Erica pernah beberapa kali menjalin hubungan dengan seorang pria. Cinta pertamanya pada saat dia SMA kelas 1. Saat itu seorang pria berlabel ‘favorite human’ yang dijuluki para siswi karena kebaikan, senyumannya yang lembut dan kepopulerannya sebagai seorang kapten basket sekolah. Siapa pun menjalin hubungan dengan ‘favorite human’ itu otomatis dia akan populer. Erica sama sekali tidak suka menjadi pusat perhatian tapi dia sangat menyukai ‘favorite human’ itu. sayangnya, hubungan mereka harus berpisah karena perbedaan karakter yang baru terasa di bulan ketiga hubungan mereka. Favorite human selalu ingin menjadi pusat perhatian sedangkan Erica tidak suka.
Saat berpisah Erica tidak terlalu sedih karena dia tahu kalau favorite human itu tidak layak bersanding dengannya setelah pria itu terlihat centil di depan teman sekelasnya. Erica kembali menjalin hubungan saat kuliah di semester akhir. Saat seseorang membuatnya jatuh sejatuh-jatuhnya. Pria itu menghancurkan Erica saat dia—meninggalkan Erica begitu saja tanpa kata. Pria itu menikah dengan salah satu sahabat Erica. Seperti dunia berada dalam keadaan gelap dan seakan jiwanya keluar dari raganya. Setelah itu, Erica tidak berminat kembali menjalin hubungan apa pun. Dan sekarang di sinilah dia sebagai Nyonya Al Willian Herriot.
“Sudah sarapan?” tanya Al membuyarkan lamunan Erica.
“Al?” dia menatap suaminya heran.
“Bibi Ella bilang kamu belum sarapan.”
Oke, Al menyerah. Dia tidak bisa berlama-lama meninggalkan Erica di rumah bersama Nick. Dia akan melakukan apa pun demi bisa menyelamatkan istrinya dari pesona Nick.
“Aku belum lapar.” Jawab Erica berpura-pura sibuk dengan ponselnya. “Kemana saja kamu semalam?” Erica bertanya tanpa menatap wajah Al.
“Pergi ke klub, bertemu wanita cantik di sana dan kami mabuk.” Jawab Al berbohong. Dia semalam hanya minum dengan Dareen di rumah Dareen.
Erica merasa tersakiti dengan jawaban Al seakan pria itu tidak menghargainya sebagai seorang istri tapi nyatanya Al hanya mencoba memanas-manasinya saja.
Erica berdiri dari tepi ranjang, dia berniat meninggalkan Al tapi Al menarik pergelangan tangannya dengan hentakan yang membuat Erica jatuh ke dalam pelukannya. Kedua tangan Erica menempel di d**a bidang Al sedangkan pergelangan tangan Al melingkari pinggang wanita berambut hitam legam panjang itu.
Mereka saling bersitatap. Sebelah sudut bibir Al tertarik ke atas. “Kamu cemburu kalau aku bertemu wanita cantik dan bermalam bersamanya?”
“Apa aku memiliki hak untuk cemburu?”
Al tersenyum tipis. “Ya, kamu tidak memiliki hak untuk cemburu. Tapi, kamu tahu kalau aku selalu cemburu saat melihat Nick mendekatimu.”
“Kakakmu hanya ingin aku baik-baik saja. Dia tidak bermaksud apa-apa.” Al sebal ketika Erica mencoba membela Nick.
“Kamu hanya tidak tahu saja apa yang ada di otaknya Nick.”
“Dia kakakmu dan seharusnya kamu tidak berpikir seburuk itu tentangnya.”
“Kamu membuatku semakin takut, Erica.”
“Apa yang kamu takutkan?”
“Takut kalau suatu saat nanti kamu akan menjalin affair dengannya. Aku tidak akan bisa mema’afkanmu kalau sampai itu terjadi.” Pria itu berkata dengan nada serius.
“Apa kamu pikir aku menyukainya?”
“Bagaimana aku tidak berpikir seperti itu saat kamu berduaan dengan Nick di atas rooftop, saat pria itu menggenggam pergelangan tanganmu dan kamu hanya diam saja?”
“Saat itu aku hanya bingung harus bagaimana. Aku tidak bisa melepaskan tangan Nick begitu saja, itu artinya aku tidak menghargainya—“
“Kamu lebih memilih menghargai Nick dibandingkan aku?”
“Bukan begitu—“
Cup!
Sebuah kecupan hangat meluncur ringan di bibir Erica hingga dia mematung seketika.
Al menyeringai. “Sudahi perdebatan tentang Nick.”
Al menatap mata indah Erica lalu kehidung wanita berkulit putih itu. kemudian bibir tipis Erica yang memikatnya. Saat dia berniat meraih bibir Erica, pintu kamar mereka terbuka begitu saja hingga Al refleks melepaskan tubuh Erica dari pelukannya dan menatap Selina yang datang dengan wajah polosnya yang menggemaskan.
***
Selina masuk dengan mengulas senyum pada Erica.
“Selina, kamu ada di sini?” Noura mendekati putrinya. “Ayo, Sayang, kita keluar dari kamar Om dan Tante.” Dia hendak menarik tangan Selina, tapi Erica mencegahnya.
“Mau main denganku?” tanya Erica pada Selina.
Wajah mungil itu mengangguk. Dia selalu tertarik dengan orang baru dan pada Erica dia belu mendapatkan kesempatan untuk dekat dengan Erica. Sebab itu, Selina membuka pintu tanpa permisi. Anak itu masih belum mengerti banyak hal.
Erica membawa Selina bermain di teras belakang.
Noura menatap Al. “Bisa kita bicara, Al?” tanyanya.
Mereka keluar dan mencari tempat untuk bercerita terbaik di rumah yaitu, di atas rooftop.
“Apa yang mau kamu bicarakan?” tanya Al melipat kedua tangannya di atas perut.
Noura terdiam sejenak untuk menyusun kata-katanya. Menyusun apa yang didengarnya saat Nick bilang pada Travis kalau kekasih Al hamil.
“Aku waktu itu tidak sengaja mendengar cerita dari Nick kalau kekasihmu—“ Noura menatap Al. “hamil.”
Ekspresi Al yang dingin berubah agak gugup.
“Apa benar Cassandra mengandung anakmu?”
Al menelan ludah. “Aku tidak yakin soal itu. Terakhir kali bersamanya aku sedang mabuk berat dan pada saat itu aku Papah tidak memberitahuku soal pernikahan dengan Erica.”
“Berarti apa yang dikatakan Nick itu benar.”
“Bisa saja Nick dan Cassandra bekerjasama.”
“Jangan mencoba bertingkah seperti Travis yang hanya bisa menyalahkan orang lain dan menuduh orang lain yang salah padahal kesalahan ada pada dirimu.”
Al menatap Noura dengan mata menyipit seolah sedang menilai kakak iparnya yang mulai ikut campur. Apa yang Noura lakukan adalah untuk kebaikan Al dan Erica. Dia ingin kehidupan rumah tangga Al dan Erica baik-baik saja tidak seperti hubungnnya dengan Travis yang akhir-akhir ini renggang.
“Kamu tahu apa yang terjadi nanti kalau Cassandra datang ke rumah dan memberitahu Mamah dan Papah?”
Al hanya terdiam tanpa mengatakan apa pun.
“Kondisi Papah sekarang memang lebih baik tapi tidak menutup kemungkinan dia akan kembali sakit kalau tahu putra bungsunya memiliki skandal yang memalukan.”
Hening.
Mereka menatap jalanan yang sepi di bawah sana.
“Kamu tahu kenapa sampai sekarang aku dan Travis masih bertahan, itu karena Selina dan Papah. Kami bertahan karena putri kami dan kesehatan Papah. Kalau kamu tanya apakah aku dan Travis saling mencintai setelah delapan tahun pernikahan, kami sudah tidak saling mencintai setahun belakangan Al.”
Al memperhatikan ekspresi sendu Noura.
“Meskipun aku hanya menantu di keluarga ini, tapi aku sangat menyayangi Papah. Dia seperti papahku sendiri.”
“Kalau sudah tidak ada cinta kenapa kalian tidak berpisah saja. itu lebih baik daripada harus berpura-pura di depan Selina.”
“Kalau aku dan Travis bisa, kita sudah berpisah sejak setahun yang lalu. Tapi, ini berat untukku. Bagaimana dengan Selina dan bagaimana kalau perpisahan ini membuat Papah sakit lagi.”
Hening lagi.
Mereka melihat Erica dan Selina keluar rumah. Berjalan sambil bergandengan tangan. Al dan Noura menatap pemandangan yang menenangkan itu.
“Entah apa nanti yang akan terjadi nanti kalau Erica juga tahu tentang masalah kehamilan Cassandra.”
“Sudah kubilang aku tidak yakin, saat aku dan Cassandra mabuk parah. Tidak mungkin saat benar-benar payah kami melakukannya. Itu mungkin akal-akalan Cassandra.” Al tidak bisa membayangkan kalau Cassandra nekat menemui orang tuanya.
“Kamu tidak sadar apa yang kamu lakukan dengan Cassandra saat kamu mabuk tapi mungkin Cassandra ingat. Selesaikan urusanmu dengan Cassandra. Kalau memang benar dia hamil, tinggal bagaimana keinginannya dan keinginanmu. Aku memintamu untuk mencegah Cassandra datang ke rumah menemui Papah dan Mamah. Selesaikanlah, Al.”
***