Chapter 3

1229 Words
"Telan dahulu makananmu sebelum bicara, Dev." tegur Grace yang merasa risih karena sedari tadi hanya membicarakan Edward yang baginya tidak penting. "Grace, kau seharusnya menerima ajakan Edward tadi malam. Jika aku jadi kau, aku akan menerima ajakannya dan berpura-pura lapar agar ia menganta-" tiba-tiba Devani tersedak hingga terbatuk-batuk sambil menatap kebelakang Grace dengan mata yang ingin melompat dari tempatnya. Sedangkan Grace hanya menonton tanpa berniat memberikan segelas air.  "Sudah ku bilang telan dulu mak-" "Selamat siang, Grace." suara bariton keras membuat Grace menoleh dan tercengang. "A..a apa yang kau lakukan disini?" tanya Grace ketika menyadari ada Edward disini. Sedangkan Devani yang terkejut sehingga tersedak kini telah meminum segelas air yang dapat membantu meredakan batuknya. "Boleh aku bergabung? Aku ingin makan siang," ucap Edward yang mengambil posisi duduk di sebelah Grace. "Tentu saja." Grace yang melihat Edward telah duduk tidak mungkin mengusirnya, lagipula ini tempat umum. Grace sangat benci dengan orang asing. Ia paling malas berbasa-basi hanya untuk berkenalan. Apalagi dengan pria yang terkenal playboy, setidaknya itulah yang Grace dengar secara tidak sengaja mengenai Edward dari bisikan para pegawai kantornya. Mengenai Edward yang berganti pasangan, seperti berganti pakaian. Tak lama Edward memesan makanan pada pelayan dan segera kembali menatap Grace disampingnya secara terang-terangan. "Bagaimana kabarmu?" tanya Edward "Baik," jawab Grace tanpa menoleh yang kini sibuk memainkan ponselnya. Devani kini berdehem singkat. Berniat menyadarkan kedua manusia di hadapannya bahwa masih ada seorang gadis disini yang merasa terabaikan. "Oh, hai maaf. Perkenalkan aku Edward Jacob, kau bisa memanggilku Edward. Siapa namamu?" Edward memperkenalkan dirinya pada Devani. "Halo, Edward. Kau bisa memanggilku Devani," ucap Devani tersenyum manis. "Devani?" Edward mengkerutkan keningnya, merasa tidak asing dengan nama itu. "Apa kau datang sendiri Edward?" tanya Devani mengalihkan pembicaraan, bahkan kini ia terlihat gugup. Membuat Grace mulai memperhatikan Devani. "Iya. Boleh kutahu apa hubunganmu dengan Grace?" tanya Edward menoleh kearah Grace. "Aku sekretarisnya dan juga sahabatnya. Sahabat dekatnya," jawab Devani. "Sahabat dekat ya. Jadi boleh kutahu, apa dia memiliki kekasih saat ini?" Edward tidak berpaling menatap Grace . "Tentu saja. Dia- aw" Devani merintih saat Grace menginjak kakinya, lengkap dengan tatapan membunuh. Grace memang tidak suka ada yang membicarakan tentang dirinya. Apalagi menyangkut urusan pribadinya. Grace pun berdiri. "Maaf, Mr.Edward. Sepertinya aku dan Devani harus segera kembali kekantor. Ada urusan penting," ujar Grace menatap Devani seolah memberinya perintah untuk kembali. "Tetapi aku belum menghabiskan makananku," protes Devani yang tidak puas jika harus kembali dan melewatkan pemandangan indah seperti Edward. "Well, biar kuhitung berapa potongan gaji-"  "Baiklah." potong Devani cepat. "Tidakkah kalian bisa menunda sebentar untuk menemaniku disini. Bahkan makananku baru saja tiba " ujar Edward ketika seorang pelayan datang dengan membawakan pesanannya. "Maaf, Mr.Edward tapi kami sangat sibuk. Lain kali saja ya. Kami duluan."  Grace meninggalkan Edward, sedangkan Devani hanya tersenyum dan segera berlalu karena tangannya ditarik oleh Grace. "Lain kali.." gumam Edward sebelum menyantap makanannya.                                                                                     --------- "Apa yang kau lakukan Dev?" pekik Grace saat keduanya berada didalam lift. Grace benar-benar menahan amarahnya agar tidak keluar disaat keramaian. Dan baru ketika berada di dalam lift Grace bisa menumpahkan segalanya. Devani yang sedang memakai lipstik pun menjawab. "Mempercantik diri, seperti yang kau lihat." "Bukan. Maksudku, kau tahu bukan aku tidak terlalu suka berurusan dengan orang asing. Dan barusan, kau hampir menceritakan urusan pribadiku yang tidak berhak diketahui oleh orang asing. Dan kau tahu, Edward itu-" "Edward itu tampan. Benarkan?" Devani justru menggoda Grace. "Ayolah Grace, dia itu tampan. Lagipula dia itu bukan orang asing, dia putra dari Mr.Ludwig Jacob. Dia itu rekan kerjamu. Dan kau seharusnya bersikap baik padanya. Bagaimana jika dia mencabut keputusan kerjasamanya dengan perusahaanmu?" kini justru situasi terbalik. Justru Devani yang mengintimidasi Grace. "Kau benar. Tapi dia tidak berhak mengetahui urusan pribadiku. Apalagi aku baru bertemu dengannya tiga kali Dev," ujar Grace. "Waw. Lihat. Kau bahkan menghitung berapa kali pertemuan dirimu dengannya. Bukankah itu terkesan spesial. Seolah kau sangat ingin bertemu dengannya hingga kau mengingat dengan jelas setiap pertemuan berhargamu dengannya. Jadi kau menyukainya, Grace?" Devani justru semakin memancing emosi Grace. Pintu lift terbuka , dan Grace dengan sigap menuju ruangannya. Meninggalkan Devani yang mengejarnya. "Tunggu, Grace. Jadi itu benar?" tanya Devani yang semakin mempercepat langkahnya. Sedangkan Grace hanya menghembuskan napas kasar. Terkadang ingin sekali ia memecat Devani yang selalu membicarakan tentang pria dan menggoda Grace dengan tuduhan 'kau menyukainya?'. Namun pekerjaan Devani yang memuaskan, dan karakter Devani yang sangat cocok dengan Grace sehingga membuatnya harus berpikir berulang kali jika ingin memecat sahabatnya itu. Lagipula mereka telah bersahabat sejak dibangku kuliah.                                                                                              ----- "Apa?" Grace masih terkejut akan apa yang ia dengar sehingga ia meminta Devani mengulang pernyataannya , berharap bahwa yang didengar Grace tadi adalah kesalahan teknis. "Benar, Ms. Dominica. Sekretaris Edward baru saja menghubungiku agar membuat janji rapat untuk besok," ucap Devani diseberang telepon. "Dan kau menyetujuinya?" Grace masih belum percaya. Edward mengajaknya rapat untuk membahas proyek kerja sama yang beberapa waktu lalu disetujui oleh Ludwig, Ayah Edward. "Tentu saja. Dia adalah CEO, Grace. Dan waktu itu Mr.Ludwig yang mewakilinya karena ia berhalangan hadir. Seharusnya kau tahu itu" "Baiklah. pukul berapa rapatnya?" tanya Grace , ia berusaha bersikap profesional. Entah mengapa ia sangat malas untuk bertemu dengan Edward. "10 pagi. Jangan lupa dandan yang cantik ms.Dominica. Besok kau akan bertemu dengan pange-"  Devani tidak sempat menyelesaikan ucapannya karena Grace dengan segera menutup sambungan telepon.  Grace lantas melempar ponselnya ke atas ranjang. Menghembuskan napas kasar. "Dia pria yang aneh," gumam Grace. "Tapi dia tampan. Dan tinggi. Kulitnya juga putih bersih," tambahnya lagi. "Tidak, tidak.. Tidak, Grace. Kau tidak boleh memikirkan pria lagi. Apalagi dia pria asing." Grace menepuk-nepuk pipinya sendiri dan menggeleng-gelengkan kepala. Grace lantas mengambil sebuah foto di laci nakasnya. Diperhatikannya foto tersebut. "Kau..kau yang membuatku seperti ini. Apa kau tahu? Aku lelah seperti ini. Aku lelah mencarimu kemana-mana," desah Grace frustasi.  "Baiklah sudah malam. Aku akan tidur. Kumohon malam ini datanglah kemimpiku." Grace tersenyum lantas mengecup lembut foto itu dan meletakkannya kembali dilaci nakas. Lalu ia tidur dan berharap mimpi indah malam ini.                                                                                                 -------- "Ms.Dominica , Mr.Edward sudah tiba. Ia menunggu di ruang rapat," ucap Devani, kali ini bersikap seformal mungkin. Mengingat ancaman Grace pagi ini. Bahwa ia akan memecat Devani jika gadis itu berbicara dan meledeknya mengenai Edward. Tentu ini ancaman baru yang membuat Devani langsung bungkam. Grace pun melangkah dengan anggun menuju ruang rapat. Setibanya disana, Edward memang sudah menunggu. "Maaf membuat anda menunggu," ujar Grace. "Baiklah mari kita mulai rapatnya." Rapat pun dimulai. Namun Edward tidak benar-benar fokus akan jalannya rapat hari ini. Ia terus saja menatap Grace yang lincah berbicara. Grace terlihat semakin cantik jika ia banyak bicara. Ingin sekali rasanya Edward mendengarkan celotehan Grace yang mengatakan 'aku mencintaimu Edward' . Memperhatikan Grace, membuat Edward tersenyum sendiri dan melupakan situasi rapat saat ini. "Jadi bagaimana menurut anda, Mr.Edward?" tanya Grace yang membuyarkan lamunan Edward. 'Kau sangat cantik' ucap Edward dalam hati. "Ya aku setuju, lakukan saja sesuai konsepmu," ujar Edward seraya mengangguk. Padahal ia tidak tahu apa yang Grace ucapkan, yang ia tahu hanyalah ia datang kesini untuk merapatkan kerja sama proyek pembangunan hotel antara perusahaannya dengan perusahaan Grace. Grace tersenyum manis, membuat Edward gemas.  "Fokuslah, Ed. Kau bisa menatapnya sepuasmu nanti," Alex berujar dengan volume kecil berusaha mengingatkan Edward dimana posisinya saat ini. "Baiklah kita lanjutkan" rapat kembali berlanjut. Hingga acara rapat selesai, pandangan Edward tidak lepas dari Grace. Membuat Grace risih dan salah tingkah. "Lihatlah dia menatapmu terus," bisik Devani yang duduk di sebelah Grace. "Diamlah, atau kau ku pecat!" ancam Grace membuat Devani kembali diam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD