BAB 5

1367 Words
            Tanpa kata Al meninggalkan Erica.             Pria itu meraih jaket kulitnya dan segera meraih tangkai pintu. Namun langkahnya terhenti sesaat kemudian dia menoleh ke belakang, menatap Erica dengan kecewa. Kejadian tadi membuatnya sangat malu karena Erica bahkan hanya diam tanpa membelanya.             “Sekarang terserah kamu saja. Kalau kamu ingin tidur dengan Nick pun silakan. Aku hanya ingin kamu tahu kalau apa yang terjadi tadi itu kesalahan yang tidak bisa aku toleransi, Erica. Apa susahnya melepaskan tangan Nick dan ikut denganku  ke kamar. Kamu seharusnya mengerti kalau aku dan Nick itu—“ Al tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Dia menutup pintunya dengan teramat keras hingga Erica terlonjak kaget.             Erica tak tahu kalau apa yang dilakukan Nick bisa membuat Al semarah itu padanya. Suaminya itu entah pergi kemana. Dan dia di sini, merenung dan memikirkan kenapa tadi dia diam saja. harusnya, dia menolak tangan Nick yang menggenggamnya. Erica terduduk lemas di tepi ranjang.             Sedangkan Nick masih di atas rooftop bersama dengan Travis.             “Ada apa denganmu, Nick?” Travis menatap pria berlesung pipi itu dengan intens. Nick memang usil tapi dia tidak akan mengurusi masalah rumah tangga adiknya sejauh itu kan. Travis merasa aneh.             “Aku kasihan pada Erica. Dia harus dijodohkan dengan pria yang tak layak menjadi suaminya.” Nick membuang putung rokoknya.             “Lalu kamu layak menjadi suami Erica, begitu?”             Nick menoleh pada Travis. “Kamu tidak tahu kalau Al itu lebih buruk daripada aku. Aku bahkan mendengar percekcokan mereka saat malam pertama. Aku yakin Al berniat melakukan sesuatu yang tidak Erica sukai.”             “Lalu kita bisa apa?” kata Travis yakin bahwa dia dan Nick memang tidak bisa melakukan apa-apa. Toh, Erica memang hak dari suaminya kan. “Kenapa kamu begitu peduli pada Erica?”             Nick mengangkat kedua bahunya. “Aku hanya ingin melindungi Erica dari Al.”             “Sudah terlambat, Nick. Erica istri Al sekarang.” Travis menghela napas. “Kalau kamu mau menikah seperti Al, ya, silakan mencari wanita lain. Jangan Erica.”             “Apa kamu pikir aku sinting, Travis?”             “Kamu bahkan lebih dari sinting.”             Nick tersenyum ironi. “Kamu benar. Aku sudah bertindak terlalu jauh dalam hal ini. Apa yang aku lakukan hanya menambah kebencian Al padaku.”             “Bukan hanya Al, tapi juga Mamah. Dia akan semakin membencimu dan menyesal telah melahirkan putra sepertimu.”             Hening.                                                               “Aku akan menyuruh Al dan Erica pindah dari sini.”             Nick menatap tajam kakaknya. “Kamu mau Erica tersiksa bersama Al?”             Kali ini Travis tertawa. “Apa kamu tidak sadar ketertarikan Al pada Erica? Apa kamu tidak pernah melihat bagaimana cara Al menatap wajah adik ipar kita?”             “Al itu serigala. Aku tidak percaya padanya.”             “Menurutku kamu lebih dari serigala, Nick. Lihat, betapa banyak wanita yang meminta Noura agar bisa bertemu lagi denganmu. beberapa di antara mereka malah menawarkan Noura uang hanya untuk bisa berkencan denganmu lagi.”             “Cih! Kamu tahu Cassandra kan?”             Travis terdiam sesaat mengingat-ngingat seseorang bernama Cassandra. “Dia teman dekat Al kan, yang pernah datang ke rumah.”             Nick mengangguk.                              “Ada apa dengan Cassandra?” tanya Travis.             “Cassandra mengirimiku poto hasil USG.” Nick menoleh pada Travis dengan tatapan misterius.             “Poto hasil USG?” Sebelah alis Travis terangkat.             “Dia hamil dan mengaku janin yang berada di dalam kandungannya adalah anak Al.”             Travis mematung seketika. ***             Semalam Erica tidak bisa tidur menunggu kepulangan Al. Dia merasa bersalah pada Al. Sorot mata kecewa itu membuat Erica menyesal. Bagaimana kalau Al memilih untuk berpisah dengannya? Bukankah itu memang keinginan Erica berpisah dari Al? Tapi dia tidak ingin berpisah secepat ini. mereka baru menikah beberapa hari. Dan bukankah, perpisahan ini nanti akan membuat kedua belah pihak keluarga kecewa pada Erica dan Al.             Erica sempat menelpon Al semalam berkali-kali tapi Al tidak mengangkatnya. Diaman dia?             Saat waktu sarapan tiba, Travis memandang empat kursi yang kosong. Dua kursi milik Mamah dan Papahnya, dua kursi lainnya milik Al dan Erica.             “Al belum pulang?” tanyanya pada seorang pelayan paruh baya yang kemarin sempat mengobrol dengan Erica.             “Tuan Al tidak pulang semalam.”             Nick yang sedang mengunyah makanan seketika menghentikan aktivitas mengunyah makanannya.             “Kemana anak itu?” pertanyaan Travis lebih ke pada dirinya sendiri. “Bibi Ella, panggil Erica agar ikut sarapan ya.”             “Aku saja.” seru Nick.                            Semua mata tertuju pada Nick dengan tatapan yang seakan mencurigai Nick.             “Dad, memangnya Om Al kemana?” tanya Selina polos pada ayahnya.             “Mungkin di rumah Dareen.” Jawab Travis.             Nick berdiri dan hendak melangkah menuju kamar Erica kalau saja Travis tidak mencegahnya. “Nick, biar Bibi Ella saja.”             “Apa bedanya aku dan Bibi Ella?”             “Kamu kakak ipar Erica dan semalam kamu cekcok dengan Al memperebutkan Erica dan sekarang kamu mau mengambil kesempatan datang ke kamar Erica saat Al tidak ada.” Travis berkata dengan berapi-api. Dia marah karena Al tidak pulang dan itu semua adalah karena Nick.             “Kamu pikir aku ini pria yang suka mencari kesempatan? Al sudah menunjukkan betapa kekanak-kanakannya dia kan, dia tidak pulang. Dia tidak bisa menjadi suami yang baik untuk Erica kalau—“             “Nick!” kali ini Noura yang bersuara. “Biar aku yang memanggil Erica.” Noura benci perseteruan suaminya dan Nick. Dua pria dewasa itu mempertontonkan keburukan di hadapan putrinya. Travis dan Nick dan Al memang seperti anak-anak. Bukan hanya Al dan Nick tapi Travis lebih dari anak-anak. Noura tahu betapa banyak konflik antara dirinya dan Travis yang sampai sekarang dia diamakan. Dan sejujurnya, Noura sudah tidak tahan dengan Travis. Noura mengetuk pintu kamar Erica. “Erica,” panggilnya lembut. “Ya,” Erica membuka pintu dan tersenyum pada Noura. “Ayo, kita sarapan.” Ajaknya. “Emm—aku tidak lapar, Kak.” “Travis menyuruhku memanggilmu.” Katanya seakan rumah tangganya dengan Travis baik-baik saja. “Aku masih belum ingin sarapan. Nanti kalau aku lapar aku akan makan kok.” “Soal Al, dia pasti akan pulang kok. Dia itu anak bungsu yang terkadang suka merajuk seperti itu. Jangan khawatirkan dia. apa dia memberitahumu tentang keberadaannya.” Jeda sejenak.                               “Tidak. Aku sudah menelponnya berkali-kali semalam, tapi Al tidak mengangkatnya.” “Mungkin Al sudah tidur semalam. Biasanya dia akan menginap di rumah Dareen—temannya.” Erica mengangguk. “Apa kamu mau makan di dalam kamar, aku akan menyuruh Bibi Ella membawa makanan—“ “Tidak usah, Kak. Aku belum lapar sungguh.” Noura tersenyum. “Oke. Oh ya, aku harap kamu bisa menjaga jarak dengan Nick.” Noura dan Erica saling menatap. “Al mungkin marah padamu dan Nick. Aku melihatmu diam saja waktu itu, Erica. Kalau kamu mau pernikahanmu dan Al masih berlanjut kurasa kamu harus bisa tegas pada dirimu sendiri. Kamu dan Nick mungkin saling tertarik tapi kamu sekarang istri Al. Dia pasti sangat kecewa akan sikapmu semalam.” ***             Al menatap layar ponselnya dan melihat kontak Erica yang menelponnya berkali-kali semalam. Dia masih berbaring di atas ranjang Dareen. Sedangkan Dareen tidur di karpet lantai sambil memeluk bantal guling.             Al tersenyum. Dia yakin Erica mengkhawatirkannya. Dan aktingnya semalam berhasil. Dia berhasil membuat Erica menelponnya. Sayangnya, semalam dia mabuk dan tertidur bersama Dareen di kamar.             Aku tahu wanita ini pasti akan jatuh padaku.             Sebelah sudut bibir Al tertarik ke atas.             Al menelpon Erica. Hanya dalam hitungan detik, Erica mengangkat teleponnya.             “Al,” katanya di seberang sana.             “Al!” serunya lagi.             “Semalam kamu menelponku, ada apa?” kata Al dengan intonasi suara yang terdengar jutek.             “Kamu dimana sekarang?” desak Erica.             “Bukan urusanmu, Erica.” Lalu Al mematikan ponselnya secara sepihak.             “Jangan segalak itu pada istrimu, kalau dia direbut pria lain baru tahu rasa!” gerutu Dareen dengan mata terpejam.             “Aku ingin membuat dia menyesal atas kejadian semalam dan aku ingin dia menginginkanku seperti aku menginginkannya.”             “Kalau kamu tidak segera pulang, Nick akan mengambil kesempatan.” Dareen menyahut, matanya masih terpejam.             “Ya, itu yang aku khawatirkan. Kenapa Nick selalu mencoba menggangguku. Kakak macam apa yang mencoba menggoda adik iparnya.”             “Kalian menikah karena perjodohan, jadi, Nick tahu tidak ada cinta antara kalian.”             Al melempar bantal ke wajah Dareen.             Bukankah mengerikan meninggalkan Erica di rumahnya bersama Nick di sana? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD