Chapter 2

1195 Words
"Jadi Daddy memintaku datang ke pesta itu?" Edward menyeringai kala ia bertanya. Sebenarnya itu hanyalah pertanyaan yang bahkan Edward sudah tahu jawabannya. Ia hanya mengulang pernyataan itu untuk memastikan apakah Ludwig serius akan ucapannya. Setelah pergi seminggu ke Paris untuk menyelesaikan urusan bisnis disana, kini Ludwig memerintahkan Edward untuk menghadari pesta yang diadakan oleh rekan kerjanya. "Daddy akan ikut bersamamu," ucap Ludwig  "Baiklah."  Edward menurut. Meski Edward adalah pria yang suka bergonta-ganti pasangan, tetapi ia adalah anak yang penurut. Sehingga Daddynya selalu memaklumi dan memaafkan Edward yang sering pulang malam atau bahkan pagi hanya karena bermalam di klub bersama para jalang.                               ---- "Selamat malam, Ms.Dominica. Terimakasih telah datang, anda terlihat sangat cantik malam ini," ucap Mr.Westle sang pemilik pesta sembari berjabatan tangan dengan Grace. "Terima kasih. Selamat Mr.Westle , semoga proyek anda berjalan lancar dan sukses." Grace tersenyum manis. "Terima kasih, Ms.Dominica. Selamat menikmati pesta. Aku akan menyambut tamu yang lain." Mr.Westle kemudian meninggalkan Grace dan menyapa tamu yang lainnya. Grace memang selalu cantik, dan malam ini ia terlihat sangat cantik. Tubuhnya yang putih bersih terbalut gaun merah dengan bagian punggung yang terekspos bebas membuatnya terlihat sangat menggoda. Datang seorang diri kepesta seperti ini membuatnya merasa tidak nyaman , apalagi dengan tatapan para pria yang seolah ingin memakan Grace saat itu juga. Akan tetapi, tidak ada pilihan lain. Grace harus mendatangi pesta ini karena Ayahnya tidak bisa hadir. "Kita bertemu lagi" sebuah suara yang terdengar asing membuat Grace menoleh. Grace hanya menatapnya. Berusaha mengingat nama pria dihadapannya. "Kau benar, Mr.Edward. Senang berjumpa denganmu." Grace tersenyum ketika ia mengingat nama Edward. "Kau bisa memanggilku Edward. Sepertinya usia kita tidak jauh beda, Grace." "Baik M- Edward." Grace tersenyum kikuk.  "Kau datang bersama siapa?" tanya Edward "Sendiri. Bagaimana denganmu?" "Aku bersama Mr.Ludwig. Sepertinya akan lebih baik jika kita berbincang di sebelah sana." Edward menunjuk sebuah kursi. Grace pun menyetujui ajakan Edward. Setidaknya dia tidak perlu memasang wajah pura-pura ramah kepada para kolega bisnis yang hadir di pesta ini. Selain itu, ia juga bisa menghindari tatapan pria yang sedari tadi membuatnya tak nyaman. "Kenapa kau datang sendiri? Dimana Mr.Federico?" tanya Edward ketika keduanya telah duduk di salah satu kursi yang agak jauh dari keramaian. "Ayahku sedang mengurusi bisnis di luar kota." Edward menganggukkan kepalanya. "Boleh aku jujur? Kau sangat cantik malam ini," ucap Edward dengan senyum mautnya yang dijamin mampu membuat semua wanita terpukau. Sayangnya, Grace terbiasa mendapat pertunjukkan senyum palsu serta gombalan dari pria muda yang tak kalah tampan dari Edward. "Terimakasih atas pujiannya."  "Itu bukan sebuah pujian. Tetapi sebuah fakta," ucap Edward "Kau disini rupanya. Oh, selamat malam, Ms. Dominica" Ludwig menghampiri mereka dan terkejut akan kehadirannya Grace yang menemani putranya. "Selamat malam Mr.Ludwig" Grace tersenyum manis dan menyalami Ludwig seformal mungkin selayaknya rekan kerja. "Dimana ayahmu? Apa kau datang sendiri?" tanya Ludwig ketika menyadari Grace hanya bersama Edward. "Dia tidak datang. Jadi aku datang sendiri."  Edward berdehem karena merasa dirinya terabaikan. Ia merasa kesal karena Ludwig tiba-tiba datang. Bukankah itu hanya merusak suasana. "Oh, kalian terlihat akrab dan sudah saling mengenal. Baiklah, kalau begitu saya permisi Ms.Dominica. Edward sepertinya ingin sekali segera mengobrol denganmu." Ludwig kemudian meninggalkan Edward bersama Grace. Kini mereka berdua hanya terdiam. Hingga akhirnya seorang gadis mendekati Grace dan mengajaknya pergi meninggalkan Edward. Sungguh Grace sangat berterima kasih kepada Tuhan karena telah mendatangkan gadis yang bisa diajaknya berbicara di pesta membosankan seperti ini. Juga berterima kasih karena telah dijauhkan dari Edward. ---- "Kau pulang sendiri? Mau ku antar?" tawar Edward saat melihat Grace melangkah sendiri di parkiran berniat untuk pulang. "Tidak, terimakasih Edward. Aku membawa mobil." "Em, baiklah." raut kecewa terlihat jelas di wajah Edward. Namun tetap saja tidak menurunkan tingkat ketampanannya saat ini. Edward terus melangkah disamping Grace, sehingga Grace berhenti dan menatapnya. "Kenapa kau mengikutiku?" tanya Grace saat menyadari sedari tadi Edward masih melangkah bersamanya. "Aku hanya ingin memastikan kau aman hingga masuk mobil" "Baiklah terimakasih. Dan aku sudah sampai di depan mobilku. Kau boleh kembali. Aku duluan," ucap Grace. Ia sebenarnya terkejut karena ternyata ia berhenti tepat di depan mobilnya. Sedangkan Edward hanya menatap mobil yang di kemudikan Grace melintas di hadapannya dan pergi menjauh.                                   ---- "Bagaimana pestanya, Grace?" tanya Angelina-Ibu Grace- ketika putrinya tiba.  "Membosankan," jawab Grace singkat. Ia benar-benar jujur, ia tidak terlalu menyukai pesta. Hanya satu kata yang selalu ia ucapkan saat ditanyai oleh Ibu ataupun Ayahnya, yaitu 'membosankan'. "Kau selalu mengatakannya Grace. Apa kau bertemu dengan pria tampan ? Apa ada dari mereka yang kau sukai?"  Grace menghembuskan napas kasarnya , ia mengerti kemana arah pembicaraan ibunya.  "Ada banyak sekali pria tampan yang sudah beristri disana, Bu," ucap Grace yang kali ini berbohong. Tentu saja Grace berbohong. Dalam pesta tadi, ada banyak pria tampan yang masih lajang. Jika Grace mau, ia bisa mendapatkan salah satu dari mereka hanya dengan memilih saja. Sayangnya, tidak ada yang membuatnya tertarik. "Ibu ingin melihatmu membawa pria kerumah ini," ucap Angelina. "Aku kekamar, Bu." Grace memilih  pergi ke kamarnya berusaha menghindari topik yang tidak disukainya, selain itu tubuhnya juga benar-benar lelah. Baru saja Grace menghempaskan tubuhnya di atas kasur dan menutup matanya. Suara panggilan adiknya ,Gabriella memaksanya membuka mata dan berdecak kesal. "Grace."  "Apa?" tanya Grace saat mengetahui kini Gabriella berdiri diambang pintu seperti orang bodoh. "Boleh aku meminta sesuatu?" Gabriella mulai melangkah, dan duduk di tepi ranjang. "Katakan" ucap Grace segera mengubah posisinya menjadi duduk berhadapan dengan Gabriella. "Sahabatku mengundangku untuk datang ke pestanya. Aku ingin tampil cantik dengan gaun yang indah. Jadi bis-" "Baiklah. Katakan pada Miranda, dia yang akan mengurus semuanya," ucap Grace.  Miranda adalah asisten pribadinya dalam hal penampilan. Jadi tak heran jika selama ini Grace selalu fashionable padahal ia bahkan tidak mengetahui merek apa yang ia kenakan. Semua ini hanya berkat Miranda. "Terimakasih, Grace. Jangan lupa istirahat," ucap Gabriella lalu meninggalkan Grace.  "Aku tidak pernah lupa untuk istirahat. Waktu yang membuatku harus melupakan keinginanku itu," ucap Grace pada dirinya sendiri. Setelah itu ia bangkit dari ranjangnya dan mengganti gaun pesta dengan pakaian tidur.                              ---- "Selamat pagi Ms.Dominica," sapa Devani yang menahan tawanya ketika melihat ekspresi Grace pagi ini. "Tertawalah," ujar Grace dengan datarnya sembari membanting tasnya secara pelan di atas meja kacanya , namun tetap saja menghasilkan suara yang membuat Devani tertawa. "Bagaimana pestanya? Bukankah menyenangkan menghabiskan waktu bersama Edward?" goda Devani, yang membuat Grace terkejut bukan main. "Kau... Bagaimana kau tahu? Aku bahkan tidak bicara apapun padamu, Dev." Grace mengangkat satu alisnya. Bagaimana Devani bisa tahu ketika Grace belum berbicara apapun.                              ---- "Tentu saja aku tahu. Kau terlalu terburu-buru, Ed. Terlalu memaksakan keadaan justru membuatmu kehilangan kesempatan."  Alex yang mendengarkan dengan sabar desahan frustasi Edward yang sedari tadi mengeluhkan tentang Grace, mulai memberikan nasehat. "Kau tahu, ini adalah pertama kalinya aku menawari wanita untuk ku antar pulang,dan aku justru ditolak," ucap Edward menatap Alex serius. "Dimana semua sikap playboy mu itu, Ed? Bukankah selama ini kau bergonta-ganti gadis seperti kau berganti pakaian? Ayolah. Masih banyak perempuan di luar sana yang mengemis cintamu, Ed" ucap Alex menepuk pundak Edward. "Mereka hanya menginginkan uangku, bukan cintaku." "Tapi sepertinya akan sangat menarik jika aku bisa menaklukan Grace. Bukankah dia terkenal sering menolak pria," imbuh Edward kemudian. Edward menyeringai. "Benar. Dan kau salah satunya." Edward langsung meninju pelan perut Alex karena perkataannya. "Kita lihat saja nanti." Edward mengangkat dagunya.                               
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD