Old

2254 Words
Hati-hati Typo bertebaran dimana-mana. Happy Reading. Aliya menutupi wajahnya saat dirasa sebuah sinar menyilaukan wajahnya. Dalam hati ia mengutuk orang yang membuka tirai kamarnya. "Bangun pemalas! Ini sudah siang, dan kau masih tidur?" Aliya mengumpat dalam hati saat mendengar suara Jimin yang terdengar di idera pendengaranya. "Kubilang bangun bodoh" Aliya melemparkan bantalnya asal saat mendengar teriakan Jimin. "Apa yang kau lakukan disini b******k?" Tanya Aliya sambil bangkit dari posisi tidurnya dan menatap tajam Jimin. "Aku perlu bantuanmu" Aliya mendengus sinis. "Maaf tapi aku sedang tidak ingin melayanimu saat ini! Kau bisa cari wanita lain" Jimin menatap jengkel kearah Aliya. Apa wanita itu mengira jika ia kemari ingin minta dipuaskan. "Cuci dulu otakmu itu! Siapa bilang jika aku minta dilayani. Aku hanya minta bantuanmu untuk menemaniku kesebuah tempat" Aliya menatap datar kearah Jimin. "Aku sedang malas! Kau cari saja yang lain" cetus Aliya sambil mengambil posisi hendak tidur lagi, tapi suara sialan Jimin kembali menghentikan kegiatannya. "Jika kau menolak permintaanku, aku akan dengan sangat terpaksa menyeretmu. Dan setelahnya kau akan mendapat hukuman dariku. Dan kau pasti tahu hukumanya kan? Sekarang cepat! Jangan banyak alasan karena aku akan menunggumu diruang tengah" Jimin langsung melangkah keluar dari kamar Aliya ia tidak mau bertengkar dengan wanita ini. Mood-nya sedang buruk dan akan berakibat buruk jika perdebatan mereka dilanjutkan. "Sialan" * Disepanjang jalan mereka hanya ada keheningan. Jimin sibuk dengan jalannya dan Aliya sibuk dengan pemandangan luar. Ia malas berbicara pada Jimin. Setelah 30 menit akhirnya mereka sampai ditempat yang dituju Jimin. "Keluar" Aliya menatap aneh kearah Jimin. Untuk apa Jimin membawanya ke Butik. "Kau tuli? Cepat keluar" ucapan kasar Jimin sedikit membuat Aliya sedikit emosi. Dengan keras ia menutup pintu mobil Jimin dan berjalan duluan untuk masuk ke Butik itu. Sapaan ramah mereka dapat saat baru saja memasuki butik itu. "Katakan pada Nida Noona jika aku menunggunya diruang biasa" Ujar Jimin pada salah seorang pegawai butik tersebut. "Saya mengerti Tuan" Jimin langsung menyeret Aliya keruangan yang ia tuju. "Duduklah!" Aliya hanya menatap datar Jimin dan berjalan pada sebuah sofa yang ada diruangan itu. "Jim" mereka menoleh saat mendengar suara seorang wanita. "Kau datang" Aliya menatap datar kearah Wanita yang saat ini tengah memeluk Jimin. "Aku perlu bantuanmu Noona" Nida mengangguk sambil melirik Aliya. "Kali ini kemana?" Tanya Nida menatap Jimin. "Hanya urusan pribadi. Bisakah Noona langsung saja. Kami sudah terlambat" Nida mengangguk lalu. Berjalan kearah Aliya. "Kajja Nona. Kau ada urusan dengan ku saat ini" Aliya bingung saat Nida menariknya keluar dari ruangan itu. "Tunggu 30 menit lagi" Jimin mengangguk mengerti. * Seperti janji Nida 30 menit setelahnya ia sudah selesai dengan urusanya. Aliya tampak sempurna dengan balutan Gaun Sifon pendek warna Peach. Rambut sepunggung yang urai dengan Poni yang menutupi jidatnya. Dan riasan tipis yang menambah kesan sempurna padanya. "Pakailah!" Ujar Nida sambil menyerahkan sepatu Heels dengn tinggi 7 cm kearah Aliya. "Gumawo Eonni" Nida-lah yang meminta Aliya untuk memanggilnya Eonni. Dan tadi juga Nida memberitahunya jika Nida adalah kakak ipar Jimin. "Tas pendek atau tas tangan?" Tanya Nida sambil menunjukkan tas dengan warna yang sama pada Aliya. "Tangan saja Eonni" Nida mengangguk lalu menyerahkan tas tangan pada Aliya. "Kajja kita keluar. Jimin sudah menunggumu" Aliya mengangguk dan berjalan mengekori Nida. * "Jangan sampai dia terluka" Jimin mengangguk dan memgucapkan terima kasih pada Nida lalu berjalan meninggalkan butik itu. "Pastikan jika kau tidak membuatku malu" Ucapan dingin Jimin membuat Aliya tersinggung. "Jika kau tidak mau kubuat malu. Lebih baik jangan ajak aku. Aku juga tidak berminat dengan acara sialan mu itu" Jimin mengepalkan tangannya kuat. "Bisakah mulutmu diam?" Geram Jimin sambil mengaktifkan kemudi otomatisnya. "Kau memintaku diam? Mulutmu lah yang harusnya diam! Kau tidak sadar jika dari tadi mulutmu itu terus berbicara kasar?" Aliya mulai tersulut emosi. Jimin sudah menguji kesabarannya dari tadi pagi dan sampai saat ini ia masih mencoba menahan amarahnya tapi pria itu seolah tidak sadar dengan apa yang Aliya tahan. "Aku tidak mau ikut! Turunkan aku sekarang" Aliya mulai membuka pintu mobilnya. Tentu saja tidak bisa karena Jimin sudah lebih dulu menguncinya. "b******k! ku bilang buka" Jimin langsung menarik Aliya kepelukanya dan mencium Aliya dengan bruntal. Aliya semakin tersulut emosi karena perlakuan kasar Jimin dengan keras ia memukul punggung Jimin. Ia tidak peduli jika punggung Jimin sakit akibat pukulannya. Jimin tidak memperdulikan pukulan Aliya. Ia terus melumat kasar bibir Aliya. Ia perlu menghentikan umpatan Aliya. Kupingnya sudah panas dari tadi dan akan lebih panas jika terus mendengar umpatan Aliya. "Diamlah! Aku sedang dalam Mood yang buruk. Kosa kataku akan sangat kasar jika kau terus memancingya" ujar Jimin sambil melepaskan Aliya dan mengambil alih kemudinya. "b******n tengik" umpat Aliya sambil mengusap bibirnya yang baru saja dicium kasar oleh Jimin. * Aliya menatap tajam Jimin yang tengah merangkul pinggangnya dengan mesra. Ia benci saat Jimin menyentuhnya didepan umum. Apalagi mereka saat ini tengah jadi pusat perhatian di Hotel yang akan dijadikan tempat pesta yang Aliya sendiri tidak tahu penyelenggaranya. "Kali ini aku sangat membutuhkan mulut tajammu itu. Kau bebas menjawab semua pertanyaan yang akan ditanyakan padamu! Aku tidak akan melarangmu. Dan kau kuberi kebebasan penuh disini! Tapi jangan harap kau bisa jauh dariku. Pinggangmu ini hanya akan ada dalam pelukanku selama pesta ini! Kau faham?" Bisik Jimin tepat ditelinga Aliya. "Kajja" * Jimin tersenyum puas saat melihat seorang wanita yang mati gaya didepan Aliya. Dalam hati Jimin berterima kasih pada Namjoon karena sudah memberinya saran untuk mengajak Aliya kepesta ini. Mulut Aliya benar-benar bekerja dengan baik disini. Tak salah jika julukan mulut pisau disematkan Jimin pada Aliya. "Dimana kau bertemu dia Jim? Mulutnya seperti seoarang yang tidak pernah disekolahkan!" Aliya tersenyum sinis saat mendengar ucapan sinis dari wanita yang bahkan ia sendiri tidak tahu namanya. "Kukira kau perlu mengaca lagi Nona. Mulutmu lah yang perlu disekolahkan! Jika dilihat dari Namsan Tower pun orang akan tahu jika kau adalah orang terhormat tapi kelakuan mu ini tidak mencerminkan itu. Kau bahkan lebih buruk dari para pengemis yang ada dijalan. Setidaknya mereka menggunakan mulutnya dengan baik tidak sepertimu yang hanya main ucap tanpa berfikir" wanita ini mengepalkan tangan kuat saat mendengar Aliya membandingkannya dengan pengemis. "Kurasa aku mulai bosan. Aku pulang dulu! Banyak yang harus kukerjakan! Aku pergi" Jimin langsung menarik Aliya menjauh. Ia tidak mau jika sampai Aliya main fisik disini. Ia kira sudah cukup untuk Aliya menunjukkan bakat mulut pedasnya. "Wanita sial itu membuatku kehilangan kesabaran" ujar Aliya. "Itulah gunanya aku mengajakmu kesini. Aku tidak mungkin menghadapi wanita dengan sifat seperti itu sendiri" cetus Jimin. "Hidupmu dipenuhi dengan banyak wanita sial. Tidak itu wanita tadi dan tidak juga Mina. Kurasa nasibmu cukup sial soal urusan wanita" cetus Aliya tanpa rasa sungkan sedikitpun. "Bisakah kau berhenti? Tugas mulut pedasmu itu sudah selesai" ujar Jimin kesal. "Tak ada hubunganya kikura" ujar Aliya cuek. "Tentu saja ada! Dengan menyebut nama Mina kau membuat Mood-ku bertambah buruk" Aliya menghentikan langkahnya. Ia menatap Jimin, jika dilihat pria ini terlihat marah. "Kau begitu membenci Mina! Apa dia melakukan kesalahan yang fatal, sampai kau begitu membencinya?" Tanya Aliya. "Kau tidak perlu tahu alasanku! Yang perlu kau ingat adalah jangan pernah menyebut nama Mina dihadapanku. Karena itu akan berakibat sangat fatal" balas Jimin serius. Dan itu membuat Aliya tersenyum tipis. "Wae? Apa dia melakukan kesalahan padamu? Apa dia terus merecoki hidupmu? Mengatur apa yang harus kau lakukan? Bersikap tidak wajar? Seenaknya, arogan, manja? Merebut Kebasanmu? Menghancurkan hubungan mu dengan kelasihmu? Atau membuat kekasih meninggalkanmu? Atau yang lebih buruk dari itu! Apa dia membuat kekasihmu mati?" Aliya langsung melepaskan tangan Jimin dari pinggangnya. Aliya tidak sadar jika Jimin masih berdiri mematung ditempat! Sepertinya ada salah satu ucapan Aliya yang benar-benar terjadi. * Jimin menatap datar pada hingar bingar kota Seoul yang terlihat ramai malam ini. Mulutnya tampak sibuk menghisap patung rokok, dan salah satu tangannya tengah memegang botol Soju. "Kau mencemari udara Apartement-ku bodoh" umpat Aliya sambil melempar kemeja kearah Jimin. Pria itu hanya mengenakan celana dan tidak mengenakan baju. Dan Aliya sendiri hanya mengenakan terusan tipis yang biasanya digunakannya untuk tidur. Ia malas berpakaian setelah Jimin kembali menjamah tubuhnya tadi Sore. "Bisakah mulutmu diam? Kepala ku akan semakin pusing jika mendengar ocehan sialanmu itu" Aliya mengeram. "Kau bisa cari tempat lain untuk merokok. Aku benci pada bau asap rokok. Itu mengingatkan ku pada seseorang yang paling aku benci didunia ini" Jimin menatap Aliya yang tengah menahan amarahnya. Pandangan Aliya menatap tajam pada rokok yang ada ditanganya. Sangat terlihat jelas jika wanita itu sangat tidak suka pada rokok yang ia hisap. "Kau puas?" Tanya Jimin sambil membuang rokoknya yang masih sisa setengah. "Pulanglah! Aku bosan terus melihatmu dari tadi pagi" Jimin mengeram. Wanita itu berani mengusirnya?. "Kau mengusirku?" Aliya mengangguk tegas. "Sudah ku bilang aku muak melihatmu disini! Apa kau tidak punya rumah untuk kau tinggali? Kurasa rumah orang tuamu jauh lebih besar dari Apartement ini" Jimin mengepalkan tanganya kuat. Wanita itu dengan berani mengungkapkan ketidak senangan terhadap kehadiranya disini. Bukanya pergi Jimin justru berjalan cepat kearah Aliya. Hanya dengan satu tarikan ia berhasil membawa wanita itu kepelukanya. "Sudah kubilang jika kau harus hati-hati dengan ucapanmu padaku. Tapi sepertinya kau tidak memperdulikanya" ujarnya sambil menatap tajam manik coklat keabu-abuan Aliya. "Srekkkk....." dengan mudah Jimin merobek terusan Aliya. "Apa yang kau lakukan?" Teriak Aliya saat Jimin merobek pakaiannya. "Kau yang memaksaku melakukan ini" tegas Jimin sambil mencium Aliya dengan bruntal. Aliya tentu saja kewalahan menghadapi kecepatan ciuman Jimin. Ia mencoba menghentikan Jimin tapi akan dirasa percuma. Toh pria itu juga tidak akan menggubrisnya sama sekali. "Ugh...." lenguhan Aliya lolos saat Jimin meremas dadanya dengan kuat. Ia tidak memakai apapun selain terusan tadi. Dan itu pun sudah dirobek oleh Jimin. Dan saat ini ia tengah telanjang. "Yeah...." desahan Aliya terdengar keras saat Jimin memasukan jari panjangnya kedalam kewanitaan Aliya. Seperti biasa, basah, hangat dan nikmat. Itulah yang selalu dirasakan Jimin. Bahkan ia tidak peduli pada posisi mereka saat ini yang tengah berada di balkon. "Breng...shekk....inihh...dih...balkonn...hah" Ujar Aliya mengingatkan tidak lupa dengan desahannya. Menyadari itu, Jimin langsung menggendong Aliya untuk menuju kamar. Ia tidak mau jika aktifitas mereka dilihat oleh orang lain. * Flasback. "Jadilah kekasihku" pinta Jimin pada gadis dengan wajah bulat yang ada didepanya. "Oppa menyukaiku?" Jimin mengangguk semangat. "Tapi kita berbeda" ujarnya lirih. "Gwenchanayo! Aku tidak perduli akan hal itu. Yang kuinginkan hanya bersamamu. Kau mau kan?" Gadis itu tampak berfikir dan beberapa detik gadis itu menggangguk dan membuat kunciran kudanya ikut bergerak. Jimin yang melihat itu tersenyum dan segera memeluk Yeojachinggu barunya. "Saranghae" gumamnya sambil mencium Yeoja itu. "Nado saranghae Oppa" Flasback end * Aliya menatap Mina dengan pandangan membunuh. Ia benci saat wanita Jung itu menunjukkan wajahnya dihadapanya. "Aku tidak punya urusan denganmu! Lebih baik kau pergi dari sini" Cetus Aliya dingin. "Berapa bayaran yang kau terima dari hasil mengahangatkan ranjang tunanganku?" Senyum sinis terukir dari bibir Aliya. Akhirnya Mina tahu jika ia sudah berbagi ranjang dengan Jimin. "Ini sedikit lama dari perkiraanku! Kukira kau akan langsung tahu saat kami baru pertama kali berbagi ranjang! Tapi dugaanku ternyata salah" cetus Aliya santai. "Jalang tidak tahu diri" bukanya marah Aliya justru tertawa keras saat mendengar hinaan Mina. Bahkan sudut matanya tampak berair. "Kau membuatku ingin tertawa. Hinaan-mu itu tidak mempan padaku. Justru aku kasihan padamu! Bukankah Jimin tidak pernah menganggapmu sebagai tunangannya? Dia juga tidak suka padamu? Dan yang lebih parah lagi dia begitu benci saat melihat wajahmu. Itu membuatku sangat bahagia. Setidaknya walaupun harus menjadi jalang, aku punya sedikit rasa bahagia karena bisa membuat orang yang kau cintai berbagi ranjang denganku. Kau pasti sakit hati dengan itu iya kan? Dan yang harus kau tahu lagi, Jimin hanya akan menyentuh ku seorang saat aku menyanggupi keinginanya untuk menjadi jalangnya. Dia hanya menyentuhku dan bukan orang lain! Tidakkah hubungan kami terlihat seperti pasangan suami-istri. Bahkan dia juga menanggung semua kebutuhanku. Bukankah itu sempurna? Kali ini kau kalah telak Nona Jung, dan aku sangat menikmati kekalahanmu itu" Aliya memberikan senyum sinis pada Mina. Setelahnya ia berjalan menjauh dari wanita itu. Setidaknya ia sudah bisa mengolok-olok Mina untuk hari ini. Mina mengepalkan tangannya kuat. Aliya berhasil menemukan kelemahanya. Dan ia benci akan fakta itu. "Kau akan menyesal karena mengusik kehidupan ku Aliya, kau akan sangat menyesal karena itu" * Aliya tersenyum setelah menghubungi Gyuri. Kakaknya memberi kabar jika dia baik-baik saja. Dan dia juga menikmati pekerjaan barunya. Walaupun harus terpisah jarak tapi setidaknya kakaknya tidak tahu dengan apa yang ia lakukan. "Oppa...aku mau itu" Aliya menoleh saat mendengar teriakan anak kecil. Dapat ia lihat jika seorang gadis kecil tengah merengek pada kakaknya. "Ji kau sudah makan banyak tadi! nanti kau bisa sakit jika terus makan itu" bocah perempuan itu menggeleng keras saat mendengar ucapan kakaknya. "Aku tetap mau itu" kekehnya. "Tapi nanti jika kau sakit bagaimana? Eomma akan marah pada Oppa, Kim Hyung pasti tidak akan memberikan mainan pada Oppa lagi, dan Appa pasti akan menghukum kita" "Appa akan menghukum kita" Aliya mengerjapkan cepat matanya saat sebuah ucapan aneh terdengar ditelinganya. Dengan gelisah ia menatap sekeliling dan ia tidak menemukan apapun. Keringat dingin mulai membanjiri wajahnya. Kenapa ia menjadi gugup dan takut sekarang. Matanya kembali menatap kearah dua bocah tadi. Dan Aliya semakin gugup dan takut saat tidak menemukan keberadaan kedua bocah itu lagi. "Apa yang terjadi padaku?" Lirihnya sambil memegang dadanya yang terasa sangat sesak. "Eomma, Appa ada apa ini" ucapan Aliya semakin terdengar lirih. Kepala Aliya terasa berputar-putar. Dadanya juga sesak, nafasnya terdengar memburu tubuhnya sakit semua entah apa yang menimpanya kali ini. "Aku tidak lemah" ujarnya dengan suara parau. "Aku bukan wanita lemah" tegasnya yang mulai bangkit dari posisi duduknya. Ia tidak bisa terus disini ia. Ini bukan tempatnya. "Nanti jika yang lain marah aku yang akan membujuknya. Oppa tenang saja ne, itu jadi urusan Ji" suara itu kembali terdengar dan semakin lembut. T.b.c
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD