JUAN POV
Flasback – Setelah Cxarvbunza diserang Bangsa Corins
Tidak pernah kusangka Cxarvbunza akan terlihat berantakan seperti sekarang. Puing-puing bangunan berserakan di mana-mana. Reynold terlihat sibuk membantu staf istana yang terluka. Sementara Randall masih memandangku dengan tajam dan menuntut bantuan. Sepupuku yang satu memang selalu tidak sabar. Tapi aku bangga padanya, dia bukan lagi Randall yang berandalan seperti dulu. Dia adalah Panglima Cxarvbunza yang bisa diandalkan dan patut dibanggakan.
Juan, apa kau bisa menjemputku untuk kembali ke Cxarvbunza?
Ruby menelepatiku.
Aku akan melakukannya My Queen, tapi tidak sekarang.
Sekarang Juan.
Istriku dan sepupuku Randall… inilah persamaan mereka, keras kepala dan susah sekali menuruti perintahku. Tapi dia juga tidak akan bisa melakukan apa-apa kecuali marah-marah dalam kepalaku.
“Juan!” Randall memanggilku.
Aku menghampirinya sambil mendengarkan ocehan istriku—yang seperti nyanyian merdu—nun jauh di sana. Aku menjawab akan segera menjemput keluargaku di Bumi dan membangun kembali istana Cxarvbunza seperti sedia kala. Permaisuriku itu malah semakin keras menunjukkan keinginannya terlibat dalam pembangunan kembali Istana Cxarvbunza.
Setelah aku memastikan bahwa Bangsa Corins benar-benar pergi dari Cxarvbunza aku akan membawamu ke sini, Ruby. Bersabarlah.
Dia bungkam dan kepalaku menjadi sepi.
Randall menatapku sambil menggelengkan kepalanya. Sepupuku itu mengira aku sudah mengabaikannya dan mementingkan diri sendiri. Karena aku mengenalnya aku tidak sakit hati dengan dugaannya tersebut.
“Apa Ruby lebih penting dari sepupumu yang terluka, Juan?”
“Tentu saja,” jawabku datar sambil berlutut mendekatinya.
Dia menggerutu kesal. “Pedulilah sedikit padaku!” serunya sambil menunjuk ke arah kakinya yang lumpuh berantakan. “Kau pasti bisa mengembalikan kakiku seperti semula kan?” tanyanya dengan mimik cemas.
Kupegang kakinya sambil menarik napas panjang dan menatapnya prihatin. Aku menggeleng pelan, “Maaf Randall, sepertinya kau harus menerima kenyataan bahwa kakimu ini akan lumpuh selamanya….”
“Apaa?? Tidak… tidak… kau pasti bercanda kan?” rengek Randall hampir menangis. “REINOLD MANAAA, REINOOOLD?!!” Dia berteriak memanggil Reinold seperti anak kecil.
“Lihat saja kakimu, berantakan seperti itu bentuknya. Aku tidak bisa membantumu saat ini Sepupu,” kataku meyakinkannya.
Dia mencengkeram kerahku dan memandangku sambil melotot. “Juan! Kerahkan semua dokter untuk menyembuhkan kakiku! Atau….” Randall mulai mengancam.
“Atau apa?”
“Atau aku tidak bisa menjadi Panglima Cxarvbunza lagi,” desisnya lemah sambil melepaskan cengkeramannya.
Cengeng sekali! Decakku dalam hati. Tidak berubah sama sekali dalam hal ini. Kuraih kedua kaki Randall yang terkulai lemas dengan arah tidak tentu itu, aku bisa merasakan tulang kakinya yang patah di sana sini. Lalu dengan gerakan cepat, aku memutar kakinya dan mengembalikan ke arah yang benar. Suara gesekan tulang menyatu terdengar seperti patahan kayu oak yang terkena sambaran petir. Dalam hitungan detik kedua kaki Randall sudah kembali ke posisi semula dibarengi dengan teriakan panjang dari sepupuku itu.
“ARX@#?!!!! AARGH!!!” Randall mendongak pasrah sambil berteriak menahan rasa sakit di tulang kakinya. “Aku tebak kau sangat bahagia melihatku kesakitan, Juan,” katanya sambil melihat ke arahku dengan tajam.
“Kau cengeng sekali ternyata, Randall,” ucapku sambil berdiri. Aku menoleh ke arahnya sekali lagi, “Kau itu Panglima Cxarvbunza. Tolong jaga sikapmu.”
“Errgh! Apa aturan Panglima Cxarvbunza tidak boleh merasa sakit?!” celetuknya sambil masih menggerutu kesal karena sakitnya.
“Bukankah harusnya kau berterima kasih?”
“Terima kasih My King Juan Terrel yang terhormat,” ucapnya sambil melemparkan senyum yang dipaksakan.
“Baiklah, sekarang saatnya kau melakukan tugasmu sebagai Panglima Cxarvbunza, Randall!” kataku memerintah.
Pria itu menghela napasnya sekali sambil berdiri dengan gerakan cepat. “Tidak ada yang bisa menghambatku untuk melakukan itu My King!” katanya bersemangat sambil berlari cepat menuju Dimitri dan Odiv yang membantu menyingkirkan puing bangunan bersama beberapa rakyat Cxarvbunza.
Dari jauh dia tersenyum ke arahku. Senyum yang tulus. Randall juga memberikan pernyataan di kepalaku bahwa dia tidak pernah sedikitpun menyesal karena telah menyerahkan tahtanya kepadaku, sepupunya yang tidak sedarah.
“Yang Mulia, kami tidak menemukan lagi Bangsa Corins di seluruh penjuru Istana Cxarvbunza. Namun, Panglima Randall tetap memerintahkan pasukannya untuk berjaga di empat titik perbatasan wilayah Cxarvbunza,” lapor Odiv yang tiba-tiba ada di depanku.
“Bagus.” Aku menjawabnya. “Sampai dua puluh empat jam tetap lakukan penyisiran kepada bangsa mereka Odiv—bisa saja mereka menyamar menjadi warga setempat,” kataku.
“Baik Yang Mulia.”
“Apa ada tempat lain yang mereka rusak selain istana ini Odiv?” tanyaku.
“Tidak ada Yang Mulia. Esyxcamel Palace tidak tersentuh sama sekali, begitupun dengan Dxormain Castle.”
“Baiklah Odiv. Tetap waspada,” perintahku.
“Ya Yang Mulia.”
***
Reinold dan Randall menahan napasnya di depanku ketika aku memerintahkan pembangunan kembali Istana Cxarvbunza dilakukan secepat mungkin. “… Dalam dua puluh empat jam.”
“Itu perlu ribuan tukang untuk melakukannya, Juan,” lontar Randall.
“Lakukan. Kerahkan tenaga Dimitri dan Odiv untuk membantu,” kataku.
Randall menaikkan alisnya, “Oke, itu mudah.”
Aku senang sifat sombong Randall yang optimis. Dan aku yakin dia akan melakukannya dengan baik. “Dan aku akan kembali dalam waktu tersebut dari Bumi—menjemput istriku dan Lady Arnetha,” kataku.
“Kurasa itu lebih baik. Daripada harus mendengar ocehan istrimu melihat keadaan istana sekarang. Kembalilah saat Istana Cxarvbunza sudah kembali berdiri megah, Juan,” tandas Randall.
“Dua puluh empat jam, Randall.” Aku mengulang perintahku.
“Laksanakan Yang Mulia!”
Reinold tersenyum melihat tingkah sepupunya itu. “Lihatlah Panglima Cxarvbunza yang kita miliki sekarang. Selain menjaga keamanan Cxarvbunza dia juga bersemangat untuk mengerahkan tukang-tukang bangunan…,” ledeknya.
“Aku punya ribuan pasukan yang bisa kukerahkan untuk menjadi tukang, Reinold,” congkak Randall.
“Semua dokter juga bisa kukerahkan, Randall. Mereka semua akan menuruti perintahku tentu saja,” ujar Reinold tidak mau kalah.
“Mendirikan bangunan tidak pakai suntikan atau alat pacu jantung kan?!” lontar Randall, “Aku yakin mereka tidak berteman dengan semen atau pun pasir, Rein.”
Aku berdecak dan membuat keduanya berhenti bercekcok. “Randall kuserahkan Cxarvbunza dalam pengawasanmu selama dua puluh empat jam ke depan…,” tandasku dan mengucapkan selamat tinggal pada keduanya untuk menghilang ke tempat di mana istri dan calon anak-anakku berada.
***
Lady Arnetha terlihat baik-baik saja dengan tangannya yang terluka. Dia tersenyum ke arahku dan mengangkat tangannya yang satu ke arahku. Tak ayal aku menghampirinya dan memeluknya erat. Dan sedetik kemudian—setelah melepaskan pelukan Lady Arnetha yang hangat—Ruby menabrakku dari belakang.
“Juan… syukurlah kau baik-baik saja.” Tangannya melingkari pinggangku.
Lalu dengan mudah aku memindahkan tubuhnya ke hadapanku dan kembali memeluknya dengan erat. Aku sangat merindukan sentuhannya. Aku melirik ke arah Lady Arnetha yang mengangguk dan kemudian melesat cepat membawa Ruby ke kamar kami. Di sana tidak ada siapapun yang melihat aku menciumi sekujur tubuhnya yang mulai berisi. Tubuhnya membesar di bagian perut, seperti bukit yang halus. Dua gunungnya membulat lembut dan semakin menggoda.
“Juan… hati-hati,” katanya memperingatiku.
Ya, aku tidak bisa lagi bergerak sesukaku mengingat dalam perutnya ada dua nyawa yang harus kami jaga. “Tentu saja My Que dan…,” dan aku menyatukan diriku dengannya setelah sekian lama berpisah.
Ruby memandangi wajahku dengan seksama, menyelidik dan penuh tuntutan penjelasan. Jarinya menyusuri rahangku, “Tidak ada yang kau ingin bicarakan My King?”
“Tentang apa?” tanyaku pura-pura tidak tahu. Dia mengunci pikirannya untukku sekarang. Ruby sudah mampu melakukan hal itu.
“Apa saja,” jawabnya memancingku.
“Aku tidak bisa membaca pikiranmu saat ini My Queen. Jadi kau harus beritahu apa yang ingin kau ketahui, hh?”
Dia berdecak kesal. Tipe istriku yang kucinta. “Juan. Kau kan tidak menjelaskan bagaimana keadaan Cxarvbunza sekarang? Bagaimana kau malah b******a denganku di sini sementara di sana baru saja terkena serangan Corins?!”
“Wo… tahan emosimu My Queen,” timpalku seraya bangkit dari tempat tidur dan memakai kembali celanaku. “Dan asal kau tahu Cxarvbunza dan istananya baik-baik saja.”
“Bagaimana baik-baik saja, saat aku di sana saja beberapa bangunan sudah rusak akibat perbuatan mereka!”
“Ya beberapa memang rusak. Tapi Randall dan yang lainnya sedang memperbaiki bangunan yang rusak itu.”
“Dan kau malah di sini??”
“Aku kan menemuimu dan anak-anak kita,” kataku sambil kembali duduk di tempat tidur dan menyentuh gundukan kecil di perut Ruby.
Tiba-tiba saja dia bangkit dan mengenakan semua pakaiannya, “Tidak bisa! Kita harus kembali ke sana sekarang juga dan bersikap layaknya Raja dan Ratu!”
Wanita ini memang tidak bisa santai dan menuruti semua perkataanku. “Ruby… sudah kukatakan Randall dan Reinold bisa menangani semuanya. Mereka tidak memerlukan kita di sana,” kataku. “Aku perlu merilekskan otot-otot tegang di tubuhku ini, kau tahu kan?”
“Ck, My King Juan Terrel Mackinnley. Melemaskan otot-otot tegangmu itu juga bisa dilakukan di sana, kau tahu itu juga kan?!” balasnya sambil menangkup wajahku dan melumat bibirku dengan keras. Namun, dengan kejamnya dia menarik diri dariku dan menatapku sambil menggelengkan kepalanya. “Kita lanjutkan di Cxarvbunza, oke?”
“Huh?” Ya Tuhan. Sejak kapan aku harus menuruti wanita seperti ini??
“Kau diam di sini, aku akan pamitan sama Mama dan Hillary,” katanya. Lalu dia menoleh kembali ke arahku, “Oiya, aku belum bilang kalau teman-teman Hillary menginap di sini. Untung saja perbuatanmu tadi tidak terlihat mereka,” katanya.
“Teman-teman Hillary?”
Ruby mengangguk. “Adik iparmu itu selalu punya banyak cara untuk pamer bahwa kakak iparnya adalah pria kaya raya yang baik hati, tidak sombong dan rupawan,” katanya dengan mimik gemas.
“Yeah… kurasa dia tidak salah menganggapku seperti itu. Memang kenyataannya begitu kan?”
“Ck, Juan. Nanti aku mau bicara padamu juga perihal adikku ini.” Ruby memutar tubuhnya keluar kamar.
Aku heran, memang apa salahnya kalau Hillary pamer punya kakak ipar kaya raya dan tampan sepertiku? Sudah seharusnya anak itu bangga memiliki kakak ipar sepertiku. Pasti semua teman wanitanya ingin menggantikan tempat Hillary saat ini. Aku tersenyum menertawakan diri sendiri.
Memang sepertinya hanya Ruby wanita yang menganggap pesonaku ini biasa saja. aku meraih semua pakaianku dan mengenakannya dengan gerakan sangat cepat. Dalam dua detik pakaianku sudah menempel semua di tubuhku. Aku akan menemui teman-teman Hillary dan membuatnya semakin bangga padaku.
Benar dugaanku mereka berada di tepi kolam renang, sedang makan bersama. Ruby menoleh ke arahku setelah melihat semua teman-teman Hillary mengarahkan pandangannya padaku. Matanya membesar. Mau apa ke sini, Juan?
Pamitan sama Mama dong.
Modus!
Hillary langsung berdiri dan menghampiriku, “Kak Juan. Kakak baik-baik aja kan?”
“Kamu bisa lihat sendiri, aku baik-baik saja kan?”
“Sempurna seperti biasa,” katanya.
Ck. Lihat adikku itu seperti penjilat saja. Suara Ruby bergema dalam kepalaku.
“Oiya Kak Juan, ini teman-temanku,” kata Hillary menunjuk teman-temannya yang tidak berkedip menatapku. Isi pikiran mereka semua hampir sama dengan wanita kebanyakan yang pernah kutemui. Tapi aku tetap menyalami mereka satu persatu sambil memperkenalkan diri sebagai kakar ipar yang baik.
“Jadi kalian mau pergi pagi ini juga? Bukannya Juan baru saja tiba di sini, By?” tanya Margareth.
Aku menarik kursi di sebelah Margareth dan menepuk kursi sebelahku agar istriku yang sedang cemberut itu ikut duduk. Dengan gestur terpaksa dia duduk juga di sampingku. “Aku lapar, biarkan aku makan dulu. Oke?”
“Ruby! Suami datang dari jauh, bukannya diajak makan dulu, malah ingin cepat-cepat pergi!” omel Margareth sambil memukul anaknya itu.
Lihat akibat perbuatanmu Juan? Kau senang aku dimarahi Mama ya?
Bukan salahku My Queen. Kau sendiri yang tidak sabar.
Lady Arnetha yang duduk di depan Margareth ikut menimpali, “Mamamu benar, sebaiknya kita makan dulu, setelah itu baru pergi.”
Baiklah, kita ikuti saja perkataanmu. Katanya menyerah. Karena sepertinya semua di sini mendukungmu.
Aku tersenyum dan menggamit tangan Ruby di bawah meja. Sementara ibu mertuaku meletakkan setangkup roti di atas piring makan untukku. Biarkan aku melewati pagi yang hangat ini sebentar saja… setelah apa yang kulewati di Cxarvbunza, kurasa aku berhak menikmati beberapa menit suasana seperti ini, kan Sayang?
Ruby menoleh ke arahku dan tersenyum tipis. Senyum yang bisa membuatku menyambarnya lagi dan membawanya melesat ke kamar untuk b******a lagi dengannya. Namun, aku hanya mengeratkan genggaman tanganku padanya. Kau hidupku Ruby… selamanya.
Begitupun denganmu Juan. Aku tidak bisa membayangkan hidup ini tanpamu.
“Juan? Ruby? Kenapa kalian malah tatap-tatapan begitu? Di makan rotinya!” sela Margareth.