Rasa bersalah kepada Zidan

1098 Words
Jangan meminta seseorang itu hadir di dalam hidupmu jika memang kamu belum bisa mencintai seseorang itu. Karena yang namanya cinta itu tidak bisa di paksa oleh siapapun. Karena jika kita memaksa untuk mencintai atau meminta orang itu mencintai kita, maka hal itu akan membuat bencana bagi keduanya. Hari ini 7 hari tepat kematian Amira. Dan Anisa datang kembali ke pemakaman kakaknya. Rencananya setelah 7 hari kematian kakaknya Anisa ingin tinggal sementara di Bandung ikut bersama dengan Abang sepupunya. Anisa tidak bisa terus berada di rumahnya dan kembali mengenang kebersamaan dirinya selama 23 tahun di rumahnya bersama dengan kakaknya. Anisa ingin mencoba menghilangkan kesedihannya dengan tinggal sementara di Bandung. Anisa hanya tidak ingin kembali menangis jika teringat tentang almahum kakaknya. "Aku pamit Kak, aku janji akan terus menjenguk kakak disini. Terimakasih sudah menjadi kakak terbaik untukku. Aku menyayangi kakak." Anisa mencium batu nisan Kakaknya. Kemudian dia kembali ke mobilnya. Hari ini Anisa sudah mempunyai janji makan siang dengan Zidan. Dia akui akhir-akhir ini dia sedang dekat dengan lelaki itu. Entah kenapa menurut Anisa kehadiran Zidan membantunya untuk melupakan Jordan. Anisa membelokkan mobilnya ke caffe yang dekat dengan kampusnya dulu. Anisa mengedarkan pandangannya ke kanan dan ke kiri, dia melihat laki-laki yang tengah sibuk menatap layar heandphonenya. "Ahem," Dehem Anisa sambil tersenyum kearah Zidan. Zidan yang menyadari kedatangan Anisa segera berdiri dan menyuruh Anisa duduk. "Udah lama berdiri di depanku, Sa?" Tanya Zidan yang sepertinya tidak menyadari kehadiran Anisa. "Gak juga, baru kok. Serius amat, lagi ngelihat apa di heandphone?" Anisa memilih menu makanan yang ada di depannya. Semenjak kakaknya meninggal lidahnya seperti mati rasa. Setiap dia makan dia merasakan bahwa masakan itu hambar seperti tidak ada rasanya. Tapi sekarang dia sudah mulai merasakan rasa makanan. Zidan, lelaki di depannya selalu mensupport dirinya ketika dirinya berada di dalam kondisi terburuk. Bahkan lelaki itu rela tidak kerja hanya untuk memberikan perhatian lebih kepadanya. "Besok temanku menikah. Semua teman-teman seumuranku juga udah pada berkeluarga. Aku tidak bisa menunggu lagi Sa, aku ingin meminta jawabanmu. Apa kamu mau menerima ajakanku menikah?" Tanya Zidan dengan mimik wajah serius. Anisa yang hendak memanggil pelayan caffe langsung membalas tatapan wajah Zidan dengan serius. "Tanah di kuburan kakakku aja masih basah, bisa-bisanya kamu nanya seperti itu kepadaku." Anisa tidak menyangka bahwa Zidan akan membahas ini ketika kakaknya baru genap 7 hari meninggal. Dirinya masih berduka, tapi lelaki di depannya dengan tidak tahu dirinya malah menawarkan sebuah pernikahan kepadanya. Zidan panik ketika melihat wajah tidak suka Anisa. Anisa terang-terangan menatap wajah Zidan dengan tatapan tersinggung. "Maaf Sa, bukan maksud aku begitu. Aku hanya tidak mau kamu bersama orang lain jika aku tidak segera mengutarakan niatku untuk menikahimu. Lagi pula tentang aku yang ingin menikahimu itu tidak ada sangkut pautnya sama kakakmu. Aku tidak punya masalah atau masalalu dengan kakakmu, Jadi soal aku yang ingin menikahimu itu tidak ada sangkut pautnya dengan tanah kuburan kakakmu yang masih basah. Kecuali yang ingin menikahimu itu Jordan, dia berarti tidak punya otak karena ingin menikah dengan orang lain di saat tanah istrinya masih basah." Terang Zidan yang membuat Anisa menggelengkan kepalanya pelan. Dia tidak menyangka lelaki di depannya akan mengatakan hal seperti itu kepada dirinya. Anisa segera berdiri dari posisi duduknya. Dia menunjuk wajah Zidan dengan rahut wajah marah. "Tentu saja ada hubungannya dengan kakakku. Keluargaku baru saja berduka. Aku tidak mungkin mengumumkan sebuah pernikahan disaat air mata mereka saja belum kering. Kamu memang tidak memiliki masa lalu dengan kakakku dan menganggap kematian kakakku tidak akan menghalangi niatmu untuk menikahiku. Tapi perlu kamu tahu bahwa perempuan yang ingin kamu nikahi ini adalah adik dari perempuan yang baru genap 7 hari meninggal." Anisa segera menyambar tasnya dan pergi dari caffe ini. Lelaki di depannya menghancurkan mood-nya. Dia sudah berniat bertemu dengan lelaki itu dan makan siang bersama, tapi sayang sekali lelaki itu malah membuat moodnya hancur. Anisa hendak masuk kedalam mobilnya, tapi pintu mobilnya di tahan oleh Zidan. "Maafin aku Sa, aku tahu aku salah. Tapi aku juga tidak bisa menunggu jawabanmu lebih lama lagi. Aku sudah memberi kamu waktu cukup lama untuk memikirkan tentang rencanaku yang ingin menikahimu, tapi kamu malah terlihat santai dan tidak kunjung memberi aku jawaban." Anisa yang mendengar ucapan Zidan lagi-lagi menggelengkan kepalanya pelan. Mungkin bagi lelaki di depannya memberi jawaban terhadap seseorang itu gampang. Dia butuh waktu untuk meyakinkan hatinya. Dia harus benar-benar mencintai lelaki di depannya agar lelaki di depannya tidak sakit hati ketika tiba-tiba dia berubah sikap menjadi cuek. "Kamu pikir menerima orang lain di hidup kita itu gampang? Gak gampang, Zid." Anisa menatap wajah Zidan sambil menghela nafas kasar. "Jika kamu tidak sanggup menunggu jawabanku, silahkan kamu cari perempuan lain untuk kamu nikahi." Ucap Anisa sambil masuk kedalam mobilnya. Zidan yang melihat perempuan itu pergi dari depannya langsung menendang ban mobil di sampingnya. "Arggg..., Gagal lagi, gagal lagi. Kalau seperti ini terus aku bisa saja kehilangannya." Zidan merasa kalau dia tidak bertindak dengan cepat maka dia akan kehilangan perempuan di depannya. Anisa itu cantik, terlebih perempuan itu sangat menarik. Anisa memang terlihat lemah lembut ketika orang itu belum terlalu mengenalnya, tetapi ketika orang itu sudah mengenalnya, maka orang itu akan mengetahui bahwa Anisa itu orangnya sangatlah asik. Di perjalanan pulang Anisa terus saja memikirkan sikapnya yang sepertinya sangat keterlaluan kepada Zidan. Lelaki itu selalu saja menemaninya di dalam keadaan terpuruk. Tetapi dia malah memarahi lelaki itu di saat lelaki itu mengatakan keinginannya yang memintanya untuk segera menjawab ajakan pernikahannya. Seharusnya mudah baginya untuk menjawab pertanyaan Zidan. Zidan menanyakan tentang apakah dia mau menikah dengan lelaki itu atau tidak? Kalau dia tidak mencintai Zidan, tinggal dia tolak saja lelaki itu. Tapi berat untuknya. Sedangkan jika dia ingin menerima lelaki itu, hatinya ragu. "Kenapa aku jadi marah-marah tidak jelas seperti ini? Dia hanya meminta haknya kepadaku. Wajar jika dia meminta jawaban kepadaku. Seharusnya aku tidak perlu memarahinya. Kenapa aku jadi seperti ini? Semenjak kepergian kakak aku jadi gampang marah dan tersinggung." Anisa mengusap wajahnya kasar. Dia benar-benar merasa bersalah ketika melihat wajah panik dan kusut Zidan. Anisa hendak berbalik arah, tapi dia gengsi untuk menemui Zidan kembali. "Masa iya abis marah-marah terus datang lagi ke dia kayak gak punya salah. Malu-maluin diri sendiri aja." Ucap Anisa sambil menepikan mobilnya. Dia sedang tidak fokus menyetir sama sekali. "Zidan sakit hati gak ya sama omongan aku tadi?" Ini yang tidak Anisa sukai dari dirinya. Dia itu selalu berlebihan dalam menyikapi masalah. Terlebih dia itu tipe orang yang tidak terlalu enakan dengan orang lain. "Ah sudahlah, lebih baik aku pulang bantuin Mama sama Tante bikin suguhan untuk ibu-ibu tahlilan." Putus Anisa yang kembali menyetir mobilnya. Dia akan meminta maaf atas ucapannya tadi kepada Zidan ketika nanti dia bertemu Zidan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD