Berbeda

1066 Words
“Baby, apa yang kamu lakukan ..?!” Suara seorang wanita melengking di ruangan kerja Juna, membuatnya terbangun karena terkejut. Dia mengerjap-ngerjapkan mata dan langsung duduk. Di hadapannya sudah berdiri sesosok wanita berpakaian minim yang seksi menampilkan lekuk tubuh yang molek. Lalu kemudian, Juna melihat ke sampingnya di mana Anjani masih tertidur pulas. Wajah gadis tersebut terlihat damai dan sudah tidak pucat lagi, suhu tubuhnya pun sudah kembali normal. “Baby, mengapa kamu diam. Jawab aku!” Sekali lagi wanita tersebut berteriak melengking. Juna bergegas bangkit dan menghampirinya. Matanya memerah karena baru bangun tidur dan juga sedang diliputi amarah yang tiba-tiba menguasai dirinya. “Andin! Berani sekali kamu memasuki ruangan kerjaku! Siapa yang mengizinkanmu masuk ke sini, hah?!” Juna sangat murka. “Baby, aku kemari atas kemauanku sendiri. Because I miss you so much. Aku sangat merindukan sentuhanmu. Aku sangat rindu permainanmu yang nikmat di atas ranjang.” Tangan wanita yang bernama Andin itu, kini bergerilya di d**a Juna yang berbulu, lalu bibirnya yang berwarna merah menyala mengecupnya. Juna mundur menjauhkan diri dari Andin. Wajahnya nampak semakin murka. “Jaga batasanmu, Andin! Jangan berani-berani kamu menyentuhku!” “Baby, ada apa denganmu? Mengapa tiba-tiba kamu menolak sentuhanku? Bukankah biasanya kamu yang selalu memintaku untuk melakukan sentuhan di tubuhmu agar membangkitkan gairah bercintamu? Hmm ….” “Jika aku tidak menitahmu, maka jangan kamu melakukannya. Mengerti! Lebih baik kamu pergi dan jangan menggangguku!” Anjani yang sedang terlelap seketika terbangun karena mendengar suara bising. Matanya terbuka dan langsung disuguhkan dengan pemandangan di hadapannya, yaitu Juna dan Andin yang sedang bertengkar. Dia mencoba mengingat kembali apa yang telah terjadi pada dirinya. Perlahan kakinya turun dari sofa. Dia berusaha bangkit meski dengan tubuh yang sangat lemah. Kini dia berdiri sambil menunduk, tak berani menatap ke arah Juna maupun Andin. Ekor mata Andin yang sejak tadi memperhatikan Anjani, kini menatapnya dengan tajam. Dia melangkah mendekatinya. “Oh, jadi gara-gara gadis kampung dan gembel ini sikap kamu jadi berubah?” “Sekarang selera bercintamu turun seratus delapan puluh derajat, Baby. Sekarang kamu lebih menyukai tipe wanita gembel, kampungan, dan jelek seperti dia!” Andin menunjuk Anjani, tetapi pandangannya tertuju pada Juna. Juna terdiam, dia bingung akan berkata apa, sebab apa yang Andin katakan itu semuanya benar jika sekarang selera bercintanya sudah berubah. Dia sudah tidak pernah lagi bercinta dengan para wanita panggilan yang memiliki tubuh seksi-seksi bak model. Benar-benar berbanding terbalik dengan tubuh Anjani yang terkesan mungil. Sementara Anjani semakin menundukkan wajah. Ucapan demi ucapan yang Andin lontarkan untuknya terasa menyakitkan. Namun, dia tak berani untuk membela diri. Dia hanya bisa pasrah dan sabar. Juna menatap Anjani, lalu beralih menatap Andin. “Kalian berdua … keluar!” Andin terperanjat, lalu dia bergelayut manja di lengan Juna. “Baby, mengapa kamu mengusirku? Seharusnya hanya gadis kampung ini saja yang kamu usir.” Gigi Juna gemeretak. Dia menepis kasar tangan Andin. “Aku bilang … keluar! Atau kamu mau aku seret, hah!” “Permisi, Pak.” Anjani bergegas keluar. “Siapa yang menyuruhmu keluar?!” Juna menatap tajam. “T-tadi … B-bapak … me-nyuruh sa-ya ke-luar.” “Kamu berani melawanku!” Anjani menggeleng. Sungguh dia merasa sangat kebingungan menghadapi sikap Juna yang selalu berubah-ubah dalam sekejap, yang selalu membuatnya serba salah. “Andin, keluar! Atau aku seret!” Juna menatap Andin dengan tatapan membunuh. “I-iya, Baby. A-aku keluar.” Tanpa berpikir dua kali, akhirnya Andin pun bergegas keluar. Setelah Andin keluar, Juna menutup pintu, lalu menguncinya. Dia tidak mau kecolongan lagi jika ada yang berani memasuki ruang kerjanya tanpa seizinnya. Anjani semakin ketakutan melihat kemarahan yang terpancar di wajah tampan tersebut. Dia beringsut mundur hingga punggungnya membentur tembok. Juna merapatkan tubuhnya pada tubuh mungil itu. “Aku tadi menyuruhmu kemari agar kamu melayaniku. Tetapi kamu malah enak-enakan tidur. Sekarang, kamu puaskan aku!” Secepat kilat Juna menyergap bibir Anjani yang selalu membuatnya ketagihan. Dia melumatnya dengan penuh gairah. Tangannya pun tak tinggal diam, meremas dan memilin seluruh tubuh Anjani. Entah mengapa, kali ini Anjani begitu menikmati setiap sentuhan yang Juna berikan. Dia tidak lagi memberontak seperti biasanya, tapi dia justru memejamkan mata seolah begitu menikmati. Juna tertegun. Dia melepaskan tautan bibirnya sambil menatap wajah Anjani yang masih memejamkan mata. Sungguh dia sangat merasa aneh dengan sikap gadis tersebut. Namun, sesaat kemudian dia kembali melanjutkan aktivitasnya, karena dia justru merasa sangat senang melihat perubahan pada diri Anjani. “Oouuuhhhh ….” Suara lenguhan pun tanpa sadar keluar dari mulut Anjani. Juna semakin b*******h dibuatnya, dan semakin gencar menghujani ciuman yang bertubi-tubi di seluruh tubuh mungil itu. Untuk kali ini, Juna melakukan percintaan panas mereka dengan posisi berdiri. Suara desahan dan lenguhan yang keluar dari mulut Anjani semakin membuatnya bersemangat. Hingga mereka melakukannya berulang kali. Dan selama itu pula Anjani selalu mengeluarkan suara yang terdengar seksi di telinganya. Mereka berdua bermandikan peluh yang membanjiri tubuh. Keesokan harinya, waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB. Namun, Anjani masih bergelung dalam selimut. Dia terlihat bermalas-malasan dan enggan untuk bangun. Matanya masih tertutup rapat. Tubuhnya terasa remuk dan sakit akibat aktivitas bercintanya kemarin dengan Juna. Masih terpampang nyata dalam ingatannya, bagaimana dirinya begitu menikmati sentuhan Juna dan percintaan panas mereka. Anjani sendiri merasa sangat heran pada dirinya sendiri, mengapa kemarin dia seperti itu. Dia merasa malu sendiri setiap mengingatnya. ‘Apa yang terjadi padaku, mengapa kemarin aku tidak ada penolakan sama sekali terhadap Pak Juna. Tidak seperti biasanya aku seperti ini. Ya Tuhan, tolong ampuni aku.’ Air mata jatuh berlinang membasahi pipinya. Dia benar-benar menyesali perbuatannya yang seperti w************n itu. “Ah … sudah jam 07.00. Tapi aku sangat malas untuk berangkat bekerja. Badanku benar-benar sedang tidak enak. Kalau aku berangkat bekerja, Pak Juna pasti akan melakukannya lagi padaku,” gumamnya, “lebih baik aku tidak usah masuk untuk hari ini saja. Aku ingin istirahat total, ingin tidur seharian.” Anjani pun kembali melanjutkan tidurnya. Hingga tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 WIB. Hari itu dia benar-benar menghabiskan waktu dengan tidur. Sementara itu di MA Company, Juna terlihat uring-uringan sejak pagi hingga sore hari. Dia sangat marah besar ketika mengetahui Anjani yang tidak masuk bekerja. Sejak pagi dia tidak makan karena tidak nafsu karena yang dia inginkan hanyalah tubuh Anjani. Berulang kali dia menghubungi Anjani melalui ponsel, tetapi tidak aktif. “Ah, s**t! Mengapa Jani tidak masuk bekerja hari ini. b******k! Aku tidak bisa melakukan apa-apa jika begini. Makan pun aku belum karena hanya mengharapkan dia. Ponselnya pun tidak aktif. Ah, sialan!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD