Bab 8. Cemburunya Sang Pilot Kulkas

2074 Words
Setibanya di dalam bioskop Majarani duduk di salah satu kursi bersama dengan Liam. "Popcorn?" Liam menawarkan popcorn yang ia bawa pada Majarani. "Em, nanti saja!" tolak Majarani dengan lembut. Merasa ada yang duduk di sebelahnya, Majarani spontan melihat ke samping. "Membosankan sekali, mengapa sih harus dapat kursi nomor 7 kan jadi sebelahan sama si pramugari menyebalkan itu!" kesal Arsen di dalam hatinya. "Mungkinkah si pilot kulkas ini punya palet atau lem? Sehingga ia lengket terus denganku, mengapa dia selalu ada di dekatku!" kesal Majarani di dalam hatinya. "Pak, saya mau pindah!" pinta Arsen pada sang penjaga bioskop yang lewat. "Maaf, Pak. Dalam tiket tertulis nomor 7 dan bapak nggak bisa pindah kursi!" jawab sang penjaga bioskop. "Mengapa harus begini?!" kesal Arsen. Tak beberapa lama kemudian, film horor action sudah ditampilkan di layar bioskop yang amat sangat besar tersebut. "Adegan pertama saja sudah menegangkan dan mencekam, bagaimana nanti!" ucap Majarani yang sepertinya takut. "Mengapa? Hanya film kok, hantunya bukan hantu beneran!" jawab Liam. "Tapi tetap saja mengerikan!" ucap Majarani. "Jangan takut 'kan di sini ramai!" Liam memberikan semangat pada Majarani untuk memberanikan dirinya menonton film tersebut. "Baiklah, Tuan perwira!" ucap Majarani. "Apa?" tanya Liam. "Tuan perwira!" jawab Majarani. "Nona Tionghoa!" balas Liam. Mendengar hal itu, Arsen langsung menatap ke arah Majarani dan Liam dengan tatapan tajam, entah mengapa rasanya ia sangat marah melihat dan mendengar keakraban Majarani dengan pria lain. Tiba-tiba Majarani berteriak kala ada hantu menyeramkan yang muncul di layar televisi, ia secara spontan memeluk Liam. "Jangan takut Nona Tionghoa, aku ada di sini!" ucap Liam sambil tersenyum. Arsen yang melihat hal itu semakin marah, seolah ia cemburu pada Liam yang sedang bersama dengan Majarani. "Jangan m***m di tempat umum!" ucap Arsen seraya menahan emosinya. "Siapa yang m***m?" tanya Majarani seraya menjauhkan tubuhnya dari Liam. "Apaan tuh peluk-peluk tadi?!" jawab Arsen. "Kenapa mas? Cemburu ya?" ejek Majarani. "Cemburu? Nggak salah?" jawab Arsen seraya memasang wajah datarnya. "Kenapa sih ngurusin orang, kamu aja nggak mau diurusin orang tapi malah ngurusin orang, dasar pilot kulkas tujuh pintu!" ejek Majarani. "Pramugari menyebalkan, pikun!" balas Arsen. "Hei apa kamu bilang? Pikun? Siapa yang pikun, aku belum pikun!" jawab Majarani. "Pikun, ponsel ditinggal di mobil, dasar pikun! Sudah menyebalkan, pikun lagi!" ucap Arsen. "Pilot kulkas tujuh pintu, dingin! Nggak punya hati, hati batu!" balas Majarani. "Kok malah berantem sih? Sudah ya, tenang!" pinta Liam. "Dia yang mulai!" ucap Majarani seraya memasang wajah kesalnya. "Pikun!" ejek Arsen. "Apa?" marah Majarani. "Maja, sudah ya! Kamu ke sini sama aku dan ini acara kita, jadi kenapa harus ribut sama orang lain!" ucap Liam. "Pilot kulkas itu asal bicara!" kesal Majarani. "Aku nggak asal bicara tapi ada buktinya!" jawab Arsen. "Kulkas! Beruang kutub, please diam!" pinta Majarani. "Pramugari menyebalkan, pikun!" ejek Arsen lagi. "Sudah! Kamu juga harus ngalah sama perempuan!" ucap Liam. "Lah kok aku yang disuruh ngalah?" protes Arsen. "Sudah! Sudah diam! Nanti kita diusir loh sama para pengunjung karena berisik!" ucap Liam. *** Dua jam kemudian, Majarani berjalan ke arah parkiran untuk pulang bersama Liam. "Gaunmu indah dan elegan!" ucap Liam. "Oh, ini dibelikan oleh Kak Richo!" jawab Majarani. "Kamu nggak pakai make up?" tanya Liam pada Majarani. "Kenapa nanya gitu?" tanya Majarani pada Liam. "Tadi aku lihat kamu bersihkan wajahmu pakai tissue dan tak ada noda di tissue setelah kamu gunakan untuk lap!" jawab Liam. "Maksudnya adalah, tak ada bekas bedak atau lipstik!" lanjut Liam. "Aku nggak suka make up, paling aku hanya pakai pelembab bibir agar bibirku nggak kering!" jawab Majarani. "Bibirmu merah muda tanpa lipstik ya?" tanya Liam. "Em, sejak lahir emang gitu warnanya!" jawab Majarani. "Benar-benar sempurna dan tak seperti wanita lain yang menggunakan make up tebal untuk mendapatkan wajah cantiknya, aku semakin tertarik padanya!" batin Liam seraya tersenyum pada gadis yang mengenakan dress selutut berwarna merah muda tersebut. "Em, apa nggak sebaiknya kita jalan-jalan dulu?" ajak Liam pada Majarani. "Aku takut kemalaman!" tolak Majarani. "Ini masih jam 9 lebih kok! Ayo jalan-jalan sebentar!" ajak Liam dengan lembut. "Baiklah, tapi hanya sebentar ya!" pinta Majarani. "Iya!" jawab Liam. *** Beberapa saat kemudian motor yang dikendarai oleh Liam tiba-tiba mengalami masalah. "Kenapa ini?" tanya Majarani seraya turun dari motor Liam yang sudah berhenti di tepi jalan. "Sepertinya ban motorku bocor!" ucap Liam yang kemudian turun dari motornya. "Di jalan sepi begini ban bocor? Harus ke mana kita?" panik Majarani. "Maaf ya, Maja! Aku nggak tahu kalau ban motorku akan bocor!" ucap Liam. "Apa terkena paku?" tanya Majarani. "Iya, Maja! Sepertinya terkena paku?!" jawab Liam yang kemudian mengeluarkan ponselnya. "Aduh, lowbat lagi!" ucap Liam. Mendengar hal itu, Majarani pun segera mengeluarkan ponselnya dari tas selempang miliknya. "Enggak ada sinyal ponselku!" ucap Majarani. "Gimana ini, nggak akan bisa di dorong sebab bannya benar-benar kempes dan akan sulit mendorongnya, harus panggil orang ini untuk menarik!" kata Liam. "Lalu bagaimana?" panik Majarani. "Em, apakah kamu bisa pergi untuk meminta bantuan?" tanya Liam pada Majarani. "Aku?" "Iya, kamu! Ini jalan sepi, Maja. Aku nggak mau meninggalkan kamu di sini bersama dengan motor, takut kena begal!" ucap Liam. "Tapi aku harus kemana?" tanya Majarani pada Liam. Liam terdiam, di tepi jalan hanya ada pepohonan saja. "Kalau dia pergi sendirian juga bahaya, tapi kalau aku yang pergi maka dia akan juga dalam bahaya, jika kamu pergi sama-sama maka motor ini kemungkinan akan dicuri orang dan bagaimana aku mengantar Maja pulang tanpa kendaraan?" batin Liam. Tak beberapa lama kemudian, terlihat ada tiga orang yang sedang berjalan ke arah mereka. "Itu pasti warga!" terka Majarani. "Kenapa ini, Mas, Mbak?" tanya salah satu dari mereka. "Ban motornya kempes tertusuk paku!" jawab Majarani. "Em, apa boleh kamu meminta tolong untuk mendorong motor ini ke bengkel?" tanya Liam pada ketiga pria tersebut. "Boleh! Tapi ada bayarannya!" ucap salah satu dari mereka sambil mengukir senyuman jahat dibibirnya. "Bayaran?" tanya Liam seraya mengernyitkan dahinya. "Aku akan memberi upah pada kalian nanti!" jawab Majarani. "Bukan uang tapi kamu!" ucap salah satu dari mereka. Mendengar hal itu, Liam menarik Majarani agar berada di belakangnya. "Apa maksudnya?" tanya Liam dengan tegas. "Apa lagi? Kami mau bersama dengan gadis cantik itu!" jawab pria berbaju hitam tersebut. "Jangan sentuh dia!" ucap Liam seraya memasang tatapan tajamnya. "Hei, siapamu dia, hah? Pacar? Istri?" tanya pria berbaju coklat. "Dia temanku!" jawab Liam. "Hei, marilah kita bermain sebentar! Kalau kamu mau ikutan juga boleh!" ucap pria berjaket putih sambil tersenyum. "Pergi!" usir Liam pada ketiga pria itu. "Jika dengan cara lembut kamu nggak mau menyerahkannya maka kita akan memaksa!" ancam sang pria berbaju coklat. "Iya, apa susahnya mengambil gadis manis itu, pelindungnya hanya satu orang!" sahut pria berbaju hitam yang meremehkan Liam yang tanpa mereka ketahui jati dirinya sebagai anggota Polri. "Liam, aku takut, mereka bertiga!" ucap Majarani. "Tenang, aku akan melindungimu! Hanya tiga orang saja, kenapa nggak bisa!" jawab Liam. "Serang pria itu!" titah pria berjaket coklat. Mereka bertiga kemudian mengeroyok Liam, Liam terpaksa memukul satu persatu pria itu untuk melindungi Majarani. Sebenarnya selama ini Liam tak pernah menggunakan cara kekerasan, namun jika ia tidak melakukannya dan hanya diam maka ketiga pria itu akan menang dan Majarani mungkin akan kehilangan masa depannya. Tak perlu menunggu waktu lama, ketiga preman itu sudah jatuh tersungkur ke atas aspal dengan nafas yang memburu. "Siapa kamu sebenarnya?" tanya pria berbaju putih seraya bangkit berdiri. "Andika Liam Pratama, anggota brimob!" jawab Liam. Ketiga pria itu terkejut kala mereka ternyata sudah menyerang anggota polri dan berurusan dengannya. "Pergi dari sini sebelum kesabaranku habis!" ucap Liam. Ketiga pria itupun berlari meninggalkannya. Liam memang sengaja melepaskan ketiga pria itu sebab ketiga pria itu belum melakukan tindak kejahatan. "Kamu hebat!" ucap Majarani seraya menghampiri Liam. "Mudah bagiku melawan mereka, preman murahan berotak m***m!" jawab Liam. "Sekarang bagaimana?" tanya Majarani. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di tepi jalan dan keluarlah seorang pria dari dalam sana. "Arsen?" ucap Majarani setelah melihat Arsen sedang berjalan ke arahnya dan Liam. "Mengajak gadis ke tempat sepi, apakah itu baik?" tanya Arsen pada Liam dengan wajah datarnya. "Ban motorku kempes!" jawab Liam. "Halah, bilang aja emang sengaja 'kan?" tuduh Arsen. "Arsen, kamu ini apa-apaan sih, memarahi orang tanpa sebab?!" kesal Majarani. "Pria ini berniat jahat padamu tapi kamu masih membela? Jika dia pria baik-baik tak mungkin di—" "Untuk pulang ke rumah memang aku harus melintasi jalan ini 'kan?" tanya Majarani. "Tapi ini rencana dia, kalau aku nggak lewat sini, entah bagaimana nasibmu!" jawab Arsen yang tentunya belum tahu jati diri Liam. "Kalau bukan karena dia aku akan celaka, kamu datang terlambat, dia yang telah menyelamatkanku dari ketiga preman yang menggangguku!" Majarani membela Liam. "Jangan sembarangan menuduh saya karena saya nggak punya niat buruk padanya!" sahut Liam. "Mana ada maling ngaku?!" ucap Arsen. "Kamu ini kenapa sih? Dari tadi marah-marah terus, dasar kulkas!" kesal Majarani. "Dia—" "Oh, jangan-jangan kamu juga suka sama Maja ya? Kamu cemburu?" tanya Liam pada Arsen. "Cemburu? Nggak! Aku nggak cemburu, buat apa cemburu!" jawab Arsen. "Setidaknya jika nggak mau menolong jangan berhenti, sana pulang!" ucap Majarani. "Ayo aku antar pulang ke rumahmu!" ajak Arsen pada Majarani. "Aku—" Majarani menghentikan kalimatnya kala ada mobil yang datang dan mobil itu sangat dikenali olehnya. Seorang pria berseragam polisi kemudian turun dari mobil dan menghampiri ketiga orang tersebut. "Ada apa ini?" tanya pria yang tak lain adalah Richo pada ketiga orang itu. "Katanya sayang pada adikmu tapi kamu malah membiarkannya bersama dengan pria ini, pria yang membawanya ke jalan sepi di tengah malam!" ucap Arsen. "Ric, aku bisa menjelaskan semuanya!" Liam membela diri. "Enggak perlu!" jawab Richo setelah melihat ban motor Liam yang kempes. "Enggak perlu apa? Dia sudah membawa Maja ke tempat ini? Apa coba maksudnya?!" ucap Arsen. "Apa kamu nggak lihat ban motornya kempes?" tanya Richo pada Arsen. "Bisa saja ini rencananya!" ucap Arsen. Richo kemudian mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. "Halo?" ucap seseorang yang ia hubungi. "Ada motor kempes ban, tolong bantu!" jawab Richo pada pihak bengkel. "Baik, Pak. Kami akan segera datang!" jawab pihak bengkel. "Ya sudah, kamu nggak percaya! Aku pulang!" ucap Arsen yang kemudian bergegas pergi tanpa mengubah wajah datarnya. "Liam, sebentar lagi pihak bengkel akan datang, kamu tunggu saja ya?!" ucap Richo sambil tersenyum. "Em, Ric. Aku minta maaf karena nggak bisa antar Maja pulang dengan selamat!" Liam memintanya maaf pada sahabatnya, Liam merasa gagal menjaga amanah yang diberikan kepadanya. "Aku bisa memakluminya, ini bukan kemauanmu!" jawab Richo. "Kakak mau ke mana? Kok pakai seragam?" tanya Majarani pada Richo. "Tadi kakak tugas, mengurus kasus pembunuhan yang belum terungkap, tapi sekarang kakak mau pulang kok!" jawab Richo. "Ric, kamu bawa pulang Maja saja! Kasihan dia jika harus menunggu di sini?!" pinta Liam. "Aku nggak mau meninggalkanmu di sini!" tolak Majarani. "Aku nggak apa-apa kok! Kamu pulang saja sama kakakmu, ini sudah malam, para gadis harus sudah tidur manis di dalam kamarnya!" jawab Liam. "Ayo pulang sama kakak, jangan khawatirkan Liam, pihak bengkal akan tiba sebentar lagi!" ucap Richo. "Pergilah! Udara malam sangat dingin!" bujuk Liam. "Baiklah Tuan perwira, terima kasih ya sudah melindungiku?!" ucap Majarani sambil tersenyum. "Sama-sama, Nona Tionghoa!" jawab Liam sambil membalas senyum Audrey. Richo tersenyum kala melihat keakraban adiknya dengan sang sahabat, Liam. *** Di dalam sebuah mobil, Arsen menyetir dengan perasaan yang marah. "Rasanya kepalaku ingin meledak setelah melihat kelakuan tuh pria nggak bertanggungjawab, bawa gadis ke jalan sepi!" ucap Arsen. "Hatiku rasanya juga panas ketika Maja memberi sebutan Tuan Perwira dan dibalas Nona Tionghoa, mengapa sih nggak cukup pilot kulkas dan pramugari menyebalkan saja, ada aja yang lain!" lanjutnya. "Wait! Mengapa aku jadi mengkhawatirkan dia? Memangnya dia siapaku?!" batin Arsen. Mungkinkah Arsen sudah jatuh cinta pada Majarani tanpa ia ketahui? Mungkinkah Arsen cemburu? *** Di mobil lain, Majarani duduk di sebelah kursi kemudi. "Bagaimana kencannya?" tanya Richo pada adiknya. "Kencan? Maja nggak berkencan!" jawab Majarani. "Kencan nobar tadi sama Liam, gimana? Liam menyenangkan, kan?" tanya Richo pada adiknya. "Membosankan!" jawab Majarani sambil melamun, tiba-tiba ia mengingat pertengkarannya dengan Arsen tadi di bioskop. "Hah? Membosankan?" tanya Richo. Majarani yang sadar akan maksud dari pertanyaan Richo pun segara menjawab, "Enggak! Liam nggak membidangi yang membosankan filmnya!" "Oh, begitu!" ucap Richo. "Bisa dong nanti di masa depan kakak melihatmu menikah dengan Liam!" lanjut Richo sambil tersenyum dan fokus menatap jalan. "Kakak menyebalkan!" kesal Majarani pada kakaknya yang membahas soal pernikahan. Majarani pun menjauh dari Richo hingga mepet ke jendela karena kesal. "Tadi habis nonton film hantu ya? Oh, iya. Waktu itu kakak lihat vidio viral, ada hantu terbang mengikuti mobil, terus hantunya kelihatan dari kaca!" Richo menakut-nakuti adiknya. Majarani kemudian menggeser posisinya untuk mendekat karena ia merasa sangat takut. "Kenapa? Bukannya tadi merajuk?" tanya Richo pada adiknya. "Takut hantu!" jawab Majarani.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD