***
Ferix memalingkan wajahnya dengan cepat ketika matanya tidak sengaja turun ke bawah. Ia menarik selimut yang tadinya terlipat rapi di atas tempat tidur. “Tutupi tubuhmu!” bentaknya.
Keterkejutan masih menyelubungi Ferix meskipun sudah beberapa menit berlalu sejak transformasi yang putri Seina lakukan. Lelaki yang tidak mempercayai sesuatu di luar nalarnya itu tampak kembali memandang tajam ke arah putri Seina setelah memastikan tidak ada lagi yang dapat matanya lihat pada tubuh gadis itu.
Ferix meminta penjelasan tanpa mengatakannya. Namun, sang putri tidak mengerti kode yang Ferix berikan. Sehingga, membuat keduanya terdiam tanpa suara. Putri Seina mendekati Ferix dengan tingkah berkuasanya. Ia membalas setiap tatapan tajam yang Ferix berikan. Putri Seina bermaksud untuk menyentuh tangan Ferix, tetapi dengan sangat tegas lelaki itu menepisnya. Bahkan Ferix tak segan menambah ketajaman tatapan matanya.
Sungguh, ada kengerian dalam tatapan tajam yang Ferix berikan kepada kucing putih yang tiba-tiba saja berubah menjadi manusia itu. Hanya ada satu kesimpulan dalam kepala Ferix saat ini, bahwa gadis di depannya adalah siluman kucing hasil persugihan. Si gadis dikutuk hingga menjadi kucing putih yang manis.
Ferix menggeleng tegas. Tidak! Kucing di depannnya ini tampak sangat mengerikan, dia bukan seekor kucing yang manis seperti sebelumnya di mata Ferix.
“Jangan mendekat!” ujar Ferix karena Seina masih saja mencoba mendekatinya. Bagaimana mungkin Ferix tiba-tiba saja merasa terintimidasi hanya karena gadis di depannya? Ferix merasa ada yang salah setiap satu langkah yang putri Seina lakukan untuk mendekatinya.
“Kubilang jangan mendekat! Diam di tempat!” ujar Ferix dengan kesal.
Buru-buru lelaki itu berlari ke arah lemari besar miliknya. Ia membukanya lalu memilih salah satu sweater rajut berwarna abu yang pasti akan tampak kebesaran bila dikenakan oleh gadis yang mengaku bernama Adelti Derinda Seina itu. Ferix melemparnya dengan kasar lalu berkata, “Cepat pakai!” Setelah itu ia meninggalkan kamarnya begitu saja. Meninggalkan Putri Adelti Derinda Seina yang tidak tahu cara mengenakan sweater rajutnya.
Potongan kain yang Ferix berikan benar-benar berbeda dengan apa yang selama ini putri Seina kenakan. Lagi pula selama ini dirinya tak pernah melakukan pekerjaan seperti mengenakan pakaian. Semua pelayan yang membantunya.
“Ini semua gara-gara aku yang berubah berkali-kali, pakaian bangsawanku menghilang secara perlahan. Entah karena tempat ini bukan tanah kekuasaanku atau karena pakaian itu memang tak layak lagi untuk kukenakan,”
Putri Seina mengangguk singkat. Ia menebak kenapa kali ini dirinya berubah tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Terakhir kali adalah saat ia tidak sengaja terjatuh ke jurang setelah mengejar mobil Ferix Dua hari yang lalu.
Setelah sempat menggoda lelaki itu di tempat biasa dengan wujud kucingnya, putri Seina mengejar Ferix dengan wujud manusianya. Waktu itu pakaian yang dia kenakan masih sedikit utuh. Namun, sejak terjatuh ke jurang dan berubah wujud menjadi seekor kucing dengan luka menganga di bahunya hingga kembali menjadi manusia seperti ini, putri Seina kehilangan pakaian bangsawannya.
“Lalu bagaimana caraku mengenakan kain ini?” Beruntung putri Seina bisa menggunakan bahasa yang sama dengan yang Ferix gunakan. Jika tidak, ia pasti memiliki masalah saat berkomunikasi dengan lelaki yang sudah ia klaim sebagai pasangannya itu.
Putri Seina tersenyum licik. Ia bisa menggunakan kekuatannya untuk memakaikan kain ini ke tubuhnya. Sang putri pun memejamkan mata setelah membiarkan selimut terlepas dari tubuhnya. Ia berkonsentarsi untuk mengumpulkan kekuatan. Namun, dari kekuatan yang paling rendah hingga tinggi pun Seina tidak bisa melakukannya. Kekuatan itu tiba-tiba saja menghilang darinya.
“Apa yang terjadi?” tanya sang putri tidak percaya. Matanya sudah kembali terbuka lebar lantaran terkejut karena tidak bisa menggunakan kekuatannya. Padahal, dengan kekuatan ia bisa dengan mudah mengenakan pakaian yang Ferix berikan.
“Kenapa aku tidak bisa menggunakan kekukatanku? Luka di bahuku sungguh bukan apa-apa, tetapi kenapa aku kehilangan kekuatanku? Ke mana perginya mereka?” tanya Seina bertubi-tubi.
Untuk pertama kalinya selama hidup di dunia, Seina tidak bisa menggunakan kekuatannya. Apa yang mempengaruhi kekuatannya hingga seperti ini.
“Astaga!” pekikan sesorang membuat Seina menolehkan kepalanya. “Apa yang kau lakukan? Kenapa kau belum mengenakan sweater yang kuberikan, huh?” bentak Ferix yang masih memalingkan wajahnya.
Ferix menelan ludahnya dengan susah payah karena pikiran kotornya telah berpetualang ke mana. Ini sungguh liar. Di saat semuanya penuh tanda tanya, Ferix masih sempat-sempatnya memikirkan apa yang dimiliki Seina. Betapa menyenangkannya bila ia menolehkan kepala. Namun, Ferix tidak sudi melakukan itu dan menikmati apa yang tubuh siluman kucing tawarkan.
“Kenakan pakaian yang aku berikan!” ujarnya tanpa menoleh sedikitpun.
Dengan sangat pelan dan anggun putri Seina mengambil selimut yang tadi sengaja ia jatuhkan ke lantai. Sang putri yang berasal dari klan kucing itu menutupi kembali tubuhnya, lalu mendekati Ferix tanpa melaksanakan perintah lelaki itu.
“Maafkan aku, tetapi aku tidak tahu cara mengenakannya,” ucap putri Seina kepada Ferix yang masih enggan menolehkan kepala.
Meskipun masih merasakan keanehan akibat kucing putihnya yang tiba-tiba saja berubah menjadi manusia, Ferix tentu harus menolong Seina agar tubuhnya yang polos segera tertutup sweater. Ferix tidak bisa membiarkan gadis jadi-jadian itu berkeliaran tanpa busana. Ia akan mengintrogasi siluman kucing itu setelah ini.
“Di mana sweater yang kuberikan?” tanya Ferix dengan ketus. Mimpi apa dirinya hingga bertemu siluman kucing yang sayangnya tampak cantik jelita ini. Belum apa-apa saja Ferix merasa tertarik padanya. Tck. Kehidupan Ferix yang hanya seputar kerja dan wanita benar membuatnya terpengaruh hanya karena melihat kecantikan alami putri Adelti Derinda Seina.
Mata Seina berkedip lucu. “Maksudmu pakaian itu?” tanyanya sambil menunjuk sweater abu yang teronggok begitu saja di atas tempat tidur Ferix.
Tanpa menjawab pertanyaan Seina, Ferix berlari meraih sweater abu tersebut. Lalu kembali ke hadapan Seina. Biasanya, akan dengan mudah bagi Ferix untuk melepas pasangan one night standnya, tetapi kali ini Ferix benar-benar kesulitan untuk memasangkan sweater ke tubuh Seina.
Kulit sang putri yang tampak seputih s**u membuat Ferix tak kuasa menahan hasratnya. Lelaki itu berkali-kali menelan ludahnya dengan susah payah akibat menolak keinginan untuk segera menyentuh bahu Seina yang terekpos. Belum lagi gunung kembar di depannya, sungguh menggugah selera. Demi apa semua pemandangan itu membuat Ferix berusaha keras untuk menahan tangannya agar tidak bermain seperti biasa.
Ferix mengalihkan tatapannya menuju wajah Seina. Baru Ferix sadari, mata Seina yang berwarna biru memastikan bahwa ia benar-benar jelmaan kucing putih beberapa menit yang lalu. Dalam wujud kucing putih saja ia berhasil menyihir seorang Ferix, apalagi ketika berubah menjadi manusia. Ferix benar-benar terpesona. Andai Seina bukan siluman kucing, mungkin Derix dengan senang hati membuang sweater di tangannya ini dan membawa Seina ke tempat tidur empuknya.
Sialan! Ferix menggeleng keras. Ia membuang jauh-jauh pikiran m***m itu. “Berputar!” ujarnya.
Sekali lagi Seina mengrjapkan matanya. Selama ini pelayannya yang berpindah saat sedang membantunya mengenakan pakaian, tetapi sekarang Ferix yang memerintahnya sesuka hati. Seina juga tidak mengerti kenapa Ferix memintanya untuk berputar. Bukankah hanya memakaikan benda yang bernama sweater itu saja?
Namun, karena Seina tak ingin membuat lelaki di depannya ini semakin kesal, dengan wajah yang masih sama bingungnya, Seina pun berputar. Berkali-kali.
Melihat itu, Ferix menganga tak percaya. Matanya membola karena kelakuan Seina. Bukan berputar berkali-kali seperti ini yang Ferix maksudkan, tetapi berbalik. Biarkan punggung Seina saja berada di depan matanya agar ia bisa membantu gadis itu mengenakan sweaternya.
Astaga! Ferix ingin tertawa, tetapi ia menahannya. “Cukup!” ujarnya menghentikan pergerakan Seina. Sang putri tampak sempoyongan. Matanya berkunang akibat berputar terlalu lama.
“Ouuu ouuu … kau tidak apa-apa?” Ferix menahan bahu Seina yang merasa pusing dan ingin terjatuh.
Seina pun melirik Ferix. Mata mereka bertemu beberapa detik. Seina menggeleng pelan sebelum kembali berdiri tegak. “Bantu aku mengenakan benda ini,” pintanya pada Ferix sambil menunjuk sweater abu-abu yang berada di dalam genggaman tangan lelaki itu.
Ferix segera melepaskan pegangannya pada bahu Seina. Buru-buru ia membalik tubuh Seina lalu membantu gadis itu mengenakan sweater abu-abu miliknya. Seperti dugaan Ferix, sweater itu sangat cocok untuk Seina. Jika ia yang sedang mengenakannya hanya akan sebatas pinggang, tetapi ketika Seina yang memakainya, batas sweater itu tepat di atas lututnya.
“Bagus! Kau lebih tampak manusiawi mengenakan pakaian ini. Sekarang kau harus menjawab semua pertanyaanku wahai siluman kucing!” ujar Ferix sambil bersedekap. Ia tidak merasa takut lagi. Mana mungkin jelmaan kucing putih di depannya ini memiliki kesaktian? Mengingat mengenakan baju saja Seina tidak bisa.
“Apa kau baru saja mengatakan sedang penasaran denganku?”
Perlukah Ferix menjawab itu? Tck. Dirinya sudah tidak sabar ingin mendengar pengakuan Seina. Bagaimana bisa dia tiba-tiba saja berubah menjadi seorang gadis cantik jelita? Mungkinkan tebakan Ferix benar mengenai Seina yang dikutuk akibat melakukan pesugihan? Jika benar, maka Ferix akan dengan senang hati membuang gadis itu ke hutan.
“Ikuti aku!” perintah Ferix tanpa menjawab pertanyaan Seina. Ia melangkah pergi menuju ruang tamu. Walau bagaimanapun juga dirinya harus tahu asal usul si kucing betina ini.
Ferix tersenyum sinis mengingat jenis kelamin si kucing. Pantas saja hari itu si kucing menggeram marah hingga mencakarnya hanya karena Ferix ingin memeriksa jenis kelaminya. Ternyata kucing tersebut benar-benar jelmaan. Dia pasti malu ketika Ferix bermaksud melihat miliknya. Ferix menggelengkan kepala. Ia mengenyahkan segala pikiran m***m itu dari benaknya.
“Duduk!” perintah Ferix sekali lagi. Tanpa banyak protes, Seina pun mendudukan dirinya di kursi ruang tamu. Layaknya seorang putri, dengan anggun Seina duduk pada tempatnya.
Dengan sabar sang putri menunggu Ferix bicara. Ia tersenyum lembut setiap kali Ferix menatapnya dengan tatapan yang tidak percaya. Sedikitpun Seina tidak takut pada Ferix yang selalu mencoba mengintimidasinya karena Seina merasa sudah mengenal Ferix selama beberapa hari ini. Lelaki itu memiliki hati yang baik dalam penilaiannya.
“Kau tahu siapa aku?” tanya Ferix memulai percakapan mereka.
Seina mengangguk pasti. “Ferix Taurus Diego,” jawabnya.
.
.
To be continued.
Jangan lupa tap LOVE ya dear. Terima kasih :-)