***
Cahaya lampu Kota yang berkelip terlihat indah dalam pandangan mata seorang lelaki yang sedang berada di lantai Dua Puluh Lima di kantor tempatnya bekerja. Lelaki perfeksionis yang bertangan dingin itu dikenal dengan nama Ferix Taurus Diego. Dilihat dari bayangannya, Ferix tampak gagah dan memiliki rahang yang tegas. Ia seorang pengusaha yang tidak mengenal kata kasihan.
Ferix memegang gelas kaca di tangannya. Gelas itu berisi cairan vodka yang memabukan, tetapi seorang Ferix tidak mempan akan hal itu. Matanya memandang jauh pada jalanan yang tampak hening. Wajar, sebab waktu hampir menunjukan pukul Dua Belas malam. Hanya saja Ferix belum meninggalkan kantornya di karenakan urusan pekerjaan.
Tiga Puluh menit lagi, hanya menunggu setengah jam lagi pekerjaan yang menyita waktunya akan selesai. Alasan kenapa ia belum pulang adalah karena Ferix ingin melihat sendiri hasil dari usahanya itu. Sudut bibir Ferix tertarik membentuk senyum sinis. Tentu ia yang akan kembali memenangkan permainan ini. Hanya dirinya yang pantas menjadi yang pertama.
Gelas vodka di tangannya kini telah seutuhnya kosong. Cairan berwarna merah itu telah masuk sempurna ke dalam mulutnya yang kemudian mengaliri tenggorokannya hingga sampai ke lambungnya. “Ahhhh,” Ferix menikmati sensasi panas yang bagi orang lain mungkin akan terasa mengganggu itu.
“Nikmat sekali,” ucap Ferix menganggumi rasa vodkanya.
Lelaki yang memiliki tubuh tinggi, rahang tegas dan wajah bak dewa yunani tersebut memainkan gelas kosong di tangannya. Senyum sinis tak pernah hilang dari paras tampan sang pemuja wanita itu. Ferix memejamkan mata, menikmati udara dingin di malam hari yang masih terasa meskipun ia berada dalam ruangan yang tertutup.
Dikala matanya terpejam rapat, hasil pahatan Tuhan itu benar-benar terlihat menggoda. Sungguh sosok tampan yang luar biasa. Ferix betul-betul menggambarkan sosok lelaki hebat yang banyak digilai wanita. Tidak hanya tampang saja yang sempurna, tetapi juga kekayaannya. Mewarisi harta kedua orang tua angkatnya yang telah tiada membuat Ferix menjadi salah satu lelaki single kaya raya.
Hal itu sungguh membuatnya terlihat sangat mengagumkan. Namun, hidup tanpa kekurangan tidak membuat Ferix bermalas-malasan. Ia menyukai uang, kekuasaan dan wanita. Ferix percaya, di mana ada kekuasaan, maka di sana akan ada banyak wanita. Itu lah kenapa hidup Ferix benar-benar sempurna. Dia kaya dan banyak dicintai oleh wanita. Banyak yang iri padanya dan ingin menjatuhkannya. Beberapa mendekatinya hanya demi keuntungan semata.
Ferix terkekeh membayangkan betapa sempurna hidupnya di mata orang lain. Namun, tidak ada yang tahu bagaimana seorang Ferix yang sesungguhnya. Hidupnya tidak sesempurna yang orang lain bayangkan. Dia kesepian sejak orang tua angkatnya meninggal dunia.
Kelopak mata Ferix terbuka. Tatapannya tajam kala mengingat kembali wajah orang tuanya. Mereka yang menyayanginya dan menjaganya selama ini meskipun dia bukan seorang anak kandung. Ferix benar-benar bersyukur karena telah mengenal keduanya. Ia menyesal tidak bisa melakukan apa-apa ketika kematian menjemput mereka.
Ferix menggenggam tangannya dengan erat. Dirinya tidak pernah menyesal mengenang keduanya dalam ingatan, tetapi ia selalu kesal setiap kali merasa bersalah karena harus kehilangan mereka. Dia marah, tetapi tidak tahu harus marah kepada siapa.
“Sial!” ujarnya. Beruntung sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya, sehingga kemarahannya sedikit teralihkan. Buru-buru Ferix melihat siapa yang mengiriminya pesan.
Senyum sinisnya kembali memenuhi wajah tampannya. Orang kepercayaannya baru saja mengabari kemenangannya malam ini. Dengan cepat Ferix mengalihkan perhatiannya pada layar monitornya. Benar saja, namanya kembali menghiasi papan kemenangan itu. Tanpa repot-repot mematikan komputernya, Ferix segera meraih jas beserta kunci mobilnya untuk meninggalkan kantornya. Sudah saatnya dia kembali ke rumah. Tidur nyenyak hingga pagi.
Beberapa menit kemudian, mobil mewah Ferix membelah jalan raya untuk menuju rumah mewahnya. Jari jemari Ferix yang keras menggenggam stir dengan lembut. Ia begitu piawai mengendalikan mobil mewahnya.
Ferix menurunkan kecepatan ketika dalam jarak dekat ia akan memasuki area perumahannya. Setelah melewati hutan sepanjang Dua kilo meter di depannya ini, bangunan megah miliknya akan terlihat di depan mata. Sengaja Ferix menurunkan kecepatan karena sesekali akan ada hewan kecil yang menyebrang jalanan. Entah itu kucing atau apa, tetapi Ferix takut tidak sengaja melukainya.
“Apa kubilang,” ucap Ferix ketika benar-benar ada yang melintasi mobilnya. Ferix penasaran, ia ingin tahu apa yang selalu menggodanya itu.
Dengan mengandalkan keberanian, Ferix akhirnya turun dari mobil mewahnya. Ia mencari-cari apa sekiranya yang telah mengganggunya beberapa hari ini. Lelaki bertubuh tinggi itu terkejut ketika menemukan hewan berbulu tebal yang memiliki mata sebiru langit tengah menatapnya sambil berkaca-kaca.
“Kucing?” tanyanya tidak percaya. Kucing itu berwarna putih, tetapi sudah berubah menjadi merah akibat luka di tubuhnya. Buru-buru Ferix meraih kucing itu untuk ia bawa ke dalam mobilnya. Seorang Ferix Taurus Diego boleh saja kejam dan tanpa perhitungan ketika berhadapan dengan saingannya di dunia bisnis, tetapi hatinya lembut ketika melihat hewan lemah seperti kucing.
“Aku akan menolongmu. Kau tidak akan menderita lagi setelah ini,” ucap Ferix sambil mengelus kepala kucing tersebut dengan penuh kelembutan.
Si kucing mengeong, dan Ferix menganggap itu adalah sebuah persetujuan. Ferix pun membawa pulang kucing putih bermata biru itu ke rumahnya. Lalu segera mengobati lukanya yang menganga. “Ini pasti sangat sakit,” ucapnya merasa kasihan. Entah kenapa Ferix seperti ikut merasakan kesakitan yang kucing putih itu rasakan.
Andai Ferix tidak turun dari mobilnya dan memastikan apa yang menggodanya beberapa hari ini, mungkin esok kucing malang itu akan mati. Membayangkannya saja membuat Ferix merinding. Ia akan merawat kucing malang yang telah membuatnya jatuh cinta itu sebelum melepaskannya kembali.
“Sekarang kau bisa istirahat. Ayo pejamkan matamu, Cantik!” Ferix terkekeh, merasa lucu karena memuji kucing putih itu. “Tunggu sebentar, akan kulihat apa jenis kelaminmu,” ucapnya. Tangan Ferix yang biasa ia gunakan untuk meraba milik wanita itu kini ia gunakan untuk memeriksa jenis kelamin kucing putih di depannya.
Meowwww! Kucing itu menggeram marah.
Belum sempat Ferix memeriksa jenis kelaminnya, kucing putih bermata biru mencengkram punggung tangannya hingga terluka. Seolah memberinya peringatan untuk tidak melakukan itu. Ferix pun terkekeh. Ia memeriksa lukanya, lalu kembali mengaligkan perhatiannya pada hewan berbulu itu. “Apa kau takut aku lecehkan?” tanyanya merasa lucu sendiri.
“Baiklah, melihat bagaimana kau melukaiku, bisa kutebak kau pasti seekor kucing betina. Tidak salah aku memujimu cantik,”
Ferix berbicara pada seekor kucing betina itu seperti orang bodoh. Ia mengakuinya dan menggelengkan kepala. “Sudah cukup! Kau boleh istirahat, dan aku juga akan melakukan hal yang sama!” ujarnya sembari beranjak pergi.
Meowww
Kali ini si kucing manis mengeluarkan aungan yang lembut. Ferix sempat menolehkan kepalanya sebelum kembali melanjutkan aktivitasnya. Ia melepas jas dan kamejanya, hanya menyisakan celana panjangnya saja. Hal itu membuat si kucing betina kembali mengeluarkan suaranya.
Ferix menolehkan kepalanya sekali lagi. “Kau protes karena aku melepas pakaianku?” candanya. Astaga! Entah apa yang sedang Ferix lakukan, tetapi ia merasa lucu pada dirinya sendiri. Keseriusan yang selalu ia tampakan di depan orang lain, kini hilang entah ke mana. Hanya karena seekor kucing betina, Ferix menjadi sedikit berbeda. Ia menjadi jauh lebih jenaka.
Tck. Ferix menggelengkan kepalanya. Ia mengacuhkan kucing itu, dan kembali menyibukan diri dengan pakaiannya. Beruntung, Ferix tidak melepas keseluruhan kain yang melekat di tubuhnya saat itu juga. Ferix membawa langkah kakinya menuju kamar mandi. Karena jika tidak, mata seekor kucing betina yang malang akan ternodai oleh pahatan tubuh Ferix yang sempurna.
Kembali pada Ferix, lelaki itu keluar setelah setengah jam kemudian. Tubuhnya tampak segar usai diguyur air beberapa saat lalu. Ia juga sudah mengenakan pakaian tidur yang lengkap. Tanpa menghiraukan kucing yang matanya masih terbuka lebar itu, Ferix menenggelamkan diri ke dalam selimutnya.
Keesokan harinya, Ferix terbangun tepat pukul Tujuh pagi. Ia mendengar raungan kesakitan dari si kucing betina. Meskipun masih sangat mengantuk akibat tidur terlalu malam, Ferix yang tidak tega pun menghampiri si kucing betina.
“Kau kenapa? Apa lukamu sakit?” tanyanya khawatir. Si kucing pun mengaung lagi. Kali ini bagai sebuah permintaan di telinga Ferix. “Apa lukamu menjadi lebih parah? Apa pengobatan yang aku lakukan semalam tidak cukup?” tanyanya bertubi.
Andai si kucing dapat bicara, mungkin ia akan menjawabnya. Sungguh, luka dipunggungnya benar-benar terasa perih. Si kucing betina membutuhkan pengobatan yang lebih serius. Beruntung, Ferix mengerti. Ia segera menghubungi asisten pribadinya untuk mencari tahu ke mana dia harus membawa kucing yang sedang terluka.
“Tuan bisa membawanya ke dokter hewan, tapi tunggu tuan! Jika tuan sibuk dengan kucing itu, lalu bagaimana dengan rapat pagi ini, tuan?”
Ferix menghela sejenak. “Batalkan semuanya!” jawabnya kemudian. Setelah itu, Ferix menutup teleponnya dengan segera.
“Ayo! Kau akan kubawa ke dokter hewan. Percayalah, semua akan baik-baik saja,” Ferix benar-benar membawa seekor kucing itu ke dokter hewan dan memberinya pengobatan yang layak. Berhari-hari kemudian si kucing betina pun sembuh dari lukanya.
Ferix merasa mulai terbiasa akan kehadiran kucing yang ia temukan itu. Ferix tidak melepaskannya seperti niat awalnya dulu. Ferix merawatnya dan mengajaknya bermain setiap saat hingga suatu hari kucing itu mengejutkannya.
Si kucing betina berubah wujud menjadi manusia di depan mata Ferix setelah sempat mengaung penuh peringatan. Ferix pikir sesuatu terjadi hingga ia melepaskannya, tetapi kucing itu tiba-tiba saja mengeluarkan cahaya putih lalu berubah menjadi gadis yang cantik jelita.
Ferix sampai terjungkal ke belakang dibuatnya. Dia benar-benar terkejut dan tidak percaya. Terlebih ketika kucing betina bisa bicara.
“Soulmate,”
Kata pertama yang kucing betina itu keluarkan adalah soulmate yang berarti pasangan. Satu-satunya yang dimaksud adalah Ferix Taurus Diego.
“Si … siapa kau?” teriak Ferix yang ketakutan. “Di mana kucingku?” bentaknya.
“Kucing itu adalah diriku, Putri Adelti Derinda Seina.” Kucing yang Ferix anggap sebagai hewan biasa itu memperkenalkan dirinya sebagai Putri Adelti Derinda Seina.
.
.
To be continued.
Story baru ini.. Jangan lupa di tap love ya kalau suka :-)