#8 Bertemu Keluarga

1289 Words
Weekend ini Anderas sudah berjanji pada mama nya untuk pulang ke rumah mereka. Ya, semenjak kuliah Andreas tidak mau tinggal dengan kedua orang tuanya, alasannya mau belajar mandiri. Jadi papanya membelikan sebuah apartemen untuknya. Namun dengan perjanjian untuk sering pulang mengunjungi mereka. Sebelum ke rumah orang tuanya, Andreas meminta Indra untuk mampir ke salah satu toko buah yang mereka lewati. Dia baru teringat untuk membawa buah tangan dan mamanya suka dengan strawbery korea yang hanya tersedia di toko buah tersebut. Ketika sedang asik memilih buah, terdengar suara seorang wanita yang sangat familiar dengan telinganya. Diarahkan pandangannya pada si empunya suara, dan sedikit terkejut ketika melihat Tasya sedang berbicara dengan pramuniaga. Andreas melangkahkan kakinya mendekati Tasya, "Sya..." "Aduhh....bikin kaget aja si bos!" teriak Tasya dan sepertinya semua mata memandangi mereka berdua. Tapi namanya juga Tasya, dia cuek dengan tatapan ingin tahu pengunjung toko buah. "Ngapain kamu disini?" "Ya beli buah lah...masa beli baju?" senyum Andreas "Kok bisa nyasar ke sini sih? apartemen kamu kan bukan di daerah sini?" "Ohh..aku lagi mau berkunjung ke rumah orang tuaku. Kamu? Memang tinggal dekat sini?" "Yup....aku tinggal di belakang toko buah, tinggal jalan kaki. Dekat kok." "Weekend gak pacaran nih? Atau janjian sama pacar kamu disini?" tanyanya dengan perasaan was was, takut tiba tiba muncul pria yang setahu dia sangat cemburuan. "Orang nya lagi keluar kota, besok baru balik. Nah...kamu sendiri tidak bersama Bu Rana?" "Dia? kenapa aku harus sama dia?' "Kan kalian bukannya ....."Tasya tidak menyelesaikan kalimatnya takut pria itu tersinggung dan melanjutkannya dengan senyuman lebar. "Sorry...not my business" Andreas hanya mengangkat bahunya, tidak peduli. "Kamu sudah selesai belanjanya?" tanya Andreas, Tasya hanya mengangguk dan mendorong kereta belanjaannya menuju ke kasir. Sesampainya di kasir, Andreas meminta kasir untuk menggabungkan belanjaan mereka dan membayarnya sekaligus. "Wah...tahu begitu tadi aku belanjanya banyakan ya." ucap Tasya dengan nada menyesal. "Minggu depan kita belanja lagi...lagian memang kamu bisa menghabiskan semua buah ini dalam seminggu?" "Wah..segini belum seberapa, paling tiga hari sudah selesai masuk perutku." Tasya menunjukkan perutnya. "Bagus...banyak makan buah itu sehat. Aku antar kamu pulang?" "Tidak perlu....lagian habis ini aku mau cari makan siang dulu kok. Terima kasih atas tawarannya." Tolak Tasya dengan halus. Entah ide gila dari mana tiba tiba muncul di benak Andreas. "Gimana kalau kamu ikut aku? Makan siang gratis, pasti tertarik deh" "Ahh..tidak ah. Nanti seperti kemarin, hampir saja aku mau di telan oleh Bu Rana. Tahu tidak..semenjak makan siang kemarin, Bu Rana tambah judes setiap kali berbicara denganku." lapor Tasya. "Masa? Nanti aku tegur dia.Untuk kali ini tidak ada Rana. Yuk, ikut saja supaya aku tidak lagi diteror oleh mamaku terus nih." bujuk Andreas. Melihat muka memelas Andreas, Tasya jadi tidak tega dan mengiyakan ajakan bosnya itu. Dia pikir hanya makan siang saja, tidak membahayakan siapa siapa. Toh ada Andreas yang notabene adalah atasannya. Sesampainya di pintu gerbang rumah orang tua Andreas, mulut Tasya terbuka lebar...."Wihh....anak sultan rupanya si bos yah? cik cik cik...gak keliatan kalau kamu tajir melintir loh.. Pak Indra...bener gak?" "Semua ini bukan punya aku, jadi tidak tepat sepertinya perkataanmu tadi." jawab Andreas merendah. Tasya tidak lagi memperhatikan penjelasan Andreas, matanya sibuk melihat kemegahan rumah orang tua Andreas, padahal mereka baru saja memasuki gerbang utama. Mobil berhenti tepat di pintu utama yang tinggi dan lebar. Walaupun nuansa rumahnya minimalis, tapi masih terlihat megah. Mungkin karena menggunakan material yang premium. "Bu Tasya...jangan norak di dalam yah...nanti Pak Andreas malu." nasihat Pak Indra sebelum Tasya turun dari mobil. Tasya tersenyum dan memberikan kedua jempolnya tanda setuju. Mereka disambut oleh seorang pria mengenakan jas berwarna hitam, dengan sopan dan setengah membungkuk dia membukakan pintu dan mempersilahkan Andreas dan tamunya masuk. "Hallo Pak Budi, gimana kabarnya?" "Baik den, ibu dan bapak sudah menunggu di dalam" Andreas meraih tangan Tasya dan menggenggamnya, Tasya terkejut dan berusaha untuk melepaskan namun Andreas malah mempererat genggaman tangannya tanpa memperdulikan keinginan Tasya. Dia hanya memberikan kode pada Tasya untuk diam dengan terlunjuk jari didepan bibirnya. Mereka menuju ruang makan dimana kedua orang tua Andreas sudah menunggu kedatangan putranya untuk makan siang bersama. Alangkah terkejutnya ketika melihat Andreas datang bersama dengan seorang wanita, seketika mereka saling bertatapan penuh tanya... "Ma, pa...sorry telat. Tadi mampir dulu ke toko buah beli strawbery Korea favoritnya mama." ujar Andreas dan menghampiri ibunya lalu mencium kedua pipinya kemudian menepuk halus pundak ayahnya. Sementara Tasya berdiri mematung tak jauh dari mereka. "Oah ya...perkenalkan kekasihku pa, ma. Namanya Tasya...." Andreas menarik tangan Tasya dengan lembut dan mengajaknya mendekati meja makan dimana kedua orang tuanya sedang duduk. "Siang om, tante..." sapaTasya dengan sopan dan mengulurkan tangannya untuk berjabatan. "Siang juga...Herry" papanya Andreas membalas jabatan tangan Tasya "Lia" sahut mama Andreas juga membalas jabatan tangannya. "Duduk, duduk...hidangan sudah siap, nanti dingin tidak enak." lanjutnya. Andreas menarik kursi di seberang mamanya dan mempersilahkan Tasya untuk duduk lalu menarik kursi di sebelah Tasya untuk dirinya. Di dalam hati Tasya mengutuk dirinya yang masuk kedalam perangkap Andreas. Tahu begini dia tidak akan mau diajak menemui kedua orang tuanya, apalagi Andreas memperkenalkan dirinya sebagai kekasih pria itu. Kekasih dari Hongkong!! baru saja kenal sebulan lebih. Tangannya mulai dingin, dia gugup sekali apalagi tatap mama Lia menatapnya seakan hendak mengulitinya hidup hidup. "Jangan malu malu Tasya...Anderas, ambilkan sayur untuknya. Sepertinya Tasya gugup bertemu dengan kami." Papa Herry tersenyum melihat tingkah Tasya, dia teringat waktu pertama kali memperkenalkan kekasihnya pada kedua orang tuanya. "Ma, kamu waktu pertama kali bertemu dengan kedua orang tuaku juga gugup seperti dia loh...ingat enggak?" "Ya...setiap wanita pasti gugup. Tenang saja Tasya...kami tidak menggigit kok.." canda Mama Lia. Tasya tersenyum mendengar gurauan mereka, perlahan hatinya mulai tenang dan dapat bersikap lebih natural. Ternyata kedua orang tua Andreas tidak seperti dugaannya. Biasa kalau orang kaya pasti sombong dan galak, itu yang selalu dipikiran Tasya. Acara makan siang pun berjalan dengan lancar, mereka hanya membicarakan hal hal ringan. Namun yang lebih banyak berbicara adalah mereka dengan Andreas sementara Tasya hanya menjadi pendengar yang baik saja. Kemudian mereka pindah ke ruang keluarga. Ruangan keluarga berhadapan dengan taman sekaligus kolam renang yang cukup besar. Sungguh asri dan teduh, pohon dari yang kecil hingga yang besar tertata rapi di hadapannya. sepertinya Mama Lia suka berkebun. Atau....tukang kebunnya jago berkebun. Pelayan menyiapkan kopi dan teh di meja dekat sofa, tidak ketinggalan beberapa toples berisi biskuit yang terlihat enak. "Tasya, kamu hobby apa? Masak, Berkebun atau yang lain?" tanya Mama Lia dan mengajak Tasya untuk duduk di gazebo dekat kolam renang. Suara gemericik air sangat menyejukkan dan membuat releks. "Oh, saya suka masak Tante. Tapi karena kerja jadi tidak sempat menyalurkan hobby." jawab Tasya jujur. Memang dia sangat hobby masak, terutama masakan Indonesia dan cake. "Kamu kerja dimana?" "Hm...saya sekretarisnya Andreas Tante..." sedikit malu Tasya menjawabnya. "Ohh...begitu...sudah berapa lama kenal Andreas?" "Sebulan lebih tante, saya baru bekerja di sana awal bulan kemarin." "Ma...hayo....Tasya lagi diinterogasi ya?" tegur Andreas dan ikut duduk di gazebo. "Ah..enggak, hanya heran saja kamu selama ini tidak pernah membawa kekasih pulang ehh...tiba tiba hari ini kamu membuat mama jantungan." senyum Mama Lia. Andreas hanya tersenyum dan tanpa malu memberikan kecupan singkat pada pipi Tasya. Mata Tasya melebar mendapatkan kejutan lagi dari Andreas hari itu. Memangnya hari ini dia berulang tahun? Dia tidak bisa berkata kata, hanya menunduk malu. "Aduh...Andreas kamu iseng sekali yah. Lihat tuh, wajah Tasya merah seperti tomat matang." seru Mama Lia disertai suara tertawa renyahnya. "Urusan kamu dengan papa sudah selesai?" Andreas menganggukan kepalanya. "Papa terlalu khawatir dengan perusahaan yang aku jalanin. Sudah kujelaskan, semua berjalan lancar kok ma." "Yah...mama juga sudah katakan kalau tidak perlu khawatir, Kamu pasti bisa mengembangkan perusahaan itu. Buktinya sudah tiga tahun dan perusahaan itu semakin maju bukan?" diawab dengan anggukan oleh Andreas. Memang, pada saat dia mulai memimpin perusahaan tersebut merugi hampir tiga milyar pada bank. Dan berdasarkan laporan keuangan sekarang sudah profit. Pencapaian yang sangat membanggakan bagi Andreas dan kedua orang tuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD