Pahlawan

1776 Words
Saat jam istirahat tiba, siswa dan siswi berhamburan keluar dari kelas menuju kantin. “Ayo kantin Guys, lapar gue.” Kiki mengelus perutnya. “Yuk, gue juga lapar nih, belum sarapan.” Caca beranjak dari tempat duduknya. “Ah, lo mah biar udah sarapan juga, tetap aja lapar lagi,” sahut Kiki dengan senyum meledek. “Gue temani kalian aja deh, soalnya gue udah sarapan tadi,” ucap Nadia. “Ya udah buruan, kita antar dulu nih, buku ke perpustakaan,” ucap Kiki. Kiki diberi tugas oleh guru piket, untuk mengembalikan buku yang tadi dipakai untuk belajar. “Ya udah, ayo buruan!” ajak Caca. Di saat mereka berjalan beriringan hendak ke perpustakaan, tiba-tiba ada yang menabrak Nadia sehingga buku-buku di tangan Nadia semua berserakan di lantai. “Sorry gue gak sengaja.” Seorang pria berlutut memunguti buku-buku yang berserakan di lantai tersebut. Kiki dan Caca melongo melihat murid laki-laki tersebut. Sebelum akhirnya, kedua gadis itu saling melirik dan menggidikkan bahunya bersamaan. “Iya, gak apa-apa,” sahut Nadia. “Oh, iya ... kenalkan, nama gue Aldino. Murid kelas dua belas IPS, gue anak baru di sekolah ini. Baru kemarin gue pindah.” Aldino mengulurkan tangannya ke arah Nadia. “Gue Nadia,” sahut Nadia sembari menerima uluran tangan Aldino. “Gue Caca, Kak,” sahut Caca tersenyum, ikut membalas uluran tangan Aldino. “Gue Kiki,” ucap Kiki, yang juga menjabat tangan Aldino. “Senang berkenalan dengan kalian,” ucap Aldino tersenyum tipis. “Kakak kenapa kok, kelihatan bingung?” tanya Caca, yang memang berjiwa penasaran itu. “Em, tadi gue lagi mencari perpustakaan di sini. Maklum gue kan baru di sini,” jelas Aldino. “Oh, perpustakaannya masih jauh dari sini Kak. Arahnya juga ke sana, bukan ke sini. Kalau ke sini, arah menuju lab Kak,” jelas Caca. “Oh, gitu ya. Oke thank,” sahut Aldino. “Gimana kalau kita antar aja, Guys?” ucap Caca kepada Nadia dan Kiki. “Biar gue aja yang antar dia. Kalian belum sarapan ‘kan? Mending kalian buruan ke kantin deh, nanti keburu bel,” ujar Nadia. “Tapi Nad, terus buku-buku ini gimana?” ujar Kiki. “Sini, biar gue aja yang bawa.” Aldino mengambil alih tumpukan buku di tangan Kiki dan Caca. “Eh, tapi Kak ... gak apa-apa?” tanya Caca tak enak. “Santai aja,” sahut Aldino. “Ga papa nih, Nad?” tanya Kiki kepada Nadia. “Udah sana buruan, sebelum gue berubah pikiran lagi,” sahut Nadia. “Oke, kita duluan ya Nad. Nanti susul aja kita di kantin,” ucap Caca, yang langsung menarik tangan Kiki dan berlalu pergi dari sana. “Ayo, kita antar dulu buku-buku ini, terus lo bisa pergi ke tempat teman-teman lo,” ucap Aldino setelah melihat kedua teman Nadia pergi. Nadia dan Aldino berjalan beriringan melewati kelas dua belas menuju perpustakaan. Saat itu, Nadia dan Aldino tak sengaja berpapasan dengan Gerald dan seorang murid perempuan di sampingnya. Murid pemilik mobil kuning tadi pagi. “Hai, Al!” sapa gadis tersebut dengan suara yang sangat lembut. Nadia sempat tertegun, saat mendengar suara lembut dan merdu milik gadis itu. “Oh, iya ... Nadia kenalkan, ini Kana sepupu gue. Dia juga anak baru di sini, dan ini Nadia, adik kelas kita, Kan,” ujar Aldino memperkenalkan kedua gadis itu. Kana adalah sahabat kecil Gerald, yang juga pindah ke sekolah itu. Kana dan Aldino, mereka adalah saudara sepupu. Nadia dan Kana saling berjabat tangan. Keduanya sama-sama pernah saling melihat. Jika Nadia melihat sosok Kana sewaktu gadis itu menemui Gerald. Begitu juga dengan Kana, gadis itu juga pernah melihat Nadia sebelumnya. Lebih tepatnya kemarin malam, saat Nadia dan kedua sahabatnya tengah mencari makan di sebuah kafe, sewaktu pulang menonton pertandingan basket. Gerald sejak tadi hanya diam, memperhatikan interaksi antar ketiga orang tersebut. “Ayo Kan, katanya lo lapar. Sebentar lagi waktu istirahat akan berakhir,” ujar Gerald. Aldino dan Kana mengalihkan pandangannya ke arah Gerald, begitu juga dengan Nadia. “Eh, iya. Gue lupa Rald.” Kana tersenyum ke arah Gerald. “Ya udah. Gue duluan ya, Rald.” Pamit Aldino, yang langsung berlalu dari sana setelah mendapat anggukan dari Gerald. Sebelum pergi, Gerald dan Nadia sempat saling melirik. Namun, mereka memutuskan untuk segera berlalu ke arah tujuan masing-masing. ‘Dasar buaya tengil! Sama-sama punya pacar juga, pake suruh gue buat menjauh dari Arjuna segala lagi. Eh, ngomong-ngomong soal Arjuna, tuh anak ke mana ya, gak pernah hubungi gue lagi?’ ucap Nadia dalam hati. “Halo, lo baik-baik aja, ‘kan?” tanya Aldino dengan jemari yang menari-menari di hadapan wajah Nadia. “Eh, i–iya. Gua gak apa-apa. Oh, iya, gue bisa pergi sekarang ‘kan?” tanya Nadia yang baru sadar, bahwa keduanya kini sudah berada di dalam perpustakaan. “Iya, silakan. By the way, thank ya. Lo udah mau antar gue,” ucap Aldino tersenyum tipis ke arah Nadia. “Sama-sama. Lo juga udah bantu gue, bawa buku-buku itu. Kalau gitu, gue duluan ya.” Nadia melangkah pergi setelah berpamitan kepada pria itu. Langkah Nadia membawanya ke kantin sekolah. Hendak menemui kedua sahabatnya. “Woi, di sini Nad!” teriak Caca yang melihat Nadia. Suara Caca yang khas, berhasil menarik perhatian para penghuni kantin. “Gak usah teriak-teriak Ca, Nadia juga gak b***k kali. Lo lihat tuh, karena suara lo itu, anak-anak pada balik ke kita semua!” ucap Kiki sedikit kesal. “Jadi berasa kaya selebritas gak, sih?” tanya Caca cengengesan. “Kalian udah pada kenyang ‘kan? Ayo balik ke kelas!” ajak Nadia. “Lo gak mau makan dulu Nad, atau beli minum gitu?” tanya Kiki. “Gue masih kenyang. Ayo ke kelas aja,” sahut Nadia. “Ayo!” ujar Caca dan Kiki secara bersamaan. Ketiga gadis itu melangkah pergi. Saat ketiganya hendak sampai di pintu keluar, seseorang datang menghentikan langkah mereka. “Mau ke mana lo? Buru-buru amat?” ucap Merry dengan nada sinis. “Bukan urusan lo!” sahut Nadia dengan wajah tanpa ekspresi. Nadia berniat untuk melanjutkan langkahnya. Namun, seragamnya ditarik kasar oleh Merry. “Gue belum selesai ngomong. Dasar cewek murahan!” teriak Merry dengan suara lantang. Lagi-lagi Merry berhasil menarik perhatian para penghuni kantin saat itu. Langkah Nadia spontan berhenti, ketika mendengar ucapan Merry yang tak berbobot. “Maksud lo apa, ngomong kaya gitu ke teman gue, hah!?” ujar Caca marah. Kemudian mendorong bahu Merry. “Ya, gue memang benar kali. Teman lo itu memang nyatanya murahan!” sahut Merry dengan senyum sinis-nya. “Buktinya, malam-malam berani pelukan sama Gerald di toilet sekolah. Padahal, yang jelas-jelas statusnya itu adalah pacar ketua tim basket SMA LENTERA BANGSA. Terus ... apa dong, namanya? Kalau bukan MURAHAN?!” lanjut Merry yang sengaja menekan setiap perkataannya. Wajar jika Merry tahu, soal Nadia yang memeluk Gerald tanpa sengaja, akibat Gerald yang tiba-tiba menarik tangannya waktu itu. Karena, saat kejadian malam diadakannya pertandingan basket, sosok Merry juga ada di sana. Malam itu bukan hanya Wilna yang menyaksikan adegan Nadia dan Gerald di toilet sekolah, melain ada Merry dan juga satu temannya di tempat yang sama, atau bahkan ada lagi yang mungkin melihat adegan itu. Nadia yang sudah cukup sabar menahan emosinya sejak tadi, kini sudah tidak bisa menahannya lagi. Nadia mulai melangkah menghampiri Merry. Tatapan gadis itu terlihat sangat dingin dan tajam. “Aw! Sakit b**o. Singkirkan tangan lo!” teriak Merry kesakitan. Saat Nadia menarik rambutnya. “Maksud lo ngomong gue murahan apa, hah! Lo itu gak tahu apa-apa soal gue sama Arjuna, jadi jangan sok tahu lo!” ujar Nadia, masih dengan jemari yang menarik rambut Merry. Merry yang tak mau kalah, akhirnya berbalik menjambak rambut Nadia. Hingga terjadilah aksi saling jambak, yang sering dilakukan keduanya. Banyak yang menyaksikan pertarungan sengit tersebut. Terlebih para penghuni kantin. Namun, tak ada satu pun yang berani memisahkan keduanya. Di sisi lain, Gerald yang telah kembali sejak tadi dari kantin. Kini tengah mengenakan almamater OSIS miliknya, dan mulai melangkah bersama Kenzo menuju ruang guru. Hari itu Gerald dan Kenzo yang merupakan ketua dan wakil ketua OSIS tersebut hendak mengadakan rapat bersama guru-guru di sekolah BUMI BAKTI. Namun, langkah kedua pria itu tiba-tiba saja dihentikan oleh seorang murid lelaki, yang memakai kaca mata tebal. “Kak Gerald, Kak Kenzo, tunggu!” panggil pria tersebut, yang tak lain adalah adik kelasnya mereka. “Ya, ada apa?” tanya Gerald kepada pria itu. “Anu Kak, itu ... di kantin ada yang buat keributan,” jelas siswa tersebut dengan napas tersengal. “Palingan ulah si Nadia lagi, sama si Merry. Siapa lagi kalau bukan mereka, biang keroknya!” ujar Kenzo dengan raut wajah malas. “Oke, terima kasih. Kita akan segera ke sana,” sahut Gerald, yang langsung dibalas anggukkan oleh siswa tersebut. Gerald menghela napasnya dalam. Kemudian berjalan menuju ke arah kantin, diikuti oleh Kenzo di belakangnya. Sedangkan di kantin saat itu, keadaan bertambah mencengkeram. Suasana kantin pun menjadi tambah ramai. Nadia dan Merry masih saja saling menyerang, dan masih tidak ada yang berani untuk memisahkan keduanya. Sampai pada akhirnya, suasana menjadi tegang saat tidak sengaja Merry menarik kasar seragam Nadia. Kancing seragam Nadia berhamburan di lantai. Bahkan sebelah pundaknya kini terlihat akibat tarikan di bajunya. Tautan tangan kedua gadis itu terlepas. Saat kancing yang berjatuhan ke lantai, terdengar jelas di seluruh sudut kantin. Semua orang menatap dengan terkejut. Berbeda dengan Nadia, gadis itu kini tengah menatap Merry dengan tajam, kedua tangannya terkepal kuat. Bahu kanan Nadia yang mulus, dan tali bra berwarna merah menyala itu, terekspos sangat jelas. Pakaiannya sudah hampir terlepas. Bukan hanya kancing seragam Nadia yang terlepas, tetapi sebelah lengan pakai sekolah itu sudah turun dari pundak Nadia. Merry yang melihat tatapan Nadia, mulai memundurkan langkahnya. Begitu juga dengan Nadia, yang mulai berjalan maju dengan wajah memerah antara menahan malu dan marah. Wajah Merry saat itu, terlihat sedikit memucat, meskipun banyak penghuni kantin saat itu, tak ada yang berani menyelamatkannya dari amarah seorang Nadia. Aldino yang saat itu memutuskan untuk pergi ke kantin, tak sengaja melihat adanya keributan di dalam kantin. Tatapan pria itu terbelalak, ketika melihat keadaan salah satu gadis yang sempat berkenalan dengan dirinya tadi pagi. Aldino mulai melangkah hendak menghampiri Nadia. Nadia yang masih terlihat marah, hendak menarik rambut Merry kembali. Namun, pergerakan gadis itu terhenti bersamaan dengan langkah Aldino. Ketika Gerald yang baru datang, tiba-tiba saja langsung memeluk tubuh Nadia dari belakang dan memakaikan almamater OSIS miliknya, ke tubuh Nadia. Kejadian tersebut sukses mendapat banyak perhatian siswa dan siswi penghuni kantin, termasuk Kenzo yang dibuat melongo atas tindakan Gerald yang menjadi seorang pahlawan saat itu. “Ken, urus dia!” titah Gerald kepada Kenzo. Seraya menunjuk ke arah Merry. Setelah mengatakan itu, Gerald berlalu pergi dari kantin, dengan jemari menggenggam lengan Nadia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD