Suara alunan lagu romantis berjudul Beautiful in white di nyanyikan Jordan khusus untuk Amira. Bahkan lelaki yang beberapa hari lalu menolong Anisa dari lelaki kurang ajar di bar itu kini menjadi sosok lelaki idaman semua orang.
"Aduh romantisnya,"
"Jangan cuma tangannya yang di cium, bibirnya juga dong, kan udah halal."
"Pasangan baru emang romantis banget."
Berbagai teriakan berbentuk sebuah pujian itu para tamu undangan berikan kepada Amira dan juga Jordan.
Anisa yang sedang duduk di samping Tante dan mamanya sedikit kesal ketika tantenya terus saja menyudutkan dirinya.
"Bisa gak kamu dapat suami yang seperti Jordan itu?" Tanya Tante Sinta kepada Anisa yang duduk di sampingnya. "Udah kaya, ganteng, romantis lagi. Beruntung sekali Amira punya suami seperti Jordan."
Lagi-lagi tantenya itu terus saja memuji kakaknya yang mendapat suami mapan dan kaya raya.
"Kamu kalau malu-maluin Tante karena dapat suami kere awas. Setidaknya bibit bebet sama bobotnya itu harus jelas." Tante Sinta memegang kipas tangannya sambil melirik Anisa yang hanya diam di beri ucapan seperti itu.
Rahma yang mendengar anaknya di sudutkan terus oleh kakaknya angkat bicara. "Maaf Mbak, bukannya aku itu tidak setuju sama pendapat Mbak. Tapi aku sama Mas Bima itu tidak pernah yang namanya minta anak-anak kami untuk mencari calon suami yang kayak Mbak omongin tadi. Yang namanya jodoh itu yang ngasih yang diatas. Gak boleh kayak gitu. Miskin sama kaya ya sama saja. Yang penting kan anaknya sama-sama suka." Rahma yang tidak pernah menuntut kedua putrinya untuk mendapatkan calon suami yang kaya memberikan tanggapan seperti itu tentang ucapan kakaknya sendiri.
Sinta berdecih ketika mendengar ucapan Rahma. "Alah, itu sih bibir kamu aja ngomong gitu karena Amira dapat anak orang kaya. Nanti kalau kamu dapat menantu miskin baru kapok kamu." Sinta seakan tidak mau kalah dengan Rahma. Perempuan itu terus saja berbicara dan seakan mengatur tentang siapa lelaki yang pantes untuk menikahi Anisa.
"Pokoknya ya Sa, kalau suami kamu gak kaya, Tante gak mau datang ke pernikahan kamu sama suami kamu. Bikin malu Tante aja. Keluarga kita itu keluarga terpandang, jadi kalau mau nyari suami ya yang kayak Jordan." Ucap Sinta kembali. Anisa ingin membalas ucapan tantenya dengan kata-kata yang tidak kalah pedas. Pasta saja anak laki-lakinya sampai sekarang belum menikah, ternyata tantenya milih-milih calon menantu. Tapi Anisa sadar, membalas ucapan tantenya dengan perkataan seperti itu malah membuat malu keluarga besarnya. Tantenya pasti akan ngomel-ngomel kepadanya dan suaranya yang lantang itu pasti akan terdengar oleh para tamu undangan.
Kalau semua tamu undangan mendengar pertengkaran antara dirinya dan tantenya, bisa hancur pernikahan kakaknya
Sinta berhenti berbicara ketika dia melihat hampir semua temu undangan berada di depan panggung dengan posisi ancang ancang.
Seperti biasa, tradisi lempar bunga terjadi di setiap resepsi pernikahan. Tradisi lempar bunga ini dilakukan oleh pengantin pria dan wanita yang secara bersamaan. Pengantin pria dan wanita berpegangan pada buket bunga tersebut, melempar buket bunga tersebut ke arah tamu undangan yang sudah bersiap untuk mendapatkan buket bunga yang di lempar oleh sang kedua pengantin.
Buket bunga yang dibawa oleh pengantin wanita dilambangkan dengan keindahan dan kesuburan. Wanita yang dapat buket bunga itu diharapkan untuk segera menyusul sang pengantin wanita untuk menikah dengan mendapatkan pasangan yang tepat dan hidup bahagia. Begitupun sebaliknya, jika yang mendapat buket bunga adalah laki-laki, laki-laki itu di harapkan untuk segera menyusul mempelai laki-laki untuk menikah.
Anisa tidak berminat sama sekali untuk ikut segerombol orang-orang di depannya merebutkan buket bunga. Anisa lebih memilih duduk di belakang bersama dengan Tante dan mamanya, sedangkan papanya sedang mengobrol dengan rekan kerjanya.
Anisa menggelengkan kepalanya pelan ketika melihat kedua sahabatnya juga ikut segerombolan orang merebutkan buket bunga pengantin milik kakak dan iparnya.
Jordan dan Amira akan melempar buket bunga tersebut kepada tamu undangan dengan posisi membelakangi sang tamu.
Lalu dengan beberapa hitungan, buket bunga pun menjadi rebutan para tamu undangan. Siapa yang mendapatkan buket bunga tersebut, konon katanya akan mendapat jodoh dalam waktu dekat. Dan yang sudah memiliki pasangan, di percaya akan segera melangsungkan pernikahan seperti yang diidamkan.
"Mari kita hitung sama-sama disaat saya dan suami saya mau melempar buket bunga. 1, 2, 3...." Teriak Amira bersama dengan Jordan.
Mereka yang sedang berdiri di depan panggung langsung saling tatap dan menoleh ke kanan kiri berserta belakang. Mereka semua terkejut ketika buket bunga itu ternyata berada di pangkuan Anisa. Anisa yang tengah santai memainkan heandphonenya terkejut ketika diatas kedua pahanya tertimpa sesuatu. Hingga dia sontak langsung berdiri dengan panik.
Anisa yang sudah sangat panik karena ada yang jatuh di pahanya langsung berlari dan loncat-loncat.
"Huaaa..., Mama, Papa, Ada tikus jatuh. Mama aku takut. Hus, hus, pergi sana." Anisa tidak tahu dia memeluk siapa. Dia asal memeluk orang di depannya. Sejak ada barang jatuh di pangkuannya Anisa menjadi panik dan langsung. memejamkan kedua matanya. Sampai sekarang dia belum membuka kedua matanya karena takut.
Ruangan ini yang tadinya ramai langsung sepi. Anisa yang penasaran dengan diamnya semua orang yang ada di ruangan ini membuka satu matanya. Kemudian dia menatap kedepan, Anisa melihat jas biru milik laki-laki. Kemudian dia hati-hati mendongakkan kepalanya. Jantungnya berdetak cepat, bukan karena dia jatuh cinta pandangan pertama dengan lelaki di depannya. Hanya saja dia malu tengah memeluk laki-laki yang kalau tidak salah namanya Zidan. Laki-laki berjas abu-abu yang tadi siang diajak Jihan kenalan.
"Maaf," Ucap Anisa yang langsung melepas pelukannya dari tubuh Zidan.
Zidan tersenyum, kemudian dia mengangguk. "Iya, gak apa-apa." Jawab Zidan santai.
Anisa melihat sekelilingnya, kemudian dia menghela nafas kasar. Semua orang tengah menatapnya sambil terkikik geli.
Memangnya apa salahnya? Kenapa semua orang menatapnya sambil menahan tawa?
"Astaga Sa, kamu tuh ada-ada aja. Orang yang nimpa kamu tadi tuh buket bunga pengantin. Kenapa kamu malah teriak tikus? Dasar dodol." Rani memukul kepala Anisa menggunakan buket bunga yang dia ambil dari lantai ruangan ini.
Anisa menatap buket bunga itu sambil meringis. Dia menatap kakaknya yang tengah berjalan kearahnya dengan kesal.
"Kakak ih, lemparnya kejauhan. Bikin orang jantungan aja." Protes Anisa kepada Amira.
"Bukan kakak yang ngelempar buket bunga kejauhan, tapi emang udah takdir." Jawab Amira sambil menahan senyumannya.
"Takdir apa? Takdir ketimpa bunga pengantin milik kakak?" Kesal Anisa.
Amira tertawa pelan. "Kata orang kalau kamu dapat buket bunga dari pengantin, berarti sebentar lagi kamu akan menyusul kakak untuk menikah ." Jawab Amira sambil mencubit pelan pipi Anisa.
"Ck, mana mungkin. Calonnya aja belum ketemu." Jawab Anisa sambil melirik kakaknya kesal.
"Bagaimana jika aku yang menjadi calon suami kamu?"