Menjalani Hubungan Lain

771 Words
Siang hari saat jam istirahat aku iseng mengirim pesan pada Delia. Kalimat permintaan maaf karena mengaku sebagai duda dan mengatakan bahwa gak lama lagi aku akan berpisah dengan Ratih. [Maafin Mas, ya. Kamu kan tau untuk masuk grup itu harus single jadilah Mas mengaku pada admin sebagai duda. Seandainya kamu maafin Mas, dan serius dengan hubungan kita, Mas bakal ceraiin istriku lebih cepat dari rencanaku sebelumnya.] [Oya, Mas tf pulsa 100K. Kali kamu perlu] Send. Sayang sebenarnya duit segitu bisa buat makan di warung 2 hari. Tapi ya sudahlah, kalau dia luluh dan menjadi milikku, lebih banyak uang yang aku dapat. Tidak ada balasan. Padahal perempuan yang katanya janda kembang itu sudah membacanya. Huft, gini ternyata rasanya diabaikan. Chat diread doank. Ratih belum pernah mengabaikanku, bahkan saat dia kerja sekali pun. Setelah dipikir, biarlah. Bodo amat! Niatku kan cuma iseng. Toh, perempuan cantik dan bohay bukan hanya Delia saja. *** Sore hari sepulang kerja aku langsung ke rumah. Nongkrong dengan teman-teman di warung atau main futsall bukan hobbyku. Itu hanya menghabiskan uang yang seharusnya bisa disimpan untuk keperluan lain yang lebih penting. Seperti biasa Ratih sudah lebih dulu pulang. Dia tengah sibuk di dapur kecil kami sambil menjaga Denisa. Di atas meja makan sudah ada makanan. Tidak ada tanda-tanda kemarahan. Hanya saja dia tidak lagi menawarkan makan atau minun seperti biasa. "Papa, Papa. Ma, Papa datann." Suara cedal Denisa membuat gaduh saat melihatku. Gadis kecil itu menarik daster ibunya. Ah, andai Denisa adalah Denis, seorang anak laki-laki yang kudamba dan bisa kubanggakan. Banyak hal yang membuatku kecewa pada Ratih. Aku hanya meliriknya sembari masuk ke dalam kamar dan menguncinya. Lapar dan ingin makan, tapi gengsi. Ratih juga harus merasakan kemarahanku, bukan hanya aku kecewa dengan penampilannya dan terus ditahan sejak lama, tapi juga karena lancang berani membuka ponsel suaminya. Siapa sangka, baru merebahkan tubuh di atas ranjang sebuah pesan masuk. Dari Delia. [Mas, maaf lama balas. Lagi meeting tadi. Aku sudah memikirkan semua. Dan akan memberi Mas Rama satu kesempatan lagi. Ayok, kita mulai dari awal] Wanita itu mengatakan ingin memulai lagi dari awal. Seketika aku tertawa kegirangan. Siapa yang bisa menolak pesona Rama? *** "Kalo lo niat nikah buat cari yang bohay dan berduit kenapa gak jadi gigolo aja?! Gue banyak kenal tante-tante yang bisa bayar mahal buat laki setampan lo!" Dika yang notabene teman kerja gue memberi saran. "Anjrit, gila lo! Lo pikir gue cowok murah dan sebejat itu? Gue rajin sholat, Bro." Kuletakkan gelas berisi es teh ke atas meja. "Hilih. PRETT! Lo pikir gue kagak tau lo sholat cuma buat kedok?" Dika menyeringai. Sialan si Dika. Senyum kecut terlukis di bibirnya. "Sholat tapi otak lo mikir yang bohay-bohay, istri lo noh digelonggongin juga bohay. Stress kali, lo marah-marahin terus jadi kurus kering." "Hem?" Ucapan terakhir Dika seketika membuatku berpikir. Benar juga, bukannya tertekan membuat tubuh tidak bisa menyerap nutrisi yang masuk ke perutnya. Kugeleng-gelengkan kepala karena tiba-tiba ada empati untuk istri kurusku itu. Tidak bisa, Rama tidak boleh lemah oleh istrinya. Lagipula aku sudah bilang pada Delia akan memulainya dari awal. "Kenapa lo?" "Kagak." "Gini, Ram. Lo pikirin, deh. Bentar lagi ada pengangkatan manajer baru perusahaan, jangan sampai keputusan cerai lho jadi batu sandungan karena merusak citra lo. Kandidat lain nyaris sempurna." "Emang ada hubungannya?" "Lo gila? Bos kita wanita Bro! Sudah banyak desas-desus dia mempersulit karyawan yang bermasalah dengan rumah tangganya. Gue rasa, dia punya trauma dan melampiaskan ke kita bawahannya. Saran gue jangan pernah lepasin Ratih, terlebih untuk satu tahun ini." Dika bicara sambil  mengunyah makanan di mulutnya. Di saat yang sama, dari kejauhan aku melihat wanita berumur sekitar 30 tahun sedang memarahi seorang staf. Dia lah, Ibu Wenda Direktur Utama perusahaan tempat kami bekerja. Dan staf itu adalah Jono, pria yang baru bercerai bulan lalu. Apa masalah wanita itu? Kenapa dia melampiaskan pada kami? Wah, kenapa aku tidak berpikir sejauh itu. Kalau tidak bisa menceraikan Ratih, lalu bagaimana dengan Delia? Ah, aku tidak mau kehilangan istri sebohay Delia. "Lalu bagaimana dengan calonku? Dia bilang hanya akan memberi satu kesempatan." "Lalu lo sia-siain kesempatan naik jabatan yang udah lo tunggu selama bertahun-tahun?" Kali ini Dika melotot. Betapa serius ia bertanya. Tentu saja aku tidak mau kehilangan kesempatan itu. "Ram, Ram. Lo tu ganteng, tabungan ada. Buat calonmu yang bohay itu klepek-klepek, gue jamin setelah tergila-gila dan gak mau lepasin lo. Doi bakal rela diapain aja, bahkan jadi istri kedua?" "Tergila-gila? Caranya?" "Hamili dia! Bukannya lo bilang dia perempuan yang agresif, dan berani nelp dengan hanya memakai handuk? Dia pasti kagak keberatan lo tiduri sebelum nikah beneran." "Apa?" Benar yang Dika katakan, tapi apa aku juga akan tega pada Delia? Hal yang sama, seperti yang pernah kulakukan pada Ratih dulu. Bersumbang Tks Akak semua, semoga sehat selalu. Dan terhibur dg kisah ini di sela pandemi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD