RUBY POV
Suara Mama mengejutkanku dan Juan yang masih saling menatap sambil bertelepati. Aku senyum terpaksa ke arah Mama sambil meraih roti yang sudah disediakan di atas piringku. Ya sudah makan saja dulu, kataku pada Juan—di mana hanya dia yang bisa mendengarnya. Teman-teman Hillary memikirkan apa tentangmu? Tanyaku penasaran.
Kau tidak akan mau tahu, katanya.
Aku berdecak pelan sambil memasukkan roti ke dalam mulutku. Seandainya aku juga bisa membaca pikiran sepertinya.
Laima dan Anthony ada di depan rumah. Juan memberitahuku.
Huh? Ya ampun, aku hampir saja lupa kalau aku yang mengundang mereka untuk datang ke sini. Juan, aku mengundang mereka untuk memberitahu kabar kehamilanku…, kataku.
Nah, ada baiknya kita menunda kepergian kita, kan?
Ya aku tidak menyangkal itu.
Selang beberapa menit kemudian, Laima dan Anthony muncul dari arah dalam rumah, diantar oleh asisten rumah tangga. “Ruubbyyy….” Laima berlari memelukku, “aku kangen banget. Jadi Ratu Cxarvbunza makin cantik aja!”
Mataku membesar ke arah Laima. Mulut anak ini memang harus dijahit di saat-saat tertentu. Untuk apa dia membuka identitasku di depan teman-teman Hillary yang sekarang melongo ke arah kami berdua. Aku menjepit kedua bibir Laima dengan jari-jariku, “Psst! Itu teman-teman Hillary mendengarmu Ma!” protesku.
Laima menutup mulutnya sendiri sambil melihat ke arah teman-teman Hillary yang penasaran ingin tahu kelanjutan celetukkannya. “Eh maksudku, kamu kan mendaftar pemilihan Ratu Sejagad itu kan?! Tapi sayangnya tidak terpilih ya?! Tetap saja kamu makin cantik By!” ralatnya.
Namun, ekspresi teman-teman Hillary sepertinya tidak puas dengan pengalihan penjelasan Laima. Karena kening mereka masih berkerut melihat ke arahnya. Aku tertawa terbahak demi menutupi semuanya, “Issh! Tetap saja aku kan ratu dalam rumah tanggaku dengan Juan, ya kan Sayang?” sanggahku sambil melirik Juan yang tersenyum sambil menaikkan alisnya.
Terlanjur Sayang, mereka tidak percaya juga, mereka malah bertanya-tanya apa itu Ratu Cxarvbunza?
Ah terserah.
Aku beralih pada Anthony, dan berniat untuk memeluknya, tapi tubuhku tidak bisa bergerak. Ini sudah pasti kerjaan suamiku—siapa lagi yang bisa membekukan orang seperti ini! Juan!
Aku melihat gerak-gerik mencurigakan darimu, karena aku tidak bisa membaca pikiranmu saat ini. Maka tindakanku sekarang adalah pencegahan. Lagipula aku bisa membaca pikiran Anthony yang memang ingin memelukmu, katanya dalam kepalaku.
Dan aku terkejut melihat Anthony juga tidak bergerak. Juan? Kau membekukan semua orang di sini???
Tentu saja, mereka akan curiga kalau hanya kau saja yang tidak bergerak bukan begitu??
Lalu tubuhku kembali lunak dan bisa bergerak, tapi tidak dengan Anthony dan yang lainnya. Aku melihat ke arah suamiku itu dan menarik napas panjang. “Hentikan Juan. aku berjanji tidak akan memeluknya. Aku heran padamu, masih saja cemburu pada Anthony padahal di rahimku ada si kembar.”
“Tentu saja aku akan cemburu pada semua pria yang berusaha mendekati dan menyentuhmu, Ruby.” Dia menjawab sambil menjentikkan jarinya dan semua kembali normal.
Anthony menghampiriku dan menjulurkan tangannya. Aku menyambutnya sambil berujar, “Hai Anthony, apa kabarmu?”
“Baik By. Kulihat kau juga baik-baik saja. Dan Laima benar, kamu semakin cantik…,” pujinnya.
Ehm… cari masalah dia, batinku. Dan di detik yang sama suara Juan berdeham membuat Anthony terhenyak.
Ya ampun, dia hanya memujiku saja, Juan.
Dan aku kan hanya berdeham saja, balasnya.
Setelah itu kami semua menyantap makanan pagi di atas meja itu dengan penuh keceriaan. Lalu tiba waktunya aku ingin mengumumkan sesuatu pada kedua sahabatku itu. Kusampaikan berita bahagia ini setelah semua teman Hillary meninggalkan mejanya dan berniat untuk pamit pulang meninggalkan mansion.
“Laima, Anthony… ada yang ingin aku sampaikan,” kataku memulai cerita.
Kepala keduanya mengarah padaku dan menatapku dengan serius. “Ya, ada apa Ruby?”
Aku menggaruk leherku, merasa gugup menyampaikan berita ini. entah kenapa. “Aku sedang mengandung anak Juan sekarang,” kataku lancar.
Mulut Laima terbuka lebar dengan kedua tangan di pipinya, senyumnya tiba-tiba mengembang. Air matanya menggenang terharu mendengar berita yang kusampaikan. Sahabatku itu seperti ikut berbahagia dengan apa yang kualami. “By? Serius?? Ya Tuhan, aku akan mempunyai keponakan mungil yang lucu kaan?!” Dia mengibaskan telapak tangannya di depan matanya yang berkaca-kaca. Lalu dia berdiri menghampiriku dan memelukku dengan erat. “Selamat By… akhirnya kamu hamil juga,” katanya.
Aku mengangguk sambil membalas pelukannya. Dia belum mendengar kalau calon keponakannya ini bukan hanya ada satu, tapi dua. “Terima kasih Ma, dan selamat juga kamu akan punya keponakan kembar….”
Dia melepasku sambil menatapku dengan ekspresi tidak percaya, “Huh? Apa kamu bilang barusan??”
“Kamu akan jadi tante dari dua makhluk mungil yang lucu-lucu!”
“BY! SERIUS?” jeritnya makin tidak percaya. Dia melihat ke arah Juan, “memangnya gen Juan ada yang kembar?” tanyanya.
Aku menggeleng, “Setahuku tidak ada… tapi aku benar-benar mengandung bayi kembar,” kataku.
Dia menarikku berdiri di hadapannya dan dia mengamati tubuhku, terutama bagian perut, “Berapa minggu By?” tanyanya seolah-olah dia tahu soal usia kandungan.
“Mungkin sekitar 12-14 minggu,” jawabku.
Laima menyentuh perutku, “Kau tidak terlihat sedang hamil anak kembar, biasanya wanita yang hamil anak kembar itu tubuhnya membesar, By,” imbuhnya.
“Kamu pikir aku berbohong??”
“Bukan itu. Tapi aku hanya tidak percaya dalam perut kecil kamu itu ada dua nyawa yang sedang bernaung dan menggantungkan hidupnya pada wanita kurus seperti kamu,” selorohnya. “Tapi aku bahagia banget By… selamat sekali lagi!” Dia kembali memelukku.
“Selamat ya By,” ucap Anthony tulus, lalu dia melihat ke arah Juan, “selamat juga Juan, semoga anak kembar kalian sehat dan bisa lahir dengan selamat,” katanya.
Apa maksudnya itu?? Juan protes pada ucapan selamat Anthony. Tentu saja anak kita akan lahir dengan selamat!
Itu kan cuma doa, Juan! Kenapa kamu yang sensitif sih? Yang hamil itu aku.
“Anak kami akan lahir dengan selamat. Aku yakin itu,” timpal Juan dengan tampang dinginnya.
“Iya maksudku begitu, Juan,” ujar Anthony dengan mimik bersalah.
Aku jadi kasihan pada sahabatku itu, dia pasti selalu akan merasa gugup jika harus berhadapan dengan Juan, yang dia tahu bisa membaca semua yang ada dalam pikirannya.
“Terima kasih Anthony, aku yakin kamu pasti akan menjadi paman yang hebat untuk anak-anakku,” ujarku berusaha mengalihkan kecanggungan yang tercipta.
Juan berdecak dalam kepalaku. Mungkin sudah saatnya kita pergi sekarang, katanya.
Pengumuman dan reaksi tentang kehamilanku sudah selesai sampai di sini, pada akhirnya aku terpaksa mengatakan kepada Laima dan Anthony bahwa aku dan Juan harus kembali ke Cxarvbunza secepatnya. Mereka memaklumi dan segera berpamitan pulang.
Masalah Anthony dan Laima sudah beres, tapi muncul masalah baru. Mama dan Hillary bersikeras ingin ikut ke Cxarvbunza dan terlibat dalam pembangunan Istana Cxarvbunza. Juan tidak ada keberatan dengan hal itu, hanya saja…. Mama pasti akan pingsan lagi kan Sayang? Kalau dia tahu kau bisa memindahkan kita dalam satu detik saja ke Cxarvbunza.
Aku yakin Hillary bisa mengatasi hal itu, kan?
Aku mengangguk dan memandang ke arah Hillary lalu berbisik pelan di telinganya, “Kamu masih menyimpan kaus kaki yang berbulan-bulan tidak kamu cuci itu?”
Adikku itu tersenyum penuh pengertian akan maksud pertanyaanku, “Tentu saja ada…,” jawabnya pelan. Kemudian dia berlari ke arah kamar untuk mengambil jimatnya itu dan kembali dalam waktu tiga menit saja. dia menghampiriku lagi dan menepuk kantong celananya, “sudah siap Kak,” imbuhnya.
“Hallo semuanya!” sapa Papa yang tiba-tiba saja muncul di antara kami semua.
Aku melihat ke arah Juan dan dia mengangguk. Kenapa kamu tidak bilang kalau Papa datang, Juan?
Tidak ada bedanya, Sayang.
Aku melenguh, ya dia memang benar. Aku menghampiri Papa dan memeluknya setelah Mama. Lalu aku melihat koper yang bersamanya, “Papa mau ke mana?”
“Ikut kalian lah. Mama bilang kalian mau pergi ke Cxarvbunza. Papa harus mendampingi Mama ke mana pun dia pergi,” katanya.
Ck, sok romantis, dumalku dalam hati. “Baiklah kurasa kita bisa pergi sekarang, ya kan Juan?” tanyaku sambil melirik ke arah suami tampanku itu.
“Ya tentu saja. Kita akan berangkat sekarang.”
Juan menarik napasnya satu kali sambil menjentikkan jarinya dan sedetik kemudian kami sudah berrpindah di dalam kamarku yang ada di Istana Cxarvbunza. Aku langsung melihat Mama yang terus menerus mengedipkan mata dengan tubuhnya yang terhuyung dan akhirnya jatuh ke lantai. Mama pingsan.
Hillary langsung mengeluarkan senjata andalannya—kaus kakinya yang mempunyai aroma paling bau sedunia. Padahal awalnya aku tidak setuju Hillary melakukan hal itu, tapi apa boleh buat, ternyata senjata itu sangat ampuh membuat Mama cepat siuman dari pingsannya. Aku mengangguk ke arah adikku itu dan dia pun menghampiri Mama dan mengayunkan benda bau itu di atas hidung Mama.
Lady Arnetha melihatnya sambil tersenyum geli, “Apa itu benar-benar kaus kakimu, Hillary?” tanyanya.
Anehnya adikku itu mengangguk dengan bangganya. Aku berdecih pelan sambil mengumpat dalam hati. Tidak ada hal yang patut dibanggakan bukan?
Pintu kamar diketuk dan terbuka setelah Juan memerintahkan untuk membukanya. Dimitri muncul sambil sedikit membungkukkan kepalanya, “Yang Mulia Juan,” dia melihat ke arahku, “Yang Mulia Ruby,” lalu ke arah Lady Arnetha, “Lady Arnetha.” Kemudian dia melihat ke arah keluargaku—di mana Mama sudah mulai dalam kesadarannya. “Sir Ronie, Madam Margareth… Princess Hillary,” sapanya sopan.
Kami semua menganggukkan kepala sebagai tanda membalas sapaannya, kecuali Mama tentu saja. Juan menghampiri Dimitri dan berbicara pelan dengannya, jadi aku tidak bisa mendengar apa yang mereka sedang diskusikan. Beberapa saat setelah itu Dimitri pergi bersama Lady Arnetha meninggalkan kamar.
Ada apa Juan?
Jangan cemas, Sayang. Tidak ada apa pun yang perlu dikhawatirkan. “Aku pergi dulu, kau tunggulah di sini sampai Mamamu benar-benar sadar,” katanya dengan suara beratnya. Dia mengatakan hal itu sambil membelai pipiku.
Dia pikir bisa menyuruhku diam begitu saja? “Mama bisa ditemani Hillary dan Papa, Juan,” kataku. Dan aku akan ikut ke mana pun suamiku pergi.
Suamiku itu terlihat menarik napasnya dalam.