08 - Malu.

1729 Words
  Saat ini, Reno dan Nesya sudah dalam perjalanan pulang. Keduanya memutuskan untuk pulang sesaat setelah selesai menonton bioskop.   Nesya melirik ponsel Reno yang baru saja bergetar. Ia tidak bisa melihat siapa orang yang baru saja menghubungi Reno, karena posisi ponsel Reno dalam keadaan terbalik.   "Abang, ponselnya bunyi." Nesya akhirnya memberi tahu Reno kalau ponsel pria itu berbunyi karena sepertinya Reno tidak menyadarinya.   Untung saja lampu lalu lintas baru saja berubah menjadi merah, jadi Reno segera meraih ponselnya untuk melihat siapa orang yang menghubunginya.   Begitu melihat nama yang tertera di layar ponselnya, Reno memutuskan untuk tidak mengangkat panggilan tersebut dan memilih untuk mematikan ponselnya, setelah itu ia kembali meletakan ponselnya di nakas.   "Siapa yang barusan telepon Abang?" Nesya ingin tahu tentang siapa orang yang baru saja menghubungi Reno.   "Melinda."   "Oh," sahut Nesya sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Nesya tentu saja mengenal Melinda, meskipun tidak mengenalnya dengan dekat. Melinda adalah salah satu teman Reno, lebih tepatnya teman Reno ketika Reno masih sekolah SMA.   Melinda itu berprofesi sebagai seorang model, dan cukup terkenal. Nesya bahkan pernah beberapa kali bertemu dengan Melinda, baik itu secara sengaja ataupun tidak sengaja.   "Kenapa enggak Abang angkat?" Nesya segera mengatupkan mulutnya ketika ia sadar kalau ia baru saja bertanya.   Akh! Reno pasti berpikir kalau ia sangat penasaran, meskipun sebenarnya ia memang sangat penasaran dengan alasan kenapa Reno tidak mengangkat panggilan dari Melinda? Apa ya kira-kira alasan Reno tidak mengangkat panggilan dari Melinda.   "Kepo!" Reno menyahut dengan nada menggoda.   Nesya memilih diam, tidak menanggapi ucapan Reno. Ia takut ia salah dalam mengucapkan kalimat sampai akhirnya nanti jadi bahas candaan Reno. Nesya memilih untuk memejamkan matanya, dan tanpa sadar ia pun tertidur. Padahal niatnya memejamkam mata hanya ingin menghindari obrolan Reno, tapi ternyata ia ke bablasan.   45 menit kemudian, mobil yang Reno kemudikan sampai di kediaman kedua orang tua Nesya. Reno memarkirkan mobilnya tepat di depan pintu utama, tidak di garasi, meskipun ia tahu kalau garasi kosong.   Reno keluar dari mobil, menutup pintu mobil secara perlahan karena tak ingin membuat Nesya terkejut sampai akhirnya nanti terbangun.   Kebetulan ada satu ART yang sedang memeriksa tanaman bunga, jadi Reno bisa meminta tolong.   "Bi, boleh Reno minta tolong?"   "Boleh Den, mau minta tolong apa?" Bi Narsih segera menghampiri Reno.   "Tolong bawa semua barang belanjaan Nesya yang ada di kursi bagian belakang ke kamarnya ya, Bi."   "Iya Den." Sesuai dengan permintaan Reno, Bi Narsih segera membuka pintu mobil bagian belakang, lalu mengambil semua belanjaan milik Nesya dan pergi membawanya ke kamar Nesya.   Sementara Reno kini sudah membuka pintu mobil di mana Nesya duduk. Reno lantas memanggil Nesya seraya menepuk ringan pipi perempuan itu, tapi Nesya sama sekali tidak terbangun dan malah terlihat semakin pulas.   Perempuan itu hanya bergumam, setelah itu berbalik memunggungi Reno. Reno menggeleng, lalu melepas sabuk pengaman milik Nesya.   Reno memutuskan untuk menggendong Nesya ala brydal style, dan Nesya pun langsung mengalungkan kedua tangannya pada leher Reno, dengan kepala yang bersandar manja di bahu kanan Reno.   Ini bukan kali pertama Reno menggendong Nesya, tapi tetap saja, rasanya begitu gugup. Reno bahkan bisa mendengar detak jantungnya sendiri yang berdebar dengan begitu cepatnya.   "Kamu harum banget si Sha," lirih Reno tanpa sadar.   Tubuh Reno menegang kaku tat kala wajah Nesya semakin terbenam di ceruk lehernya. Deru nafas hangat Nesya menerpa kulit leher Reno yang memang sangat sensitif sampai akhirnya Reno bisa merasakan bulu kuduknya yang berdiri dengan sempurna.   Reno menarik dalam nafasnya, kemudian menghembuskannya secara perlahan. Reno terus melakukan hal itu sampai ia merasa kalau rasa gugup yang ia rasakan berkurang.   Setelah itu, barulah Reno memasuki rumah dan meminta agar Bi Narsih menutup pintu mobil.   Saat baru saja memasuki rumah, Reno bertemu dengan Arsa yang sepertinya baru saja akan keluar rumah. Mungkin akan pergi ke rumah sakit atau mungkin akan pergi main.   "Loh, adek gue kenapa?" Arsa menatap bingung Reno ketika ia melihat adiknya ada dalam gendongan Reno.   "Shut, jangan berisik Sa, dia tidur," balas Reno dengan suara yang teramat sangat pelan, menyerupai sebuah bisikan.   "Woy bangun!" Semakin di larang maka akan semakin menjadi, itulah kalimat yang cocok untuk Arsa. Arsa sama sekali tidak memperdulikan peringatan yang tadi Reno berikan, karena ia malah dengan sengaja berteriak memanggil Nesya, agar Nesya terbangun.   Reno melotot, menatap tajam Arsa, tapi Arsa sama sekali tidak peduli dengan tatapan tajam yang Reno berikan. Arsa malah mencoba untuk mencubit hidung mancung sang adik, tapi Reno sudah terlebih dahulu menghindar, membuat usaha Arsa untuk mencubit hidung Nesya gagal total.   Reno segera memasuki lift, menuju lantai di mana kamar Nesya berada. Reno cukup kesulitan, tapi bukan berarti ia tidak bisa.   Begitu lift terbuka, Reno segera menuju kamar Nesya yang untungnya berada sangat dekat dengan lift. Jadi Reno tak membutuhkan waktu lama untuk sampai di kamar Nesya.   Bi Rum yang kebetulan sedang berada di lantai 3 dan melihat Reno menggendong nona mudanya segera membuka pintu kamar Nesya.   "Terima kasih Bi," ucap Reno sesaat setelah Bi Rum membantunya untuk membukakan pintu kamar Nesya.   "Sama-sama Den." Setelah membantu Reno membuka pintu kamar Nesya, Bi Rum pamit undur diri, sedangkan Reno kini sudah berada dalam kamar Nesya.   Suasana rumah tampak sunyi sepi, dan sepertinya kedua orang tua Nesya tidak ada di rumah. Apa jangan-jangan kedua orang tuanya juga tidak ada di rumah? Seharusnya, tadi mereka pulang bersama dari acara arisan bukan? Itu artinya, seharusnya mereka sudah sampai di rumah? Tapi kenapa ia tidak melihat mobil milik Bastian terparkir di garasi. Seingatnya, tadi Rinda bilang kalau mereka pulang menggunakan mobil milik Bastian.   Reno baru saja membaringkan Nesya ketika ponsel yang berada dalam saku celananya bergetar. Reno segera meraih ponselnya dan yang ternyata menghubunginya adalah Rinda.   Tanpa pikir panjang, Reno segera mengangkat panggilan dari Rinda. Begitu sambungan telepon tersambung, Rinda bertanya tentang di mana posisinya saat ini. Reno tentu saja memberi tahu Rinda kalau ia dan Nesya baru saja pulang. Rinda menanyakan tentang Nesya, karena katanya, Anita sudah berkali-kali menghubungi Nesya, tapi Nesya tak kunjung mengangkat panggilannya. Reno lantas memberitahu Rinda kalau Nesya tertidur, jadi Nesya tidak bisa mengangkat panggilan dari Anita.   "Oh iya, sekarang Bunda sedang di mana? Kenapa ramai sekali?" Reno bisa mendengar suara yang cukup bising ketika Rinda menghubunginya.   "Bunda lagi di bandara."   "Bunda ngapain di bandara?" Reno tentu saja bingung, apa yang sedang Rinda lakukan di bandara? Seingatnya, Mahesa tidak akan pulanh hari ini, karena adiknya itu mengulur kepulangannya menjadi minggu depan. Lalu, apa yang Rinda lakukan di Bandara?   "Bunda mau keluar kota. "   "Ngapain?" Reno sudah terlebih dahulu bertanya, padahal Rinda belum menyelesaikan ucapannya.   "Menjenguk teman Bunda yang sedang sakit."   "Sama Ayah? Cuma berdua saja?"   "Berempat sama Ayah Bastian dan Bunda Anita."   "Jadi, Ayah Bastian sama Bunda Anita juga ikut?" Reno bertanya dengan antusiasme tinggi. Pria itu tentu saja senang, karena itu artinya, ia bisa sedikit bebas.   "Iya, kita berempat."   Cukup lama Rinda dan Reno berbincang, dan obrolan keduanya terhenti ketika pesawat yang akan Bundanya itu tumpangi sudah siap dan para penumpang di minta untuk memasuki pesawat.   Malam ini Reno akan menginap di kediaman kedua orang tua Nesya, dan itu semua atas perintah dari Ayah Bastian juga Bunda Anita.   Ini bukan kali pertama Reno menginap di rumah kedua orang tua Nesya, bahkan sebenarnya Reno cukup sering menginap di sana mengingat Reno dan Arsa itu sering kali bermain PS  bersama. Reno bahkan sudah mempunyai kamar sendiri, kamar yang memang sengaja Bastian buat khusus untuk Reno.   Reno memutuskan untuk tidur di sofa, karena entah kenapa, ia juga merasa sangat mengantuk. Posisi sofa yang Reno tiduri berada tepat di hadapan Nesya, membuat mereka tertidur dengan posisi saling berhadapan-hadapan.   1 jam sudah berlalu sejak Reno dan Nesya pulang.   Nesya merasa terusik ketika ia mendengar suara nada dering dari tentu saja berasal dari ponselnya. Kedua mata Nesya yang sebelumnya terpejam akhirnya terbuka. Ia mengerjap, lalu menolehkan kepalanya ke samping kanan juga kiri, guna memastikan di mana dirinya saat ini.   Seingatnya ia berada dalam mobil Reno, tapi kenapa sekarang ia berada di kamarnya sendiri? Astaga! Pasti ia ketiduran dan jangan bilang kalau Renolah yang menggendongnya sampai kamar? Karena tak mungkin kan ia berjalan sendiri ke kamarnya.   "Bodoh! Nesya bodoh!" rutuk Nesya sambil terus memukul keningnya. Nesya berhenti merutuki kebodohannya ketika ia sadar kalau ponselnya terus bergetar.   Nesya segera meraih ponselnya yang terus bergetar, tapi suara pintu kamar mandi yang terbuka mengurungkan niatnya untuk mengangkat panggilan dari sang Kakak.   "Abang," gumam Nesya tanpa sadar. Nesya mengucek kedua matanya, lalu kembali mempertajam penglihatannya dan ia yakin kalau ia sama sekali tidak salah lihat. Pria yang baru saja keluar dari kamar mandi miliknya adalah Reno.   Nesya mengerjap, dan matanya membola begitu ia sadar kalau Reno hanya mengenakan handuk yang menutupi tubuh bagian bawahnya, sedangkan tubuh bagian atasnya polos. Tolong catat ya, handuk tersebut hanya menutupi tubuh bagian bawahnya saja, sedangkan tubuh bagian atasnya di biarkan polos.   Nesya jadi bisa melihat dengan jelas 8 roti sobek yang kini terdapat di perut Reno. Astaga! Ini kali pertama Nesya melihatnya, dan bukankah seharusnya Reno yang malu, tapi ia malah merasa kalau dirinya yang malu. Tanpa bisa Nesya cegah, wajahnya pun merona.   "Ih, kenapa Abang enggak pakai baju!" Teriak Nesya menggelar seraya menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Nesya tahu ia telat, seharusnya sejak tadi ia menutupi matanya, tapi tak apalah, dari pada tidak sama sekali. Tapi itu tak berlangsung lama, karena Nesya segera membuka selimut yang menutupi tubuhnya, mendesah lega saat melihat kalau pakaian yang tadi ia kenakan masih menempel di tubuhnya.   Reno mendengus saat tahu apa yang kini ada dalam pikiran Nesya. "Kenapa pakai buka selimut segala? Kamu pikir, Abang bakalan macam-macam sama kamu?" tanyanya ketus sambil memutar jengah kedua bola matanya.   "Sana pakai baju!" Nesya mengabaikan pertanyaan Reno, dan memilih untuk kembali berbaring sambil menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.   Malu, Nesya benar-benar malu. Tak menyangka kalau ia akan melihat Reno yang hanya berbalut handuk. Tidak bisa Nesya pungkiri kalau ia begitu terpesona ketika melihat apa perut sixpack milik Reno yang selama ini selalu tertutupi oleh kemeja atau kaos.   Reno mendengus, kesal karena Nesya tidak menjawab pertanyaannya. Reno lantas meraih pakaian yang tadi sudah ia siapkan, lalu kembali memasuki kamar mandi.   Reno pikir, Nesya masih akan tertidur, karena itulah ia memilih untuk mandi di kamar Nesya. Reno tak menyangka kalau Nesya akan terbangun, tapi toh semuanya sudah terjadi, ya biarkan saja.   Tak butuh waktu lama bagi Reno untuk berpakaian dan begitu ia keluar dari kamar mandi, Nesya sudah tak ada di tempat tidur. Reno yakin kalau Nesya sudah keluar dari kamar, karena ia tidak melihat Nesya di manapun.   Reno memutuskan untuk keluar dari kamar, menyusul Nesya yang mungkin saat ini sudah berada di lantai 1.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD