Al menatap Erica dari atas ke bawah dan ke atas lagi. Penampilan istrinya tampak berantakan. Rambut cepol asal, wajah jutek tanpa make up kecuali bibirnya yang diolesi lipstik warna mauve on. Rok jeans selutut dan kaus putih yang membentuk huruf V di bawah lehernya.
Al tidak berkata apa-apa selain menarik istrinya memasuki ruangannya di lantai tiga. Mereka masuk ke dalam lift dan beberapa karyawati di sana berbisik sinis sambil menatap Erica. Dan tatapan mereka kemudian tertuju pada tangan Erica yang digenggam Al.
“Kenapa?” tanya Al dingin pada beberapa karyawan itu.
“Tidak, Pak.” sahut salah satunya.
Saat lift terbuka, Al sambil tetap menggandeng tangan Erica memasuki ruangannya. “Dareen, aku butuh privasi.” Kata Al.
“Oke!” Dareen menyahut, tersenyum ramah pada Erica dan melesat pergi meninggalkan ruangan Al.
“Ada apa, istriku?” Al bertanya sambil melipat kedua tangannya di atas perut.
“Jangan panggil aku istrimu.” Pinta Erica yang ditanggapi senyum kecut Al.
“Faktanya kamu istriku kan.”
“Aku geli mendengarnya.”
Mereka saling bersitatap dalam atmosfer keheningan yang ganjil seakan tidak ada yang mau mengalah.
“Kalau kamu geli mendengar aku memanggilmu ‘istriku’ bagaimana kalau aku memanggilmu dengan ‘kekasihku’.”
“Aku tidak bercanda. Panggil aku Erica, Al. E-R-I-C-A.” Erica memasang ekspresi galaknya.
Al hanya tersenyyum menanggapi ocehan Erica. “So, apa yang kamu lakukan dengan datang ke kantorku? Ada apa?” Al mendekati Erica seperti cara dia mendekati Erica sebelum mengantar Mamah dan Papah ke bandara.
Jantung Erica berdetak cepat seakan sedang memberi sinyal pada dirinya sendiri untuk berhati-hati pada Al.
“Mengenai surat perjanjian itu,” Erica mundur selangkah saat Al dan dirinya begitu dekat.
“Kenapa? Apa kamu merasa aku merugikanmu? Atau kamu ingin dirugikan dalam surat perjanjian? Katakan saja biar aku ubah isi suratnya.”
“Kamu pasti punya salinan lain surat perjanjiannya kan?”
“Kamu mencurigaiku?” sebelah alis Al terangkat. “Sudahlah, kalau kamu tidak ingin menandatanginya. Tak apa. Tidak masalah kok.”
“Tapi, aku sudah menandatanginya.” Kata Erica setengah menyesal.
Al menyeringai lebar. “Bagus!”
Melihat seringai lebar Al, Erica semakin curiga pada Al. “Kamu tidak memiliki salinan apa-apa kan? Atau membuat tanda tangan palsu atau—“
“Sebenarnya bagaimana kamu menilaiku, Erica?” tanya Al dengan ekspresi serius.
“Oke, aku akan pulang—“
“Hei,” Al menarik pergelangan tangan Erica.
“Al, lepaskan.” Pinta Erica mencoba melepaskan pergelangan tangannya dari Al.
“Tidak semudah itu. Kamu kesini hanya untuk menanyakan hal sepele seperti itu? bukan karena merindukanku?”
Erica menatap mata tajam Al. “Pertanyaan macam apa itu.” cemooh Erica.
“Katakan apa yang kamu mau, Erica?”
Dahi Erica mengernyit heran. “Apa maksudmu?”
“Apakah kamu menginginkan ciumanku?” goda Al yang sukses membuat wajah Erica memerah. Semerah buah stroberi.
“Apa yang kamu katakan? Jangan gila, Al. Kamu pikir aku tertarik padamu.”
Al menyeringai. “Oh ya?” dia memiringkan kepala menatap istrinya.
“Aku mau pulang, lepaskan aku!” Erica menatap marah Al.
“Oke, kalau itu maumu, aku akan melepaskanmu. Tapi, nanti malam kita akan melihat apakah kamu bisa lepas dariku?”
***
Rumah keluarga Herriot memiliki dua lantai dan di atasnya dibuat rooftop—tempat bersantai orang tua Al. Ada dua kursi dan satu bangku panjang disertai meja bulat yang terbuat dari kayu eboni. Erica mencoba menghindari Al, dia duduk sendirian di sana sambil menatap langit gelap.
Setelah makan malam selesai, dia masuk ke kamar sebentar dan langsung menuju rooftop. Merasakan angin menerpa wajah dan rambutnya sambil memejamkan mata.
“Sudah lama duduk di sini?” tanya seseorang dengan suara hangat, Erica menoleh pada sumber suara yang kini duduk di sampingnya.
“Nick,” ujarnya.
Nick melempar senyuman pada Erica. Dia menyesap rokoknya dalam dan mengembuskan asapnya begitu saja.
“Kenapa duduk di sini sendirian?” tanya Nick sembari menatap mata Erica.
“Aku hanya ingin duduk di sini saja. Al sudah tidur.” Dustanya.
“Aku tahu kamu dan Al menikah karena perjodohan. Mungkin kamu juga belum bisa menerima karena kebebasan kamu direnggut keluarga Herriot.”
“Emm—tidak juga. Aku belajar untuk mencintai Al dan Al mencintaiku. Kita membangun cinta bersama.” Erica tidak mengerti dengan perkataannya sendiri.
Nick tahu kalau Erica mencoba untuk seakan mengatakan bahwa dia baik-baik saja dengan pernikahan ini. tapi, sorot mata Erica tidak bisa membohongi Nicholas Herriot. Tidak sama sekali.
“Bagus kalau begitu. Aku senang mendengarnya.” Dia kembali menyesap rokoknya dalam.
“Kenapa kamu tidak mau menikah, Nick?” pertanyaan itu meluncur begitu saja dari kedua daun bibir tipis Erica. Lalu tiba-tiba dia merasa tidak enak dengan pertanyaannya sendiri yang terlalu pribadi. “Ma’af, aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya merasa aneh saja dengan keenggananmu untuk berkomitmen.”
“Aku hanya belum menemukan wanita yang tepat.” Jawab Nick menatap Erica dengan caranya yang berbeda setiap kali menatap wanita lain.
“Aku yakin kamu akan menemukannya.”
“Entahlah. Aku merasa beberapa wanita yang aku kencani itu bodoh—“
Dahi Erica mengernyit. “Maksudmu?”
“Mereka terlalu terobsesi pada omong kosong pria-pria yang mendekati mereka. Mereka seperti senang-senang saja untuk dijadikan korban. Dan saat aku mendengarkan Mereka bercerita itu membuat ketertarikanku lenyap. Tidak semuanya memang tapi beberapa dari mereka membuatku mual.”
Erica tidak bisa menahan tawanya. “Maksudmu, soal omong kosong pria-pria itu salah satunya kamu. Haha!”
“Bukan, bukan, Erica. Sembarangan kamu pikir aku suka mengobral omong kosong.”
“Oh, di sini rupanya istriku.” Al muncul dengan tatapan sengit yang ditujukannya pada Erica dan Nick. “Berduaan dengan kakak iparnya.” Dia mendekati Erica dan Nick.
Tawa Erica lenyap.
“Apa yang salah dari mengobrol dengan kakak ipar?” tanya Nick menyesap dalam rokoknya.
“Tidak. Tentu tidak ada yang salah, Nick. Hanya saja aku sedang membutuhkan istriku.” Al menatap Erica. “Ayo, kita masuk ke kamar kita, Sayang.” Katanya dengan tatapan mata setajam elang.
Erica berdiri dan hendak melangkah kalau saja Nick tidak menahannya dengan menggenggam pergelangan tangannya.
Al semakin dibuat kesal dengan tingkah kakaknya.
Seorang pelayan yang melihat adegan itu langsung turun ke lantai satu dan mengadu pada Travis.
“Sialan! Apa-apaan sih mereka?!” kata Travis kesal.
“Tuan, saya melihat dengan mata saya sendiri, Tuan Nick menggenggam tangan Nyonya Erica.”
Travis segera melangkah ke lantai atas dengan langkah berdebum-debum panik. Takut kalau kedua adiknya akan melakukan tindakan kriminal.
“Tidak sepantasnya kamu menggenggam tangan istriku seperti itu.” Al semakin panas saat Nick tidak punya niatan untuk segera melepaskan pergelangan tangan Erica.
“Dan tidak sepantasnya kamu menyuruh Erica untuk melayanimu kalau dia tidak mau.” Nick berdiri. “Aku mendengar obrolanmu dengan Erica saat malam pertama kalian. Kamu bisa melakukan itu pada wanita lain tapi tidak dengan Erica, Al. Kalau dia tidak mau, tidak seharusnya kamu memaksanya.” Nick menatap tajam sang adik.
“Aku suaminya dan aku berhak atas Erica. Mau tidak mau, Erica harus mau.”
Nick mencemooh pernyataan Al. “Kamu hanya menunjukkan siapa diri kamu. Egois dan kekanak-kanakkan. Aku heran kenapa Mamah dan Papah menyuruhmu menikah padahal kamu sendiri masih belum becus mengurusi dirimu sendiri.”
“Bagaimana dengan dirimu sendiri, Nick? Kamu pikir kamu sudah becus mengurusi dirimu sendiri?” balas Al sengit.
Travis dengan napas tersengal menghampiri mereka disusul Noura dan pelayan tadi. dia melihat tangan Nick yang menggenggam pergelangan tangan Erica. Ekspresi kebingungan Erica dan tatapan sengit kedua adiknya.
“Nick, lepaskan Erica.” Pinta Travis menatap adik keduanya itu.
Noura hanya menatap sambil menelan ludah. Dia hanya merasa ketakutan akan tatapan sengit antara kakak beradik itu.
“Aku akan melepaskan Erica kalau Al tidak akan memaksa Erica untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan Erica.”
Travis bingung sendiri dengan maksud Nick. “Lepaskan, Nick. Apa pun yang dilakukan Al dan Erica itu bukan urusanmu. Mereka pasangan suami-istri.”
Nick menoleh pada Travis. Di satu sisi dia masih ingin mempertahankan Erica agar Al tidak semena-mena terhadap wanita berambut hitam panjang itu. Tapi, di sisi lain, Erica adalah istri Al. Dan Nick tidak punya hak apa-apa atas Erica.
Nick melepaskan pergelangan tangan Erica.
***