Drama Martabak

1343 Words
Setelah berada di dalam mobil, Nadia terlonjak kaget. Ketika seseorang yang membekap mulutnya tadi melepas masker dan topi hoodie-nya. Sehingga, menampakkan wajah tampan sang empunya. Siapa lagi? Kalau bukan Gerald. “Lo apa-apaan, sih? Napas gue hampir habis nih, kenapa lagi bawa gue ke sini? Teman-teman gue ada di sana pada tunggu gue,” ucap Nadia dengan napas memburu. Gerald hanya fokus menatap ke depan, tanpa berniat menjawab pertanyaan Nadia yang bertubi-tubi itu. Hingga pria itu mulai menjalankan kemudi mobilnya. “Oh, gue tau. Lo mau culik gue ‘kan? Aduh Rald ... gak gini caranya, gue tau lo gak setuju sama perjodohan ini, sama gue juga gak setuju.” Nadia menatap Gerald dengan tatapan menyelidik, tetapi setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, Nadia memasang wajah masamnya. “Gue? Culik lo? Kurang pekerjaan!” sahut Gerald dengan senyum mengejek, pria itu kemudian menggelengkan kepalanya. “Gue bakal lapor sama mami dan papi gue. Ini penculikan namanya!” ujar Nadia dengan posisi gelisah. “Lagi pula gue culik lo buat apaan, dijual juga gak akan laku. Mana ada yang mau sama cewek bar-bar, dan .... ” Ucapan Gerald dihentikan oleh sang empunya. Membuat Nadia penasaran akan lanjutannya. “Dan apa?” tanya Nadia. “Rata,” sambung Gerald setengah berbisik di telinga Nadia. Hal itu spontan membuat Nadia memukul d**a Gerald. “SEMBARANGAN LO, YA! LO BELUM LIHAT HAH, TUBUH GUE INI INDAH DAN—“ Ucapan Nadia terpotong oleh Gerald. “Belum, gue belum lihat. Kasih lihat dong!” ucap Gerald dengan senyum menyeringai. “Ma–maksud gue ... mana ada tubuh gue rata gitu,” sahut Nadia gugup, dengan wajah yang sudah memerah bak udang rebus. Melihat kegugupan Nadia, Gerald tersenyum penuh kemenangan malam itu. “Kalau gue benar-benar culik lo, kenapa lo gak lapor polisi, malah lapor mami dan papi?” tanya Gerald. “Hei! Panggil mami dan papi gue, dengan sebutan tante dan om!” titah Nadia. “Gue harus panggil mereka mami dan papi, sama kaya lo. Karena sebentar lagi, mereka juga jadi orang tua gue,” sahut Gerald. Nadia menatap tak percaya mendengar jawab pria di sampingnya saat itu. “Terserah lo aja deh. Oh iya, kenapa gue gak lapor polisi dan malah lapor ke orang tua gue. Ya, karena gue ingin orang tua tahu kejahatan lo, dan pernikahan kita batal,” ucap Nadia dengan wajah berbinar. Melihat hal itu, Gerald tersenyum sinis. “Lo menolak nikah sama gue? Rugi banget lo,” sahut Gerald. “Idih, gue mah senang malah gak jadi nikah sama buaya kaya lo. Dijamin gak akan menyesal gue.” Nadia melirik Gerald dengan tatapan menantang. “Buaya?” tanya Gerald dengan alis berkerut. Pria itu heran, mengapa gadis di sampingnya saat itu bisa mengatainya dengan sebutan, buaya. Padahal, pacaran pun, ia tak pernah. Jika dipikir-pikir, sikapnya di sekolah juga tak pernah friendly kepada setiap perempuan. Ya, walaupun banyak yang mendekatinya. Lalu atas dasar apa, gadis itu mengklaim dirinya seperti itu. “Iya, lo itu buaya. Memang sih, saat di sekolah sikap lo alim dan sok jual mahal, tapi saat pulang sekolah. Gue kasih jempol, main lo rapi banget!” sahut Nadia memberikan ibu jarinya ke hadapan wajah Gerald. Mendengar jawaban Nadia, Gerald baru paham. Sepertinya gadis itu melihat kejadian dirinya dan Kana sewaktu pulang sekolah tadi. “Dia cantik ‘kan?” tanya Gerald. “I–iya, cantik. Kenapa lo gak nikah sama dia aja, sih,” sahut Nadia. Gadis itu mengalihkan pandangannya ke luar jendela. “Gue maunya sama lo.” Sahut Gerald yang terdengar ambigu di telinga keduanya. Berkat pengakuan pemuda tersebut, suasana di dalam mobil malam itu menjadi sangat canggung. Tak ada yang memulai pembicaraan lagi seperti tadi. Hingga akhirnya, Gerald mencoba untuk mencairkan suasana. “Oh, iya ... gue disuruh bunda antar lo balik, bunda khawatir kalau lo balik sendiri,” jelas Gerald sambil fokus mengemudikan mobilnya. “Tapi ‘kan, gue gak sendiri!” sahut Nadia. “Mana gue tau, lah. Lo tanya aja sendiri sama bunda,” ujar Gerald. Jawaban Gerald saat itu, sukses membuat Nadia kesal bukan kepalang. Dengan kesal Nadia segera menghubungi Caca dan Kiki, dan terpaksa berbohong kepada kedua sahabatnya itu. Nadia [Kalian balik aja duluan, ada bibi kok, di rumah gue. Gue lagi ada urusan mendadak sekarang di rumah sepupu gue.] Setelah mengirim pesan itu, Nadia kembali meletakan ponselnya ke dalam tas. Saat mobil yang ditumpangi oleh dirinya dan Gerald melewati sekumpulan pedagang kaki lima. Perut gadis itu kembali merasa lapar. “Rald stop dulu dong!” pinta Nadia. Jemari gadis itu refleks memegang lengan Gerald, dan pandangannya tertuju ke luar jendela. “Kenapa?” tanya Gerald datar. Nadia rasanya tak ingin berbicara lagi dengan pria itu, andaikan ia tak menginginkan sesuatu sekarang. “Rald, berhenti dong!” pinta Nadia lagi dengan nada sedikit kesal. Sementara Gerald yang juga meras kesal, spontan menginjak remnya. “Gerald! Lo apa-apaan sih, pakai berhenti mendadak segala!” teriak Nadia sambil terus mengusap keningnya yang terbentuk dashboard mobil akibat ulah Gerald. “Ya 'kan, lo yang minta untuk berhenti,” sahut Gerald santai. Tentu saja santai, karena pemuda itu tetap di posisinya. Berbeda dengan Nadia yang kaget, sehingga membuat gadis itu terdorong ke depan, hingga mengenai dashboard. “Ya, iya, tapi lo kira-kira aja dong, kalau mau berhenti ngomong dulu!” ucap Nadia lagi masih dengan nada kesal. “Oke. Kita jalan lagi, dan gue bakalan ngomong sama lo kalau mau berhenti.” Gerald hendak menjalankan mobilnya lagi, tetapi lengan Nadia lagi-lagi menghentikan tindakannya. “Stop Gerald!” teriak Nadia. “Apa lagi sih, Nad!?” sahut Gerald dengan kesal. “Mundur lima meter ke belakang, sekarang!” titah Nadia sambil melihat ke arah kaca spion. Namun, Gerald sama sekali tak mengikuti arahannya. Membuat gadis itu, langsung berbalik menatap ke arah Gerald. “Kenapa lo diam? Ayo buruan jalan mundur!” titah Nadia lagi. “Lo suruh gue? Kirain lo suruh kaca spion,” sahut Gerald kemudian mulai memundurkan mobilnya. Nadia benar-benar dibuat melongo oleh sikap Gerald yang super menyebalkan itu. “Sudah. Lo mau apa sekarang?” tanya Gerald saat mobil yang dikendarai keduanya sudah mundur dari posisi semula. “Gue mau beli martabak.” Nadia dengan santainya hendak keluar dari mobil. Namun, sebuah lengan menghentikan pergerakannya. “Lo yakin? Tadi di kafe makan lo banyak. Gak kenyang juga?” tanya Gerald dengan tatapan tak percaya. “Gak lah, kan itu udah lama. Pokonya lo tunggu di sini, gue mau ke luar dulu.” Nadia hendak membuka pintu mobil lagi, tetapi seorang pria sudah lebih dulu mengunci pintu mobil. “Rald, buka ih! Lo apa-apaan, sih!?” Nadia menatap Gerald dengan nyalang. Melihat hal itu, Gerald menghembuskan napasnya dengan kasar. “Lo tunggu di sini!” pinta Gerald. Setelah mengatakan itu, Gerald segera turun dari mobilnya. Nadia tak menjawab ucapan Gerald, gadis itu tengah menahan rasa kesalnya. Tak cukup 10 menit, Gerald sudah kembali memasuki mobilnya dengan beberapa kantung plastik di tangannya. “Nih, buat lo!” ucap Gerald, sembari menyerahkan kantung plastik tersebut. Nadia menatap Gerald sesaat, kemudian menerima bungkusan kantung plastik tersebut. Tak lama, terlihat bola mata gadis itu sangat berbinar, setelah melihat isi dari kantung plastik tadi. Bagaimana tidak, ia hanya mengatakan ingin membeli martabak saja, tetapi pria itu membelikannya banyak sekali macam makanan. Mulai dari seblak, martabak telur, sate, martabak manis, batagor, lengkap dengan minumannya. “Thanks, Rald. Gratis 'kan Rald?” tanya Nadia sambil menatap ke arah Gerald dengan senyuman. “Hem,” sahut Gerald singkat. Pemuda itu mulai menjalankan mobilnya lagi. Sepanjang jalan tak ada pembicaraan di antara keduanya. Setelah beberapa lama menempuh perjalanan, Gerald menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah apartemen. Nadia dibuat bingung dan juga sedikit merasa gelisah. Bagaimana tidak, Gerald bukannya mengantarkan dirinya pulang ke rumah, malah justru membawanya ke sebuah apartemen malam-malam begini. “Turun!” perintah Gerald dengan suara khasnya. Sebelum turun, Nadia menyempatkan diri untuk melirik Gerald. Nadia berusaha menelan saliva dengan susah payah, ketika melihat aura dingin di wajah Gerald yang tak memiliki ekspresi itu. Iris mata pria itu juga sangat tajam, bak mata elang. Membuat jantung Nadia seketika menjadi tak sehat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD