Senin, 12 Juli 2021.
Anisa tengah sibuk melayani pelanggan. Setelan 5 hari dia tidak berangkat kerja dengan alasan sakit, sekarang Anisa kembali aktif di butik kembali dengan wajah fresnya. Karena wajahnya yang penuh lebam itu hilang setelah mamanya yang cerewet selalu mengoleskan salep di wajahnya setia dia selesai mandi.
Anisa memegang gaun pengantin putih yang dia jahit sendiri khusus untuk pernikahan kakaknya. Kakaknya tidak datang sendiri ke butiknya karena sibuk dengan pekerjaannya. yang penting dia sudah mengukur badan kakaknya dan Jordan di rumah.
Pernikahan kakaknya tinggal 2 hari lagi. Kalau di tanya dia sanggup atau tidak melepaskan dan melihat lelaki yang dia cintai bersanding dengan perempuan lain tentu saja jawabannya adalah tidak. Tapi sekarang Anisa punya kabar bahagia untuk dirinya sendiri. Dia sudah tidak terlalu mengharapkan Jordan atau berpikir bahwa Tuhan tidak adil karena tidak menjadikan Jordan sebagai pendampingnya. Semenjak dirinya sakit beberapa hari lalu dan kakaknya memberikan perhatian penuh bahkan rela bergantian menggantikan menjaga dirinya bersama dengan mamanya membuat hatinya terbuka. Bahwa tidak ada yang jauh lebih membahagiakan ketika melihat kakaknya bahagia bersama pilihannya.
"Gak usah kamu lihat dan pegang terus Sa, entar pengen nikah repot karena gak ada mempelai lelakinya." Gurau Rani sambil berjalan membawa tumpukan kain. Dulu butik ini penuh dengan karyawan, tapi sekarang tidak. Semenjak omset mereka dulu menurun mereka berpikir untuk mereka bertiga saja yang bekerja tanpa karyawan. Karena uang yang di buat untuk menggaji karyawannya bisa mereka buat untuk yang lain.
Tapi mereka bersyukur sekarang butik mereka itu sudah dikenal oleh banyak orang dan banyak yang datang ke butiknya untuk memesan gaun pengantin atau mungkin hal lainnya.
"Astaga Sa, itu pujaan hati kamu ngapain parkir di depan butik kita?" Tanya Rani yang melihat mobil Jordan itu masuk ke dalam halaman butiknya dan parkir disana.
Anisa tersenyum, Jordan pasti datang ke butiknya bersama kakaknya. Dan benar tebakannya, perempuan berparas ayu serta anggun keluar dari dalam mobil dengan kaca mata bertengger manis di hidung mancungnya.
"Jangan bilang calon kakak ipar kamu itu___" Rani menggantungkan kalimatnya sambil menatap Anisa yang hanya diam dengan senyuman tidak luntur dari bibirnya.
"Astaga Anisa, dunia benar-benar sempit." Rani terlihat sangat heboh ketika Jordan dan Amira bergandengan tangan dan berjalan menuju butiknya. Berbeda dengan Rani yang sangat heboh ketika melihat kedua pasangan itu hendak masuk kedalam butik ini, Jihan hanya memasang wajah datar dan tatapannya lurus terfokus kearah Anisa.
"Selamat datang Kak. Aku pikir kakak gak jadi datang kesini. Oh ya, duduk dulu Kak." Suruh Anisa sambil tersenyum kepada Amira. Amira membalas senyuman Anisa, tangan Amira yang masih saling bertaut dengan tangan Jordan membuat Jihan memalingkan wajahnya.
Jihan tidak tahu dengan cara pikir sahabatnya. Bisa-bisanya sahabatnya itu begitu tenang ketika melihat kakaknya datang bersama dengan laki-laki yang perempuan itu cintai sendiri.
"Apa kamu sudah gila Sa, kamu membiarkan kakakmu bersama dengan laki-laki yang kamu cintai. Apa kamu tidak mengatakan kepada Kak Amira bahwa kamu juga mencintai Jordan? Sa, apa yang kamu lakukan ini tidak benar." Jihan menahan pergelangan tangan Anisa ketika Anisa ingin mengambilkannya gaun pernikahan yang dia jahit khusus untuk kakaknya. Jihan rasa keputusan Anisa ini tidak benar. Mana ada perempuan yang sanggup melihat seseorang yang sangat dia cintai bersanding dengan perempuan lain. Terlebih perempuan itu adalah kakaknya sendiri.
"Memangnya aku harus bagaimana? Yang penting Kak Amira bahagia. Aku tidak mau merusak kebahagiaan mereka dengan mengatakan kalau aku juga mencintai Mas Jordan." Anisa tidak mau bersikap egois. Dia tidak ada hubungan apa-apa dengan Jordan. Lalu jika lelaki itu memilih kakaknya untuk menjadi tempat berpulangnya, berarti memang lelaki itu bukan jodohnya.
Anisa sadar jika dia tidak berhak untuk melarang Jordan memiliki kakaknya atau melarang kakaknya memiliki Jordan. Karena mereka memang sudah ditakdirkan bersama oleh yang membuat skenario hidup.
"Tapi setidaknya kamu harus jujur kepada kakak kamu bawa lelaki yang akan dia nikahi itu adalah laki-laki yang selama ini menjadi alasan kamu untuk menolak banyak laki-laki yang mengejar dan mengharapkan kamu menjadi pendamping mereka. Sa, kamu jangan terus memikirkan kebahagiaan kakak kamu. Sedangkan diri kamu sendiri tidak bahagia." Jihan mencoba menasehati Anisa dengan lembut. Dia tidak mau membuat kekacauan di tempat ini dengan berteriak dan berkata lantang seperti biasa.
Anisa tersenyum ketika dia melihat perhatian dari sahabatnya sendiri.
"Jordan itu bukan milikku, jadi biarkan saja dia menjadi milik kakakku. Lagi pula kita tidak bisa memaksa seseorang untuk bersama kita." Ucap Anisa sambil tersenyum kepada Jihan. Dia tidak mau memaksakan hati seseorang agar bisa menerimanya. Karena dia sadar bahwa hati tidak bisa di paksa.
"Tapi, Sa___"
"Mereka sudah menunggu, Han. Jangan seperti ini." Anisa segera pergi mengambil gaun pengantin untuk kakaknya. Kemudian dia kembali menghampiri kakaknya sambil memperlihatkan gaun rancangan yang dia buat khusus kakaknya.
"Wow, ini kamu yang jahit khusus kakak, Sa?" Tanya Amira yang sepertinya suka dengan baju pengantin rancangan dan jahitan adiknya.
Rani yang sedari tadi mengobrol dengan Amira sama sekali tidak memiliki beban seperti Jihan. Bahkan Jihan enggan menatap wajah Amira yang sedang bahagia sedangkan Anisa tengah mati-matian menyembunyikan kesedihannya.
"Iya, gaun ini aku sendiri yang disain dan juga aku yang jahit, khusus buat nikahan kakakku tersayang." Ucap Anisa yang langsung di beri hadiah pelukan oleh Amira. Di dalam dekapan kakaknya Anisa berkata di dalam hati bahwa dia berjanji tidak akan merebut sesuatu yang menjadi alasan kebahagiaan kakaknya.
"Maaf karena kemarin kakak udah diamin kamu." Bisik Amira yang di beri anggukan kepala oleh Anisa.
"Kakak....., Jangan diungkit lagi." Pinta Anisa sambil tersenyum dan menangkup kedua pipi kakaknya.
"Pokoknya apapun yang membuat kakakku tersayang ini bahagia aku akan berikan." Ucapan sederhana Anisa yang Mungkin terdengar biasa saja di depan semua orang, tetapi tersirat makna mendalam untuk Jihan.
"Sekarang kakak cobain bajunya, aku tunggu disini. Buat Mas Jordan bajunya udah aku siapin di ruang ganti. Silahkan kalian coba dulu." Suruh Anisa yang di setujui Jordan dan juga Amira. Setelah Jordan dan Amira masuk kedalam ruang ganti masing-masing, Jihan segera menoyor kepala Rani yang malah senyam-senyum sendiri sambil menatap mereka. Bahkan saat dia sedang memikirkan perasaan Anisa, Rani dengan santai mengobrol dengan Amira tentang persiapan pernikahan mereka.
"Gigi kamu gak kering Ran sedari tadi senyum terus?" Sindir Jihan yang di beri tatapan mata sinis oleh Rani. Rani merasa senang dengan pernikahan Jordan dan Amira bukan tanpa alasan. Dia memiliki maksud yang kuat untuk mendukung mereka bersatu.
"Kamu jangan gitu lah, Ran. Teman sendiri lagi patah hati kamu malah senyam-senyum gak jelas. Dasar kurang waras." Omel Jihan kepada Rani. Rani memutar kedua bola matanya malas. Kadang orang sok pintar seperti Jihan ini selalu saja salah mengartikan kebaikannya.
"Coba kamu bayangin, kalau Jordan sama Amira bersama, tentu Anisa tidak akan memikirkan Jordan lagi. Dan dia akan cepat move on dari Jordan." Rani tersenyum ketika membayangkan sahabatnya itu bebas dari bayang-bayang ingin memiliki laki-laki yang bernama Jordan. Dirinya tidak mau sakit hati ketika melihat sahabatnya menangis gara-gara dia tidak bisa mendapatkan keinginannya.
"Tapi mental Anisa bisa down jika dia terus melihat kemesraan kakaknya bersama Jordan. Iya kalau Jordan nikah sama perempuan yang bukan kakak Anisa sendiri tidak masalah, mereka akan jarang ketemu. Tapi jika Jordan itu menikah dengan kakak Anisa sendiri, mereka akan sering bertemu Ran. Itu malah membuat Anisa semakin terpuruk, pikir." Jihan menyenggol lengan Rani. Rani hanya diam, perempuan cantik itu baru sadar bahwa omongan Jihan ternyata benar.
"Kenapa aku gak kepikiran sampai situ ya, Han. Duh, kasihan aku sama Anisa." Mereka benar-benar tidak bisa membayangkan perasaan Anisa yang dengan tegarnya mengurus semua acara pernikahan kakaknya yang akan menikah dengan lelaki yang dia cintai.