Some Place Outside The Earth

1604 Words
Matahari sudah mulai meredup, cahaya orange memancar dari barat. Setelah kekacauwan arena selesai, kerajaan Triton kembali damai seperti semula. Hazin dan ayahnya menikmati matahari yang terbenam dari taman kastel. "Hazin, kau berhasil kan?" Vondest menanyakan sesuatu pada Hazin. "Berhasil apa ayah?" Hazin tidak mengerti apa yang ditanyakan ayahnya tadi. "Kau telah berhasil mendapatkan wujud Ikari Yasei kan? Ayah bisa merasakannya saat energimu meluap dari kejauhan" Balas Vondest untuk kembali menjelaskan maksud dari pertanyaan nya. "Ya, seperti itulah." Hazin terus menatap kearah bukit yang menutupi sinar matahari. "Kau tahu, kekuatan seorang Fadelta bisa di lihat dari berapa panjang rambut yang ia miliki. Fadelta tidak bisa memotong ataupun membuat panjang rambutnya selain dengan cara berlatih, seorang Fadelta juga tidak akan bertambah tua setelah ia mendapatkan wujud Ikari Yasei pertama kali dalam hidupnya" Vondest ikut menatapi cahaya matahari itu. "Namun tetap saja, ia akan meninggalkan dunia jika waktunya sudah tiba. Seperti yang kau lihat Hazin, ayah memiliki rambut panjang yang ayah sendiri tidak bisa potong. Namun, itu tidak berarti jika rambutmu pendek maka kau lemah Hazin." Ucap Vondest setelah ia melirik kearah Hazin. "Pengukuran kekuatan Fadelta secara visual itu tidak akan benar selamanya." Vondest kembali menatap bukit. Mendengar hal itu, Hazin menyangkal, "Tapi itu benar kan? Aku tidak memiliki kekuatan seperti ayah, aku bersusah payah untuk bisa mengalahkan Dough. Namun kenyataan nya, ayah datang dan dengan mudahnya mengalahkan orang itu." Vondest sedikit tertawa, "Ahaha, itu tidak benar Hazin. Ayah bisa memiliki kemampuan bertarung yang bisa dibilang cukup ini karena pengalaman, ayah sudah hidup lebih dari tiga ratus tahun, dan sudah bertarung lebih dari umur ayah sendiri. Dan jika kau sudah memiliki pengalaman, kau pasti bisa menjadi lebih kuat." "Karena bagi ayah, pengalaman dalam hidup itu penting. Kau harus bisa mengambil hikmah dari setiap pengalamanmu baik itu benar, ataupun salah." "Kau harus bisa mempelajari pengalamanmu dan menjadikannya pelajaran yang sangat berharga." Vondest dan Hazin kembali melihat kearah bukit. Lalu, Vondest berpaling dan menatap Hazin sambil mengepalkan lengan kanannya kearah Hazin. "Ayah yakin, suatu saat nanti. Kau pasti akan lebih hebat dan kuat dari ayah, sangat jauh lebih hebat yang bahkan akan membuatmu seperti dewa bagi semua orang." "Kau tidak hanya akan ditakuti ataupun disegani oleh para penduduk bumi, tapi kau akan menjadi harapan bagi mereka. Harapan yang akan membuat semua orang mencintaimu. Ya, ayah sangat yakin suatu saat nanti kau akan menjadi orang yang seperti itu." Ucap Vondest dengan senyuman penuh keyakinan nya. Hazin yang mendengar perkataan ayahnya tadi membuatnya berpikir, "Apakah aku benar akan menjadi orang yang seperti itu ayah?" Hazin bertanya pada Vondest. "Ya! Tentu saja Hazin, ayah tidak pernah salah menilai orang. Dan juga, kau bukan hanya sekedar orang, kau adalah anakku Hazin, kau adalah putra dari mahluk terkuat di bumi, kau adalah Hazin Triton!" Vondest mengucapkan nama anaknya dengan suara yang lantang. Matahari sudah tertidur dari hari yang cerah, bulan mulai terbangun untuk melakukan tugasnya menyinari bumi di malam yang gelap. Kalimat yang di lontarkan Vondest kepada anaknya Hazin tertanam sangat kuat di dalam ingatan putra mahluk terkuat itu. Sambil terpaku oleh kata-kata ayahnya, Hazin diam lalu bergumam, "Aku... Bisa jadi lebih hebat dari... Ayah?" Keinginan Hazin untuk menghentikan kebangkitan raja iblis sudah bulat. Semenjak hal itu terjadi, Hazin tidak ragu lagi. Obor api yang di berikan ayahnya Vondest telah menyala terang di tubuh Hazin, tekad untuk bisa mengejar jejak orang tua nya mulai tertanam di dalam tubuh pangeran yang selalu di kucil kan rakyat Triton. Siapa sangka, justru orang yang mereka injak itu adalah orang yang mungkin menyelamatkan semua penduduk bumi di masa depan. Kutub Neraka, wilayah selatan dunia "Sepertinya mereka semua tidak dapat melakukan tugasnya dengan benar tuanku." seorang wanita bergaun hitam dengan rambut merah darah berbicara di dalam ruangan besar. "Tidak, mereka sudah cukup membantu kita, sisanya kita serahkan pada para, Kuroi Akuma. ya.. para Kuroi Akuma." Orang itu tersenyum jahat. Tuk-tak. Wanita tadi keluar dari ruangan besar meninggalkan tuannya. "Kalian dengar perkataannya tadi?" Tanya wanita bergaun hitam. "Tentu saja! Aku takan mengecewakan nya. Tapi, aku melakukan nya bukan atas perintahmu, camkan itu." Ucap seseorang dengan wajah merah bertaring, wajah itu terlihat seperti sebuah topeng. Iblis dengan wajah merah tadi langsung meninggalkan iblis lain yang ada didepan pintu besar. "Dia sedang tidak bisa mengendalikan emosinya. Dia menghabiskan manusia peliharaanku sejak pagi, huf.." seseorang berwujud bayangan ikut pergi. "Hem! Fia memang tidak memiliki otak, bagaimana jika tuan mendengarnya?" Mahluk setengah manusia setengah burung itu masih diam disudut lorong. "Ya.. biarkan saja dia seperti itu, kita memang harus patuh pada satu tuan saja kan?" Wanita bergaun hitam tadi menghilang setelah selesai bicara. Triton Kingdom "Huh? Jarang sekali ibu tidak membangunkanku walau sudah siang seperti ini." Hazin terbangun dari tidurnya karena sinar matahari yang sudah masuk melewati jedelanya yang tertutup. Tep.. tep "Apa terjadi sesuatu lagi? Sepertinya begitu, namun apa lagi?" Hazin terus bergumam dalam hatinya sejak bangun tidur. "Selamat pagi tuan Hazin!" Kairo menyapa Hazin saat ia melewati lorong yang mengarah keruang diskusi kerajaan. "Kenapa tempd ini terasa sepi?" Hazin bertanya karena dia tidak menemui siapapun dari kamarnya. Lalu, Kairo menjawab, "Ya, memang. Itu karena orang-orang di dalam kastel sedang mendiskusikan masalah disana." Kairo menunjuk kearah ruang diskusi. "Masalah?" Tidak lama dari itu, para petinggi kerajaan seperti Evanhell dan yang lainnya keluar dari ruang diskusi. "Menyebalkan sekali, aku tidak diajak." Hazin sedikit cemberut. Kairo di sampingnya juga ikut cemberut, "Itu karena ibumu tuan Hazin, ia tidak mau mengganggu tidurmu." Balas Kairo. "Kau tidak tahu saja ibuku itu seperti apa." Hazin mulai berjalan menuju ruang diskusi bersama Kairo. Ternyata Vondest, Viole, Jack dan Latina masih ada di dalam. "Selamat pagi anakku!!" Viole terlihat tidak menggunakan kursi rodanya lagi. "Ibu! Keman perginya bangku konyol itu?" Hazin heran karena melihat ibunya sudah berdiri seperti biasa. "Ibu sudah membuangnya..!" Viole sedikit belari kearah Hazin dengan tujuan ingin mencium pipinya. "Tunggu, apa yang sedang kalian diskusikan disini?" Hazin menahan pundak ibunya. "Baiklah, ayah akan memberi tahu persoalan kali ini." Jawab Vondest, Ia langsung menceritakan semua hal yang tadi mereka diskusikan pada Hazin. "Apa?! Desa Fadelta lain diserang? Bagaimana bisa hal itu terjadi?" Hazin kaget setelah mendengarnya. "Ayah sendiri tidak yakin. Namun, Menurut ayah ini ada kaitannya dengan pembataian yang terjadi di desa pertanian selatan, tidak hanya karena ini sama-sama p*********n masal. Namun, cara mereka membunuh para penduduk sama dengan yang ayah lihat de desa pertanian, mereka membunuh dan menjadikan mayat-mayat itu semacam ritual aneh." Jelas Vondest. "Bagaimana dengan prajurit yang bertugas menjaga desa desa tadi?" Hazin kembali bertanya. "Mereka hanyalah prajurit biasa. Jadi, kita bisa simpulkan bahwa para pembunuh ini tidaklah lemah. mereka bisa sekaligus membunuh lima puluh prajurit yang bertugas menjaga desa, tanpa memberikan kesempatan untuk memberi kabar ke ibukota." "Kita tidak bisa menangani masalah ini sendiri ayah!" Hazin terlihat kesal akan berita yang ia dengar tadi. "Ayah tahu, maka dari itu kita mendiskusikan nya tadi." Hazin tidak mengerti maksud ayahnya. Lalu, Viole tiba-tiba terlihat senang, "Kita akan pergi ke Kingdom Of The Down, Hazin!" Viole menepuk tangannya. "Hah? The Down? Bukankah itu-.." Hazin melirik kearah Latina. "Apa yang kau lihat?" Latina langsung cemberut kesal. "Kenapa kita harus pergi kerumah putri tidak berguna itu?" Hazin kembali melirik ayah dan ibunya. "Itu karena kerajaan The Down akan membantu kita Hazin." jelas Vondest. "Jika putrinya saja seperti ini, bagaimana nasib para orang yang tinggal disana?" Hazin berbicara dengan wajah dingin. "Kerajaan itu adalah kerajaan terkuat bangsa manusia kau tahu!" Jack menyela pembicaraan Hazin. "Hoh.. memangnya seperti itu?" Hazin tetap melirik wajah Latina dengan wajah meledeknya. "Diam kau orang kutub! Kau belum tahu saja seberapa kuat aku ini." Latina menggeraikan rambutnya. "Siapa peduli?" Hazin berbisik. "Diam!" Sentak Latina. "Kita akan pergi kesana besok Hazin, kau dan Jack harus ikut juga." Vondest tersenyum. Hazin sedikit kaget mendengarnya, "Apa?! Kenapa aku harus ikut?" "Ya, kenapa aku juga harus ikut tuan Vondest?" Jack juga terlihat kaget. "Itu karena Hazin adalah pangeran disini dan Jack adalah pengawal pribadinya. Jqdi, tidak apa apa kan?" Vondest terlihat mengintimidasi. "Itu betul Hazin! Karena jika kau tidak datang, maka kita tidak bisa membicarakan-.." Viole pura-pura tidak tahu. "Membicarakan apa ibu?" Singkat Hazin. "Tidak-tidak! Pokoknya, kau harus ikut ya Hazin." Viole kembali tersenyum. "Mencurigakan." Gumam Hazin. Setelah itu, mereka keluar meninggalkan ruang diskusi dan melakukan aktifitas mereka masing-masing. "Hazin.." Suara Varka terdengar ditelinga Hazin. "Mau apa kau? Mengganggu keindahan saja." Hazin sedang terdiam menatapi ibukota kerajaan. "Dimana Hidrus sekarang? Kenapa dia tidak melatihmu lagi?" Tanya Varka. "Hidrus? Benar juga, dia berkata akan kembali lagi saat-.." Hazin mencoba mengingatnya. "Saat kau siap." Varka menjawab singkat. "Oh.. kau benar. Tapi, kemana perginya orang tua menyebalkan itu?" Hazin mencoba menggunakan Soul Tracking miliknya. "Dia takan ada disekitar sini bodoh!" Varka menyentak. "Diam kau serigala bau! Kenapa kau memanggilku bodoh?" Balas Hazin. "Kau bodoh karena mencoba mencari Hidrus dengan teknik yang belum kau kuasai itu!" Jelas Varka. "Huh? Memangnya apa yang kau maksud dia takan ada disini?" Hazin tidak mengerti maksud Varka. "Dia tidak lagi berada di bumi!" "Apa? Tidak ada dibumi? Tapi bagaimana orang bisa keluar dari bumi?" Tanya Hazin. "Kau benar-benar berubah ya? Karena tidak bisa tahu itu." ucap Varka. "Jika tidak dibumi. Maka, Ada dimana dia?" Hazin terus bertanya. "Dia ada di Volhem, tempat yang menjadi rumahnya." Jelas Varka. "Volhem? Tempat macam apa itu!" "Aku akan membantumu mencari energi miliknya, saat kau merasakannya. Kau harus menggunakan teknik Teleport untuk pergi kesana, mengerti?" Jelas Varka. "Baik." Varka berkomunikasi dengan Hidrus, dan tidak lama kemudian. Hazin merasakan energi milik Hidrus, "Ya! Ini dia!" Nying CKIT..!! Hazin seketika menghilang. Tidak lama dari itu, "Huf-huf, sial. Perjalanan yang benar benar membuat otakku menjadi bubur!" Hazin sudah biasa menggunakan teknik Teleport. Namun, ia tidak pernah menggunakan itu untuk jarak yang jauh, sedangkan tujuannya kali ini adalah tempat aneh diluar bumi. "Apa ini, benar diluar bumi?!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD