Part 3

1194 Words
Dalam pandangan seorang Jey Stefan, Nida Syafara adalah wanita yang tangguh dan kuat. Dia melihat ketegasan begitu jelas dari pancaran kedua bola mata teduh pada wajah cantik dan anggun milik wanita berkerudung tersebut. Jey tidak berniat bertindak melewati batasan sebelum Nida benar-benar bersedia menerima kehadirannya serta mengikat hubungan resmi. “Sudah selesai belum? Cepat keluar dari dalam rumahku!” Nida tidak berani menoleh ke belakang punggungnya. Apalagi pria itu dengan santainya memamerkan tubuh di depan matanya tanpa merasa malu sama sekali. Perilaku tersebut tidak boleh terus berlanjut, Nida wanita yang patuh pada suami dan aturan agama. Dia tidak akan membiarkan dirinya masuk ke dalam lumpur, seperti yang dinyatakan dalam tuduhan Rafa Hanafi terhadap dirinya. Dia sadar sekarang sudah tidak ada Rafa lagi di dalam hidupnya, dan dia hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri untuk membesarkan kedua putrinya, Syifa dan Akila. Jey sengaja tidak menyahut ucapan Nida. Pria itu menyentuh bahu Nida menggunakan ujung jari telunjuknya. “Apa?!” Bentak Nida seraya menoleh. “Aku lapar sekali.” Jey dengan santai melangkah keluar dari dalam kamar lalu menuju ke dapur. “Pak Produser punya banyak uang kan? Saya mohon dengan sangat Pak Produser secepatnya meninggalkan rumah ini! Secepatnya! Saya tidak mau jika sampai kita tertangkap basah di dalam rumah lalu diarak keliling kampung serta dinikahkan paksa!” Mendadak wanita itu berbicara dengan bahasa formal padanya. Dasar Jey pria gila, dan sedikit jahil. Jey mengambil mi instan lalu merebusnya di dalam panci kecil. Dia menggunakan dapur Nida seperti rumahnya sendiri. “Eh, apa Mbak bilang? Nikah paksa? Baguslah, aku akan menunggu mereka datang ke sini lalu kita menikah.” Pria itu terkekeh melihat wajah Nida semakin kesal gara-gara ucapannya tersebut. Jey tersenyum melihat Nida menggunakan kedua tangannya untuk meremas sandaran kursi meja makan. Dengan santainya Jey mengambil panci berisi mi instan miliknya lalu menikmatinya di sana tanpa memedulikan kemarahan Nida Syafara. Nida melangkah cepat mendekatinya, wanita itu merebut sendok dari genggaman tangan kanan Jey. “Kenapa kamu keras kepala sekali sih?! Aku sudah berusaha bersikap baik sama kamu! Kamu ngerti nggak sih? Pak produser!” “Aku hanya ingin bertanggung jawab atas semua yang sudah terjadi sama Mbak Nida. Aku akan menafkahi keluarga kalian mulai sekarang! Jangan tolak kedatanganku! Aku akan tetap datang ke sini, dan juga.. aku akan melamarmu pada kedua orangtuamu!” Jey sudah berdiri dari kursinya. Nida membeku di tempatnya berdiri mendengar ucapan panjang lebar tersebut. Nida sama sekali tidak mau menikah dengan Jey. Pria itu sama sekali bukan tipenya. Nida menyukai profil Rafa, bukan Jey! Rafa yang selalu bertutur kata lembut dan menenangkan hatinya, Rafa satu-satunya pria yang cocok menurut Nida menjadi imam di dalam biduk rumah tangganya. “Aku nggak cinta sama kamu! Jangan pernah bermimpi menikah denganku!” Seru Nida sebelum Jey melangkah keluar dari dalam rumahnya. “Tanpa cinta! Aku pasti akan menikahimu! Tidak lama lagi!” Nada tegas tersebut membuat kedua kaki Nida lemas, wanita berkerudung tersebut jatuh terduduk di lantai. Air matanya mengalir deras membasahi kedua pipinya yang bersih. Nida sungguh tidak ingin menikah dengan Jey. Desas-desus tentang dirinya yang memiliki hubungan dengan Jey Stefan sudah menyebar ke seluruh desa tempat ia tinggal semenjak Rafa meninggalkan kediamannya beberapa bulan lalu. Dan kini ditambah kedatangan Jey di dalam kediamannya membuat para penduduk terus melontarkan cibiran pedas terhadap dirinya. Selepas kepergian Jey dari kediamannya, tadinya Nida ingin keluar untuk mengambil sapu dari halaman rumahnya. Begitu mendengar ucapan menyakitkan dia langsung berlari masuk kembali ke dalam sambil menangis. Pelayan rumah Nida sudah kembali ke rumah, pelayan tersebut melihat Nida menangis di kursi dapur seraya membenamkan wajahnya di atas kedua lengannya pada meja. “Bibi...” Nida langsung menghambur memeluk pembantu rumah yang sudah dia anggap sebagai keluarganya sendiri tersebut. “Mbak Nida kenapa? Mbak kenapa sampai menangis begini?” “Bibi, Nida nggak kuat dengar cibiran mereka. Mereka bilang Nida sudah melakukan perbuatan yang tidak-tidak sama produser itu.” “Sabar ya Mbak, maafkan bibi nggak bisa membantu Mbak Nida.” “Bi, sebenarnya produser itu ingin melamar Nida ke rumah Ibu dan Bapak. Nida nggak mau nikah sama dia Bi. Nida masih cinta sama Mas Rafa, Nida nggak bisa melupakan Mas Rafa.” Ucapnya seraya menangis terisak dalam pelukan pelayan rumahnya. Ucapan Jey bukan bualan belaka. Pria itu benar-benar melamar Nida secara langsung pada kedua orang tua Nida. Jey membawa kedua orangtuanya ke kediaman orang tua Nida seminggu selepas pria itu datang ke rumah wanita itu pagi-pagi lalu. Orang tua Nida yang tidak tahu-menahu tentang niat pria muda tersebut datang ke kediamannya sangat terkejut melihat beberapa orang tidak mereka kenal datang membawa banyak sekali pernak-pernik hadiah. Dari gaun wanita, perhiasan, seperangkat make up, dan segala jenis keperluan dapur dari beras dan lain-lain. Jey juga membawakan hadiah untuk kedua putri Nida. Jey dengan tulus menyatakan niat baiknya untuk bertanggung jawab atas kejadian yang sudah menimpa putri mereka. Jey menjelaskan pada mereka kalau malam itu Nida dan dirinya sama sekali tidak pernah melakukan hubungan melanggar norma-norma agama. Pria itu membawa bukti pada kedua orang tua Nida, kalau dirinya dan Nida memang sama sekali tidak pernah terlibat dalam hal apapun sebelum-sebelumnya. “Maaf Pak, Bu, kedatangan saya kemari tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Karena ini keputusan dari saya sepihak tanpa persetujuan dari Mbak Nida. Saya datang ke sini dengan niat baik ingin melamar Mbak Nida sebagai istri saya. Saya merasa bersalah sudah membuat rumah tangga Mbak Nida berantakan. Saya juga bisa memberikan bukti pada Bapak dan Ibu kalau kami saat itu sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun seperti tuduh-tuduhan itu. Jadi saya harap Bapak dan Ibu bersedia menerima niat baik saya.” Kedua orang tua Nida melongo menatap pria berbaju rapi tersebut, telinga kanan Jey bertindik. Tapi mereka menilai Jey cukup sopan dan tidak kurang ajar saat berbicara dengan orang tua. Kedua orang tua Nida saling bertukar pandang satu sama lain. “Bagaimana ini Bu?” “Bapak saja yang ngomong, Ibu nggak tahu.” Ayah Nida segera membuka suara, dia menatap Jey lalu mengatakan semua yang dia pikirkan tentang keputusan yang akan mereka ambil untuk putri mereka. “Kita panggil Nida saja, Nak Jey. Maaf kami sebenarnya tidak bisa memutuskan ini, karena Nida yang akan menjalani pernikahan bukan kami. Jadi keputusan akan kami berikan sepenuhnya kepada Nida.” “Ah, begitu, tidak masalah Pak.” Seru Ayah Jey. Ayah Jey tersenyum sambil menggenggam telapak tangan putra mereka satu-satunya. Kronologinya seperti apa, kedua orang tua Jey Stefan sudah tahu semua. Mereka mendengar semuanya dari cerita putra semata wayangnya tersebut. Jey pria yang mandiri dan pekerja keras, sejak dulu putranya tersebut juga senantiasa menjaga nama baiknya di depan publik. Jadi ketika Jey memutuskan untuk menikahi Nida mereka langsung saja setuju. Jey banyak bercerita tentang Nida. Wanita yang anggun, kuat, berpendirian, dan satu lagi.. Nida selalu menjaga kehormatannya! “Tapi semua ini tolong diterima. Kami sangat ingin mengambil Nida sebagai menantu kami.” Kedua orang tua Nida tersenyum haru mendengar niat baik dari kedua orang tua Jey. Hari itu Nida tetap tidak mau menerima lamaran Jey, tapi kedua orang tua Nida dengan berbesar hati membuka pintu untuk menyambut niat baik Jey Stefan. “Nida pokoknya nggak mau nikah sama Jey! Nggak!” Ucapnya pada kedua orang tuanya selepas Jey dan keluarganya meninggalkan kediaman kedua orang tuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD