah berusaha keras akhirnya dalam hentakan ketiga Allan berhasil membobol pertahanan si gadis. Allan membungkam tangisan gadis itu dengan ciuman mesra. Perlahan namun pasti Allan menikmati malam panasnya dengan seorang gadis yang tak dikenal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD